29 ㅡ Last Page

3.6K 343 46
                                    

Tiga pemuda berwajah khas Asia dengan guratan lelah diwajah telah berdiri didepan pintu rumah sederhana ber-cat putih kediaman Keluarga Welsh setelah menempuh perjalanan panjang dari Perth.

Tujuan mereka saat ini adalah satu, yaitu membawa pulang Jeongwoo setelah sekian lama pergi. Ah bukan mereka, hanya Haruto.

Doyoung mengulurkan tangan untuk mengetuk pintu rumah yang tertutup rapat itu. Genap tiga ketukan, suara knop diputar, mengalihkan atensi mereka bertiga.

"Apa paketnya sudah datang, kak?"

Suara anak kecil menyapa indra pendengar Yedam. Ia tersenyum kecil, "Ellie,"

"Sebentar, Ellie minggir dulu biarkan kakak melihat orang yang datang." intrupsi Jeongwoo, terdengar agak jauh dari pintu depan.

"Minggir, aku juga ingin melihatnya,"

"Aku tidak bisa membuka pintu ini,"

"Astaga anak baik, menyingkir sebentar dari pintu nanti tangan kalian terjepit. Kakakㅡ"

Tiga pemuda tadi tertawa begitu melihat Jeongwoo muncul dari balik pintu menggunakan apron biru bernoda sana sini bahkan pipinya pun penuh tepung.

"Ya, apa yang sedang kau lakukan" sambut Yedam sambil terpingkal kemudian merangkul erat badan pemuda tinggi yang telah ia anggap sebagai adik kandungnya itu.

Jeongwoo terdiam sesaat. Bagaimana bisa ia muncul dengan penampilan kacau seperti ini didepan kekasihnya.

Doyoung mengusak surai selembut sutra milik si manis, "kau tumbuh dengan baik disini."

Pemuda bermata serigala itu tertawa dan mengangguk lucu, lantas mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah sambil berceloteh.

"Kemana ibumu?" tanya Doyoung, sementara Yedam sibuk bermain dengan si kembar dan Haruto hanya diam.

Seloyang kue blueberi dan satu teko teh hangat disajikan oleh Jeongwoo sebelum ia menjawab pertanyaan Doyoung.

"Ibu dan ayah bekerja hingga pukul sembilan. Aku bertanggungjawab untuk Ellie dan Ellea satu hari penuh" Keluhnya.

Haruto menyandarkan kepalanya sambil memejamkan mata di bahu Jeongwoo membuat Si Manis terganggu. Lantas ia menyuapkan sesendok kue buatannya ke mulut Haruto.

"Enak," ujarnya pendek.

Jeongwoo melirik tajam. "Tentu saja, apa kau melupakan kemampuan ku yang serba bisa ini?"

[ Like A Flowing Wind ]

Tiga pemuda tadi nyatanya cepat akrab dengan orang tua angkat Jeongwoo. Mereka membangun percakapan dengan mudah, tidak seperti Jeongwoo satu tahun lalu.

"Justin anak yang baik," ujar Ibu Welsh sambil menggigit roti telur miliknya.

Ayah tertawa, "dia bisa melakukan apapun. Kelemahannya hanya satu, Kecoa."

Doyoung dan Yedam dengan mulut penuh makanan tertawa makin kencang setelah mendengarnya sementara Jeongwoo memberengut lucu sembari memainkan jemari Haruto yang berada digenggamannya.

"Ayah tidak boleh membuka kartu" protes Jeongwoo pelan. Biasanya ngegas.

Pria paruh baya itu menepuk pundak Haruto. "Lihatlah, dia nampak manja saat berada didekatmu"

"Ayah jangan seperti ituu" balas Jeongwoo.

Setelah makan malam, ditemani suara ombak yang mengalun indah dibelakang rumah, Jeongwoo tersenyum getir. Haruskah ia menetap atau ikut pulang bersama Haruto ke Korea?

LIKE A FLOWING WIND | HAJEONGWOO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang