"Loh..... Ngapain di stasiun kak? Mau ke Surabaya?" Tanya Dira terkejut melihat Amar di ruang tunggu stasiun."Jemput kamu, dek."
"Kok tau Dira udah sampai?"
"Taulah kan aku cenayang."
"Ihhhh...." Dira mencubit gemas perut Amar.
"Adududuhh." Amar meringis.. bukan kesakitan tapi geli. Ia berjalan keluar stasiun merangkul Dira. "Tadi Raka nyuruh aku jemput kamu." Lanjutnya.
"Eh iya,, Dira telpon kak Raka bentar." Dira menghentikan langkahnya dan menghubungi Raka. Sekitar 15 menit Amar menunggu.
"Ayok kak... Kita mampir makan ya." Ajak Dira.
"Ayok." Mereka menuju parkiran dan mencari makan.
Akhirnya mereka sampai di bakso malang langganan Amar. Di tengah perbincangan mereka berdua sembari makan, giliran Milka kekasih Amar yang video call. Amar memberi kode pada Dira, ia pindah ke meja sebelah membawa mangkok dan segelas minumannya. Dira hanya melirik dan melanjutkan makan sendirian. Kok aku jadi kayak selingkuhan. Pikirnya.
"Maaf ya dek kamu jadi makan sendiri." Amar tak enak hati
"Santai aja lah kak."
"Mau balik?"
"Nyebat dulu lah ya."Dira mengeluarkan sebungkus rokok.
"Satu ya... Belum beli." Amar mengambil sebatang tanpa dipersilahkan.
Setelah keduanya selesai, Amar mengantar Dira ke kontrakannya."Jangan kemana-mana ya malam ini, dirumah aja. Istirahat. Yaa kalau bisa sih, kalau nggak bisa juga gak apa."Ucap Amar.
"Hahaha iya di rumah aja, asal kak Amar temenin Dira telponan sampai tidur."
"Siap dek. Kakak pulang dulu ya. Mau ke toko ini habis itu balik kos."
"Oke.. Hati-hati dijalan, kak." Dira melambaikan tangan saat motor Amar telah melaju dan tak terlihat.
Sepertinya Dira belum bisa tidur, dari tadi ia hanya membolak-balikkan badannya dikasur, akhirnya ia terbangun dan membersihkan rumah kontrakannya, sambil menunggu telpon dari Amar. Ia menyetrika beberapa pakaian kerja. Dira terus berpikir bagaimana bisa ia semudah itu jatuh hati pada lelaki gondrong dan berparas biasa saja, bahkan ia tak lebih keren dari Raka. Dari segi finansialpun Raka masih menang. Hanya saja hatinya belum bisa sepenuhnya mencintai Raka.
Beberapa saat kemudian hp Dira berdering... Ia menyelesaikan pekerjaan rumahnya dan kemudian menelpon balik. Malam ini Raka menemaninya diseberang sana.
Pukul dua dini hari, Amar mengirimkan pesan. "Hei, sudah tidur?" dengan mata setengah terbuka Dira membalas pesan itu. Tak lama kemudian ia telah siap dan menunggu Amar menjemputnya. Seperti terhipnotis, ia melakukan apapun untuk bisa bersama Amar. Tengah malampun dijabanin yakkk saking sukanya...
Amar memang sedang tak enak badan, ia ingin ditemani tapi tak dibiarkannya Dira membawa motor sendiri. Kalau ada pintu doraemon, mending pake pintu doraemon lah ya. Dira membuatkan teh panas dan mengompres badan Amar setelah mereka sampai dikos dengan penuh kasih sayang tentunya. Ia menemani sampai terlelap. Pagi hari Dira pulang sebelum Amar terbangun, ia membuatkan semangkuk bubur dan susu. "lekas sembuh kak, Dira pulang dulu." Dira berbisik mencium kening Amar dan buru-buru ke rumah bersiap ke kantor.**
Selamat pagi sayang, di makan ya. Semangat kerja hari ini. Aku mencintaimu. Your Love, Raka. Pagi ini Dira dapat kiriman makanan, seperti biasa. Kurir mengantarkan ke kantor Dira. Berbagai macam makanan yang dikirim hampir setiap hari, kadang makanan ringan, kadang juga makanan berat. Tak lupa mawar putih yang melambangkan cinta murni dan kesetiaan abadi selalu disisipkan. Raka tak tau bahwa Dira semalam bersama Amar. Hei Dira, ada yang tulus mencintaimu disana, tak bisakah kau buka sedikit saja hatimu untuknya? Apa yang kau harapkan dari lelaki yang telah memiliki kekasih? Apakah kau akan terus disampingnya dan berharap ia bisa membalas rasamu? Bisa saja ia hanya ingin kau menemaninya dikala sepi, atau kau hanya jadi tempat persinggahan sementara. Terkadang logika memang bisa dikalahkan oleh hati yang dipenuhi cinta.
Perasaan bersalah kembali menyelimuti hati Dira. Eeetttttdahhhhhhh......Aku nemenin Amar dan buatin dia makanan, sedangkan Raka tak pernah sekalipun minta dibuatkan makanan atau aku yang inisiatif membuatkan. Sama sekali tak pernah. Anehnya, aku dengan senang hati melakukan itu untuk Amar. Fix, aku jatuh hati.
Jam istirahat Dira habiskan telponan dengan Raka, karena perasaan bersalahnya ia bersika seperti itu... "Eh tumben sayang kamu telpon aku. Nggak biasanya begini."Kata Raka.
"Gak apa... Temenin Dira makan ya."Pinta Dira manja.
""Iya sayang."
"Kak Raka lagi banyak kerjaan?" Tanya Dira sembari mengunyah makanannya.
"Aku tinggalin kalau kamu yang nelpon,Dir. Langka banget moment begini nih." Raka tertawa.
"Gimana kerjaan kamu sayang? Kapan mutasi ke sini?"Lanjutnya.
"Yaelahhhh baru sebulan disini,kak. Masih 2 bulan lagi. Sabar ya."
"Pasti."
**
Diperasaannya yang terombang-ambing tanpa arah begini Dira malah betah untuk terus berada di Malang. Terkadang wanita memang suka yang mengalir saja tanpa arah, yang mengalir terarah malah diabaikan. Mungkin membosankan, nggak ada gregetnya. Tapi kalau sudah sakit hati ya jangan disalahin cowoknya.. lhaa wong kamu sendiri yang memilih sakit. Beberapa hari ini, Dira berusaha fokus pada kekasihnya. Ia mulai memperhatikan walau hanya lewat chat. Sedangkan Amar asyik memposting foto berdua Milka. Dira cemburu? IYA. Namun tak pernah disampaikan perasaan itu pada Amar. Cukup sekali ia mengatakan saat mereka dipantai. Selebihnya Amar pasti tau dari sikap Dira bahwa wanita itu menyukainya.
Seminggu berlalu tanpa komunikasi. Mungkin lagi bahagia, pikir Dira. Saat ia berusaha mengalihkan pikirannya, saat itu pula Amar muncul...
Tring... Pesan masuk. Kak Amar
"Hei.. Jalan yuk."
Dira melirik jam yang ada diponselnya. Pukul satu malam. Kenapa sih orang ini selalu chat tengah malam? Kesepiannya saat tengah malam aja? Itu sepi apa birahi? Heran....
Dira mematikan ponsel tak membalas pesan itu, ia mencoba tidur. Setengah jam ia bergumul dengan pikirannya. Akhirnya tak bisa,"Jemput sekarang!!!" Dira membalas pesan tadi.
"Anjingggg.. memang aku yang goblok." Gumamnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SELESAI
Ficción GeneralMencintai seseorang yang telah memiliki kekasih itu seperti menggenggam kaktus, semakin kau menggenggamnya erat, akan semakin sakit. Ya itulah yang dirasakan Dira, tak peduli bagaimana sakitnya ia tetap mencintai Amar. Ia tak tau ke arah manakah hub...