Sesuatu bergemuruh di dalam situ. Awalnya aku tidak yakin tentang gemuruh halus ini. Tapi... itu sangat terasa, terasa sekali... Aneh... padahal aku sudah menahan dengan sangat susah payah agar gejolak itu tidak datang. Ternyata, perasaan itu tetap ada... aku tidak bisa memutar balikkannya. Aku harus bisa menerima bukti yang nyata ini.
Inilah.... bukti....
Jika aku sedang lapar...
Kruyyuuuk!
"Enak banget!!!!" Pekikku.
Sesuap, dua suap, tiga suap, aku terus memakannya dengan lahap. Rome menatapku malas sambil menyilangkan kedua tangannya depan dada.
"Mesti banget pake puisi dalam dialog itu lagi... lo emang pinter yang begituan." Rom menggelengkan kepalanya pelan dan menghela nafas. Aku nyengir kuda, tapi dengan cepat kilat melahat nasi gurih ini lagi. "Udah kan, perut lo gak merengek lagi."
"Gue baru tau, kalo nasi gurih bisa senikmat ini!!!" Piring kedua pun disajikan, lalu aku melahapnya lagi.
"Huh... memang, orang kaya nggak makan-makanan murahan kayak gini..." dengusnya. Lalu ia menatapku yang sedang ngelahap makanan dengan puas, "Lo mudah laper, ya..." gumamnya.
Aku tersenyum tipis menerima tanggapannya.
"Yah.... seperti itulah aku..." seketika makananku terasa hambar, dan lidahku dihantam rasa pahit dan asam yang sangat.
"Lo kenapa??" Ia menyodorkan segelas air putih segar padaku dengan air wajah kekhawatiran.
Aku menggeleng tegas, berusaha menutupi sakit yang terasa amat. "Nothing..." kemudian kukerahkan senyum terbaikku, agar membuatnya yakin atas pernyataanku.
Ia mengernyit tidak yakin, serta tatapannya ingin meminta penjelasan yang lebih masuk akal, katanya please Karen.
"Oh, c'mon! Aku hanya berlatih akting sedikit aja!" Gerutuku, ia pun tertawa renyah dan mempersilahkanku memakan makananku kembali.
Dan, aku berhasil. Aku berhasil menutupinya.
(+++)
Ketua kelas yang terhormat, mereka sama sekali tidak ingin mendengar perkataanmu!
Hake, ketua kelas unggulan yang ribut sedunia itu mendecih kesal karena menerima perilaku kurang indah dari rekan kelasnya.
"We are the champion!" Seisi ruangan tersebut bernyanyi, sekan menganggap Hake tidak ada.
Karen tersenyum malas, "Ayolah, ketua kelas. A litle freetime." Karen menampakkan kedua mata jernih yang menggoda miliknya. Hake tersenyum kecut.
"You drama queen! Don't flirt me with your eyes." Hake menggelengkan kepalanya, tapi sebenarnya ia sedang menahan jurus hypnotis milik kedua mata Karen.
Karen memasang tampang sayunya, lalu menatap Hake dengan ekspresi yang... ewww... tau kalau drama-drama profesional itu kan? Ia sedang meniru sisi belas kasihannya. "Ketua~..." ia juga memperhalus suaranya.
Seakan tersihir, dengan mudah Hake mengangguk cepat dan berteriak let-s party! dengan lantang. Hake tidak lagi jadi sisi tegas dan keras kepalanya, dan Karen tersenyum puas akan hasil pembelajarannya. "Anjur juga, ya..." gumamnya.
Keadaan kelas: yang tadi lagi kissing, bergosip, main bola voli, berhantam, ngebully nerd di kelas, tiba-tiba terhenti. Semua mata menoleh ke sepasang manusia (yaelah... gak mungkin hewan) yang memandang kita horor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Queen
RomanceBakat yang luar biasa! Tapi, kepalanya keras kali! Tapi, apa dayanya? Kamilah peran utamanya. Aku dan Dia. Sampai pada akhir dunia berputar pun, tetap Aku dan Dia.