Dengan perasaan gelisah Karen setia menunggu di tempat. Caffe Minrati bangku pojok belakang. Ia tahu persis tempat yang disukai sahabat populernya itu, makanya dia memilih di sini. Pemandangan di sini juga lumayan, dengan dihiasi sungai bersih dan kolam teratai.
From: Karen
Where are you???
Ia menunggu balasan sahabatnya tersebut sambil merenung jauh, dan beberapa detik pesan baru muncul.
From: Maroon
Wait me a litle! Gue lagi dijalan sama teman!
Karen mengangguk pasrah sambil menautkan alisnya, baiklah... aku menunggu.
Beberapa menit kemudian, muncullah orang yang ditunggu-tunggu. Hampir semua mata tertuju saat ia memasuki ruangan. Tentu saja, sebab gadis itu lebih dari kata cantik. Gadis itu menggunakan jins berbahan bagus, kaos hitam bercorak yang pas dibadan, dan dipermanis jaket sports ungunya yang tampak dijahit bagus sekali. Sekali lirik aja sudah tampak kalau barang-barangnya jauh dari kata murah.
Karen melambaikan tangan pada gadis itu, begitu juga gadis tersebut. Gadis tersebut menarik-narik seorang laki-laki disampingnya. Mereka berdua terlihat beragumen sebentar, tapi tak lama pun ikut mengambil tempat duduk di depan Karen.
"Boyfriend??" Nyengir Karen, cowok itu terlihat salah tingkah tapi beda dengan Maroon yang masih terlihat normal dan menggeleng cepat.
"Nah... dia teman gue. Sahabat, lah..." ujar Maroon mantap. Karen mengangguk mengerti. Ia tidak beradu lagi, sebab ia kenal sahabatnya dan ia tahu kalau Maroon sedang tidak berbohong. "Rei, ini Karen. Sahabatku dari kecil sampai sekarang. Dia cantik tapi menyebalkan." Ujar Maroon sambil nyengir tak berdosa, Karen mengerucutkan bibirnya, "dan Karen, ini Rei. Dia mesum." Maroon kayaknya minta dihajar nih. Suaranya juga lantang saat mengatakannya. Cowok yang dipanggil Rei itu hanya bertingkah kayak anak kecil yang sedang ngambek. Karen tersenyum tipis, baginya Maroon asyik jika menyebalkan seperti ini.
Karen mengibas-ngibas tangan pada salah satu pelayan, "Mesan apa?" Tanyanya. Maroon dan Rei tampak berpikir-pikir melihat menu dalam daftar yang diberikan pelayan tersebut.
"Aku nasi goreng spesial ajalah... sama dengan Rei..." Rei tampak tak keberatan dengan pilihan Maroon, jadi Karen setuju aja.
"Baiklah, miss. Saya sebut ulang pesanannya, ya... satu...bla bla bla..." pelayan wanita itu menyebut pesanan mereka, lalu dibalas dengan ucapan terimakasih Maroon serta anggukan malas Karen. Pelayan itu pun berlalu.
"Kena sial?" Maroon meletakkan tas tangannya kemudian menopang dagu dengan kedua punggung tangan.
Karen mengangguk lunglai, "yes... because a son of b**ch!" Umpatnya. Rei bergidik ngeri karena keagresifan Karen, malahan Maroon kelihatan tidak keberatan atas kata-kata sahabatnya, ia tampak tertawa.
"That's normal, Karn... Hati-hati membenci seorang cowok, lo~… bisa aja nanti... ehm..ehm..." Maroon menaik turunkan kedua alis rapihnya dan nyengir jahil.
"Oh, c'mon, Marn... Its a f**cking shit to fall in love whit him!" Karen mengumpat-umpat lagi sambil mengacak rambutnya menggunakan kedua tangannya. Rei melongo lebar, sebab ia merasa gadis yang didepannya lebih parah darinya.
Maroon tertawa renyah, disitu juga pesanan mereka datang, hanya minuman, belum makanan.
Mereka menyeruput minuman masing-masing sambil memandang kearah yang berbeda-beda. Karen tersenyum tipis. Ia senang. Ia sangat senang bisa berkenalan dengan Maroon. Ia sahabat yang terlalu baik, hatinya sama dengan wajahnya. Karen tersenyum lagi, mereka sampai sekarang masih saling memanggil Karn dan Marn.
Maroon pun ikut tersenyum saat menyadari tempat duduk mereka yang menampakkan pemandangan yang bagus sekali, ternyata Karen masih ingat kesukaannya.
"Well... siapa nama cowok yang nyuri hati lo itu?" Maroon menatap Karen dengan wajah tanpa dosanya.
"Nyuri hati gue??? Hell'o! Dia pemabawa sial, Marn! Name's Ken! Kenya!" Karen menyeruput jus mangganya kuat-kuat untuk menahan kesal.
Maroon tampak tersenyum tipis, "Apa faktor dan penyebab lo jadi gak suka samanya?"
Karen menepuk-nepuk jidatnya berlebihan dan mengumpat-ngumpat kesal, "Oh my god! Lihatlah mukanya waktu memasuki kelas, sok cool, datar, minta ampun! Gue benci lihat muka itu waktu menghampiri mejaku!"
Maroon membelalak kaget, "kalian sebangku?!"
"Ugh... no but Yes! Malah, aku dijodoh-jodohkan dengannya. Parahnya, Tyro pindah, dan setan itu menggantikannya! Lihatlah, aku pasti akan beratatap muka dengannya tiap saat!!!" Karen berbicara keras tanpa sadar mengundang perhatian orang dimeja lain. "Oops... sorry..." bisiknya canggung.
Maroon menampakkan cengingirannya kemudian menyeruput teh herbalnya kembali, "Jadi, dia sok cool atau benar-benar cool?"
Karen tampak berpikir, "Cool, but no ice!" Ujarnya apa adanya. Maroon mengangguk, serta mengambil kesimpulan, bahwa Karen sama sekali tak menganggap Ken masuk kategori cool. "Tapi, aku yakin dia orang baik..." gumam Maroon, dibalas pelototan Karen.
"Hey! Dia nggak baik sama sekali!" Ujar Karen setengah berteriak. Untunglah tidak terlalu kuat, sehingga tidak mengundang perhatian orang lain. "Tapi dia sopan, sih..." tambah Karen.
"Bukankah kau sukanya sama orang yang menyebalkan? Kalau hanya baik, kamu pasti menganggapnya mainan." Tanya Maroon sekaligus memberikan pernyataan. Karen seketika terdiam. Ia jadi teringat pada Ridho yang dulunya suka ia ganggu, sebab Ridho termasuk berandalan semasa dia SMP, tapi sekarang mereka tak pernah bertemu lagi. "Karena gue menyebalkan, makanya lo senang dengan gue kan?" Tambah Maroon lagi, membuat Karen benar-benar bungkam sekarang.
Apa yang dikatakan Maroon, ada benarnya.
"Ngomong-ngomong... lo sehat aja, kan?" Tanya Maroon. Karen tidak bergidik sama sekali. Suara-suara keramaian seakan tidak menembus gendang telinganya. Matanya hanya fokus pada jam yang sudah menunjukkan pukul 10.30 lewat, seakan jam itu terlalu besar dan bunyi detiknya menghantui indra pendengarannya.
Karen menghela nafas lirih, "Sepert biasa...." nada ketakutan tampak dari nada bicara Karen, dan Maroon tampak mengerti apa yang dipikirkan Karen sekarang.
Dari itu, Karen tidak beragumen lagi. Sampai akhirnya, ia bersama dengan Maroon dan Rei berpisah didepan gedung caffe. Ia memperhatikan mobil Inova tersebut berlalu dari matanya, barulah ia mendarat di mobilnya sendiri.
Dalam perjalanan pulang, ia hanya merenungi apa yang harus ia lakukan pada esok harinya.
(+++)
KENYA POV_
Kuperhatikan baby facenya yang terlihat kurang semangat hari ini. Kesal saat dia marah-marahan, tapi aku juga kesal saat melihatnya murung seperti ini. Tanpa ba-bi-bu, aku langsung mendarat di tempatku dan mengacak ngacak telapak tanganku depan wajahnya.
Dengan wajah penuh tak minat, ia melirikku sekilas, tapi setelah utu, pandangannya kembali beredar kearah langit.
"Hey, drama queen! How's your day?" Ujarku dengan nada agak ceria, padahal aku tahu, sekeras apapun aku orang yang datar dan sangat datar, dan membosankan. Aku memutar-mutar ujung rambutnya yang ikal.
Ia menepis tanganku tersebut, lalu memutar kepalanya sehingga yang kulihat hanyalah rambut indahnya.
"Hey.... jangan gitu, dong..." ujarku memelas.
Lalu ia memutar kepalanya lagi, tapi sekarang menghadapku. "Akting bagus..." ujarnya malas. Aku tertawa kecil setengah bergumam.
"Nanti latihan lagi?" Tanyaku, sekarang aku berharap ia menjawab iya.
Beberapa detik tak ada jawaban. Mata jernihnya hanya memandangku datar, sampai terdengar bunyi bel masuk sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Queen
RomanceBakat yang luar biasa! Tapi, kepalanya keras kali! Tapi, apa dayanya? Kamilah peran utamanya. Aku dan Dia. Sampai pada akhir dunia berputar pun, tetap Aku dan Dia.