Bab 1. Salah Paham

2.3K 95 12
                                    


"Sah!"

Suara gemuruh langsung memenuhi masjid tempat dilaksanakannya sebuah akad nikah. Doa-doa pun terpanjat dari semua yang hadir di ruangan tersebut.

Tampak sang mempelai pria tersenyum lebar saat mendapat ucapan selamat dari para tamu yang hadir di acara itu. Berbeda dengan mempelai wanita yang hanya tersenyum tipis sambil sesekali menunduk. Tak ada gurat bahagia di wajah ayunya.

Tak banyak tamu yang diundang, hanya teman dekat dan kerabat, serta keluarga dari kedua belah pihak mempelai saja.

Sampai kemudian seorang pria berambut klimis datang dan menyalami keduanya.

"Ingat, sebulan setelah pernikahan ini, kalian harus bercerai!" ucap pria itu penuh penekanan.

Adam Baihaqi, sang mempelai pria hanya tersenyum menanggapi ucapan lelaki tadi. Ia pun menoleh ke arah wanita yang beberapa saat lalu sah menjadi istrinya. Maharani Darapuspita--sang mempelai wanita--menatapnya sesaat, lalu kembali menunduk.

"Dan kau, jangan pernah menyentuhnya, hingga saat perceraian kalian tiba." Kembali pria itu berucap tegas dengan sorot mata setajam elang.

"Dia istriku, jadi aku berhak untuk melakukan apa saja padanya," jawab Adam dengan tenang dan sambil tersenyum.

"Kau---"

"Mas Panji, tolong jangan buat keributan!" pekik Maharani tertahan.

Lelaki bernama Panji itu menurunkan kembali tangan yang hampir melayang ke wajah Adam yang masih mengulas senyum.

"Pulanglah, Mas," pinta Maharani.

Dengan tatapan tajam dan napas memburu menahan amarah, Panji meninggalkan kedua mempelai itu dengan rahang mengatup keras. Sebelum benar-benar berlalu, pria itu masih sempat menoleh ke arah Adam yang menatapnya dengan senyum masih menghias bibir.

Sementara Maharani mengiringi kepergian Panji dengan tatapan yang sulit diterka.

"Lelaki seperti itukah yang masih kau cintai?"

Pertanyaan Adam membuat wanita yang terlihat cantik dalam balutan kebaya broken white itu menoleh. Ia pun mengembuskan napas tanpa berniat menjawab pertanyaan pria di sampingnya, karena Maharani sendiri masih belum mengerti bagaimana rasa hatinya kini kepada Panji, sang mantan suami.

Ya, Maharani dan Panji adalah suami istri yang bercerai karena sebuah penghianatan. Panji bermain hati dengan sekretarisnya dan menuduh Maharani berselingkuh hingga akhirnya rumah tangga yang sudah berjalan lima tahun itu pun harus kandas.

***
Sore itu, setahun yang lalu ....

"Apa yang kamu lakukan di sini!" Lelaki dengan setelan jas itu menatap tajam pada seorang laki-laki yang tengah duduk di sebuah sofa dengan bertelanjang dada di kamarnya.

"Tu--tuan Panji?"

Rosidi, pria berusia 25 tahun itu bangkit dengan tubuh setengah membungkuk dan gemetar. Dia menunduk sambil meremas kaos di tangan.

Panji menatap tajam pria di hadapannya, lalu saat ia menoleh ke arah ranjang kedua mata itu tertumbuk pada benda yang ada di sana. Pakaian dalam istrinya tampak berserak di sebelah tumpukan baju yang masih terlipat rapi.

Lelaki beralis tebal itu kembali menoleh pada Rosidi yang masih tertunduk. Matanya menatap nyalang dengan kedua rahang yang mengatup erat.

"Apa yang kalian lakukan di kamarku?! Hah!"

"Apa m--maksud, Tuan?" Rosidi mengangkat wajah tak mengerti.

"Gak usah pura-pura bego. Kamu bertelanjang dada di kamarku dengan keringat membasahi tubuh, apalagi kalau bukan berzina dengan istriku!"

𝐓𝐀𝐋𝐀𝐊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang