Sidang kedua berjalan tak sesuai dengan keinginan Panji. Tuduhan perselingkuhan Maharani ditolak Majelis Hakim karena tak ada bukti ataupun saksi yang bisa menguatkan.
Pada dasarnya, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri sebagaimana dikatakan dalam pasal 39 ayat 2 UU Perkawinan.
Sementara perselingkuhan Maharani yang dijadikan alasan oleh Panji sama sekali tidak ada bukti. Akhirnya sidang pun kembali ditunda hingga minggu depan.
"Apa ini akan rumit?" tanya Panji pada pengacaranya saat sudah berada di luar ruang sidang
"Sepertinya begitu, Pak, karena kita tidak punya bukti satu pun tentang perselingkuhan Bu Maharani. Bahkan, ada kemungkinan gugatan Pak Panji akan ditolak oleh Majelis Hakim."
Panji mengembuskan napasnya kasar. "Lalu ... apa yang harus aku lakukan?" Pria bermata tajam itu menatap sang pengacara.
"Satu-satunya jalan, Pak Panji harus punya bukti kalau Bu Maharani memang selingkuh. Entah itu berupa foto atau saksi yang bisa menguatkan gugatan Bapak."
"Itu sulit," ucapnya lirih.
"Kenapa?"
"Karena ... ah, sudahlah. Akan aku usahakan untuk mendapatkan bukti itu."
"Baiklah, Pak Panji punya waktu seminggu untuk mendapatkan bukti itu."
Panji pun mengangguk lemah kemudian pamit untuk kembali ke kantor. Di tempat parkir, dilihatnya mobil Maharani tengah melaju hendak keluar area pengadilan. Tanpa menyapa, mobil wanita itu pun berlalu melewati dirinya.
Bergegas pria itu masuk mobil dan melajukan kendaraan itu menuju kantor tempatnya mencari rupiah sekaligus bertemu dengan wanita tercintanya.
Segala kekalutannya selalu terobati saat memandang wajah cantik Kanaya. Senyum dari bibir nan menggoda serta sikap manja gadis itu mampu membuat jiwa lelakinya merasa begitu diinginkan.
Berbeda dengan Maharani yang lembut dan tak pernah menuntut, selalu melakukan semuanya dengan mandiri membuat Panji seolah jenuh. Hubungan yang monoton tanpa warna membuatnya mencari sesuatu yang lain pada diri sang sekretaris.
Secara fisik, Maharani tak kalah cantik dengan Kanaya. Bahkan Maharani mempunyai tinggi badan yang proporsional. Apalagi dia belum mempunyai anak, hingga bentuk tubuhnya masih sangat bagus layaknya seorang gadis. Namun, nyatanya itu tak membuat Panji mampu menjaga kesetiaannya.
"Gimana hasil sidang hari ini, Mas?" tanya Kanaya begitu Panji tiba di kantor.
Pria itu melesakkan tubuh di sofa, dan menyandarkan kepalanya, menatap langit-langit berwarna putih di atas sana.
"Kenapa?" Kanaya pun ikut duduk di sisi kekasihnya.
Panji menegakkan tubuh, "Sidang ditunda minggu depan."
"Ternyata ribet juga ya sidang cerai itu."
"Aku butuh bukti perselingkuhan Maharani agar proses sidang ini cepat ketuk palu."
"Bahkan kamu sendiri gak yakin Mba Rani selingkuh. Bagaimana bisa dapet bukti, Mas."
"Entahlah."
Kanaya bangkit dan berjalan menuju dispenser lalu mengambil segelas air.
"Diminum, Mas."
"Makasih, Nay."
"Seandainya Mas gak ketemu aku, mungkin rumah tangga kalian saat masih baik-baik saja dan kalian gak akan bercerai."
"Kamu ngomong apa sih, Nay?"
"Semua karena aku, Mas."
"Ini bukan salah kamu. Kita saling mencintai dan itu gak salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐀𝐋𝐀𝐊
RomanceSetelah mengarungi bahtera rumah tangga selama lima tahun lebih, sikap Panji Wicaksono terhadap sang istri--Maharani Darapuspita--mulai berubah. Entah karena mulai jenuh dengan pernikahan yang belum juga dikaruniai anak atau memang hati lelaki itu...