{5}
Aku dan Pasca baru saja selesai makan siang dan memutuskan untuk duduk dulu di lobi kantor, mengistirahatkan otak. Pria yang duduk di sebelahku ini sedang mengoceh tentang rekan kantor cantiknya yang dia sukai sejak pertama kali bertemu. Sebagai teman yang baik tentu saja kudengarkan, meski di dalam hati mengasihani nasib jomlo kurus ini.
"Lo nggak ada niat ngutarain perasaan?"
Pasca menoleh ke arahku, terdiam beberapa saat, dapat kulihat matanya berkedip beberapa kali dan jakunnya naik turun, kemudian dia menggeleng.
"Dia nggak suka sama gue."
"Tahu dari mana lo?"
"Gue tahu."
"Aneh."
Pasca mengembuskan napas beberapa kali, lalu berdeham. "Gue pun juga enggak seyakin itu apa bener suka sama dia atau enggak, bagi gue suka itu bukan perkara dia cantik dan di mata gue baik. Gue perlu kenal sama dia dulu baru bisa memutuskan."
"Ya deketin? Bilang sama dia niat lo, kalau dia mau kalian bisa saling ngenal satu sama lain daripada mengagumi dari jauh gini dan terus berharap."
Pasca tertawa geli, aneh sekali pria ini, pantas saja selama ini aku tidak pernah melihatnya berpacaran dengan perempuan mana pun.
"Kar, lo mesti tahu kalau kelebihan gue adalah peka dengan situasi dan kondisi yang mungkin atau enggak mungkin."
Baiklah, dia memang aneh, dia bercerita hal-hal yang membingungkan hanya untuk menjelaskan sesuatu. Ingin sekali kupercepat ucapannya itu seperti menonton video.
"Gue bisa lihat ketidakmungkinan itu saat ini, nggak tahu kalau nanti, tapi gue nggak mau konyol dengan maju padahal tahu momennya nggak tepat."
"Ribet lo!"
"Eh, ngaca ya, Kar, di sini yang lebih ribet itu lo. Sadar nggak?"
Aku menatapnya, mencerna maksud Pasca dan memang sih aku juga cukup rumit untuk urusan perasaan. Kenapa perasaan tidak bisa sepasti rumus matematika saja? Maksudnya jika komponen tertentu dimasukkan ke dalam satu rumus, maka hasilnya sudah pasti.
"Oke, kita berdua emang ribet dengan cara masing-masing."
Pasca menimpali pernyataanku, tetapi aku tidak terlalu mendengarnya karena ponselku bergetar.
Hasbi
Apa lo free hari ini? Mau ketemu sama gue?
Aku terdiam beberapa saat, mengingat kembali akhir pertemuan kami dua hari yang lalu. Hasbi tidak menghubungiku sebelumnya sampai detik ini, sempat kupikir bahwa barangkali dia kesal. Namun, kurasa pernyataanku waktu itu tidak salah, dia harus tahu bahwa aku tidak nyaman.
Melihat pesannya hari ini, kurasa dia memahami maksudku waktu itu.
Hasbi.
Lo mau ketemu di mana, kasih tahu gue atau lo bisanya ketemu kapan.
Satu pesan lagi masuk. Entahlah, sepertinya aku perlu meluruskan segalanya dengan Hasbi. Aku bukan tipe yang menghilang jika tidak suka dan membiarkan pihak sana bertanya-tanya, biasanya akan kujelaskan lebih dulu baru jika dia tidak memahami juga, maka ya sudah, mau bagaimana lagi selain mengakhiri begitu saja?
"Kenapa muka lo?"
"Cowok yang dua hari lalu ke sini, dia minta ketemu."
"Oh iya itu. Gue sebenernya penasaran lo nemu dia di mana sih? Kalau nggak suka kenapa lo nggak ngasih tahu aja, daripada dia terus nemuin lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Dunia yang Tidak Memiliki Waktu
Literatura FemininaCover baru Ada satu pertanyaan dalam hidup ini yang belum bisa kujawab. Apakah keinginan dan keyakinan untuk menikah itu muncul dengan sendirinya atau dipaksa hadir? Banyak orang yang berkata bahwa di usia dua puluh tujuh ini aku harus mencoba, aku...