"Sampai sini Bagas paham?" Aku terdiam lamaaa sekali. Pikiran bercabang. Satu mikirin cara kelarin target harian biar produktif sebagai pelajar, satunya lagi bahas soal strategi biar isi artikelku berbobot.
"Bagas?" Sentuhan samar di tangan efeknya udah kayak dirayapi kecoak, buat tersontak dan nyaris jatuh terjungkal bersama kursi. Cepat-cepat mengangguk seraya atur ritme detak jantungku. Sumpah, si Vinci kalau nyadari orang gak ada beda sama Venchy. "Tadi Bagas melamun? Biar nanti belajar bersama lagi."
"Aku rasa ... perlu belajar ulang lagi deh, Vin," kataku----pura-pura----mengerling jengah. "Tapi aku harus kembaliin modul fisika Uwel, takut dia gak belajar dan ... kau tau kan perilaku dia?"
"Yang itu, ya. Aku gak berani bayanginnya....." Mungkin kujelaskan sedikit perihal tingkah Uwel yang kami maksud.
Uwel kalau gak belajar atau baru selesai urusi hal prioritas di otaknya, tingkat kegabutan makin tinggi bahkan kegiatan orang nolep yang dianggap gak berguna malah terkesan berbahaya bila Uwel yang melakukannya. Ambil contoh ... dia iseng ikuti tantangan di tikitoko yang gambar kotak hitam di tangan kemudian jepret dalam keadaan lampu flash hampir menempel dengan gambar tadi. Dari amatanku, jika lakukan hal tersebut bakal terasa tersengat listrik.
Kampretnya, si Uwel malah ketagihan dan jadikan tantangan tikitoko tadi sebagai daftar kegiatan paling berfaedah. Kata dia, sengatan listrik yang dirasa sangat candu.
"Buat jadwal belajar bersamanya diskusi aja sama Uwel," kataku buru-buru beranjak keluar peluk isi totebag merah----puluhan buku tulis hasil tulisan si ketos ter-absurd. "Aku ikut aja."
"Oke." Lariku langsung melejit di atas rata-rata, menyenggol beberapa murid, terlebih masuk lorong undakan menuju lantai atas. Sempit. Banyak orang. Sumber penghambatnya malah siswa-siswa doyan nongki lagi. Tak lupa kuketuk pintu ruang OSIS, meski aku sering diperingati supaya masuk saja mau itu penting atau gak.
"Biasanya kalau kamu ke sini mau menyampaikan sesuatu yang penting." Daku disambut tebakan pembuka yang jelas melenceng. Bukan, setengah melenceng.
"Aku hanya kembalikan buku milikmu," kataku menaruh totebag di meja kerja Uwel. "Malas sekali aku berurusan denganmu."
"Oh, ya?" Dia terkekeh renyah di sela baca makalah yang kuduga proposal acara sekolah. Gak terlalu minat. "Kau benar-benar paham dengan penjelasan di buku itu? Kukira kau butuh waktu berminggu-minggu supaya ngeh dengan pemahamanku."
"Idih, jangan kelewat optimis atas otak encermu, Uwel." Mumpung masih istirahat, gak ada salahnya aku habiskan waktu disini, meladeni ocehan Uwel yang terkadang cukup menarik.
"Aku dengar dari anggota eskul mading...." Nahkan. Apa kubilang? "Kamu ikut event seleksi penulisan artikel bertema kriminal. Apa itu benar?"
Mula-mula aku menegang dengar tebakan Uwel. Nyatanya mau menghindari sebaik mungkin, Uwel tetap lelaki dengan keingintahuan yang tinggi, belum puas jika rasa penasaran masih menggelora. Ditambah mulut mereka gak bisa dikontrol, ambyar lah usahaku. "Iya, kuperingati kau jangan bantu aku."
"Baiklah." Uwel kedikkan bahu. "Padahal aku hanya beritahu kamu soal orang yang mengincar mangsa kita."
"Mengincar mangsa kita?" Sial, kenapa aku malah penasaran? Ini sama saja aku menjilat ludah sendiri. "K-katakan padaku mengenai orang tersebut."
"Kau sendiri yang menolak uluran tanganku," kata Uwel tersenyum lebar, menghiasi matanya yang menyipit. "Memberikan informasi penting ini kan jatuhnya membantumu."
"Aku tau itu, Uwel!" Kugebrak meja hingga gelas plastik jatuh. "Katakan padaku. Sekarang juga!"
"Boleh, asal kamu harus lolos seleksi dalam event itu." Dia bersandar dan kembali baca proposal. "Atau ... kau mau menumpas gengmu sendiri tanpa bantuan siapa-siapa? Kupikir kau cukup kuat untuk menghancurkan geng yang susah payah kau buat, tanpa campur tangan aku dan Venchy."

KAMU SEDANG MEMBACA
Pain Between Us
Ficción General8 tahun telah berlalu. Satu per satu telah menjadi sukses, termasuk Zeka yang baru bisa pulang dari kegiatan mengabdi pada negara. Banyak harapan yang ingin ia wujudkan begitu sampai di daerah kelahirannya, tapi semua itu berujung penuh teka-teki. A...