BAGIAN 20

3.2K 259 30
                                    

Pagi sudah kembali, sudah saatnya bagi remaja yang masih duduk dibangku sekolah terutama tingkatan SMA kembali dengan rutinitas mereka yaitu belajar disekolah.

Auris kali ini berangkat bersama Xavier, dan saat ini mereka dengan diparkiran sambil bercanda ria dengan inti geng Valentzas. Tak lama kemudian datanglah Vani dkk. Chyra sempat terhenti dan melihat ke arah Auris yang sedang bercanda dengan inti geng Valentzas diikuti Vani dan Salsa. Tak lama kemudian Chyra langsung berjalan duluan menuju kelas. Vani dan Salsa merasa tak enak kepada Auris, namun saat ini hati Chyra sedang tidak baik, akhirnya mereka mengikuti Chyra ke kelas.

Auris tersenyum miris melihat teman-temannya berubah seperti sekarang. Namun Auris tetap saja Auris. Ia bodoamat dan tidak peduli sekitar.

"Are you okey?" Tanya Arven kepada sang adik.

"I'm okey" jawab Auris.

"Apa perlu gue bertindak untuk mereka?" Tanya Xavier kepada Auris.

"No, ini bagian gue." Jawab Auris tersenyum smirk.

"Sepertinya ini akan seru" tebak Agil.

"Fokus ujian, mingdep udah ujian" ucao Rangga.

"Setelah lulus kalian akan kuliah dimana?" Tanya Auris.

"Gue rencana mau ke Swiss, kuliah disana sekaligus ngurus bisnis keluarga yang ada disana" ucap Rangga.

"Kalau gue ke Jerman, gue lolos beasiswa disana" ucap Agil.

"Gue ke Amerika, dapet beasiswa juga disana" ucap Axel.

"Gue ke Paris" ucap Arven.

"Kalau lo, Vier?" Tanya Agil kepada Xavier.

"Gue ke Amerika" ucap Xavier.

"Lalu geng Valentzas gimana kalau kalian nggak ada yang di Indonesia?" Tanya Auris.

"Kita pengen memperluas kekuasaan sampai luar negeri, untuk Indonesia sudah ada penanggung jawabnya" jelas Xavier.

"Meskipun begitu kita masih bisa kumpul, kita masih bisa pulang sebulan sekali atau per semester" ucap Arven.

"Gue yang bakal kangen banget sama kalian" ucap Auris.

"Adek kan habis ini baru kelas 12, masih bisa setahun disini" ucap Axel.

"Bulan depan adek harus ke Italia untuk melanjutkan kelas 12." Ucap Auris lesu.

"Kenapa nggak disini saja?" Tanya Xavier.

"Betul, kan nanggung cuma setahun" tambah Rangga.

"Tujuan gue ke Indonesia buat cari pelaku itu, dan pelakunya sudah ketemu, dan setelah semua selesai, gue harus melanjutkan sekolah gue di Italia, menyelesaikan S1 disana juga. Kalian punya mimpi yang harus kalian kejar, begitupun gue, gue juga punya mimpi yang harus gue kejar" jelas Auris.

Xavier memeluk Auris yang duduk disampingnya di atas kap mobil. "Dan gue akan lamar lo dihari kelulusan lo" ucap Xavier.

"Ce eleh pak bos, bucin mulu." Ledek Agil.

"Sirik aja sih" sewot Xavier membuat gelak tawa yang lain.

Auris menatap Xavier yang kesal itu dan mengalungkan tangannya pada leher Xavier. "Gue tunggu saat itu tiba" ucap Auris tersenyum tulus.

Xavier sontak menatap Auris.

Cup

Xavier mencium kening Auris lembut. Kemudian tersenyum menatap Auris.

"Masuk masuk woy, jan bucin terus" ledek Rangga.

"Kasian banget sih anak orang harus lihat keuwuan kalian, padahal hubungan kalian tanpa status" ucap Agil dramatis.

"Status aja nggak cukup kalau nggak ada komitmen" ucap Auris santai dan langsung meninggalkan parkiran menuju ke kelas.

"Adek gue dewasa banget" ucap Arven menatap punggung Auris bangga.

"Adek kita" Ucap Axel tak mau kalah.

"Calon istri gue" ucap Xavier juga tak mau kalah.

"Princess kita semua" ucap Agil dan Rangga bersamaan.

***

Auris tiba di depan pintu kelasnya. Ketika ia masuk ke dalam kelas, pemandangan yang ia lihat adalah tatapan sinis dari Chyra.  Auirs melirik sebentar lalu menuju ke tempat duduknya. Inilah Auris, tidak peduli sekitar dan sifat bodoamatnya ini yang bisa menjadi bencana untuk semua orang. 

"Masih berani juga ya nunjukin muka" sindir Chyra.

Auris nampak tidak peduli dan bodoamat, ia fokus pada game yang ada di HP nya. Baginya Game lebih penting daripada menanggapi hal yang nggak berguna dan buang-buang waktu pikirnya.

Vani dan Salsa hanya melirik saja karena mereka masih bingung harus berbuat apa karena mereka belum mendapatkan informasi apapun soal ini. Sedangkan Chyra yang sindirannya tidak ditanggapi oleh Auris, ia merasa kesal sendiri.

"Sial, gue dicuekin sama tuh anak" gerutu Chyra pelan sehingga Vani dan Salsa tidak dapat mendengarnya.

Ketika Chyra ingin memberikan sindiran lagi, tiba-tiba guru datang sehingga membuat Chyra tambah kesal. Pelajaran pun dimulai dengan tenang karena saat ini mereka sedang melakukan ulangan yang sebelumnya sudah diberitahukan oleh guru bahwa hari ini mereka ulangan. Siapa yang selesai duluan bisa istirahat duluan.

***

Kring!

Kring!

Kring!

Jam sekolah telah usai. Saat ini Auris sedang berjalan menuju toilet, ditengah perjalanan ia melihat Chyra dan Jesi sedang berbicara di lorong dekat gudang dimana lorong itu sangat jarang dilewati oleh siswa dan siswi yang lain. Auris yang penasaran mencoba untuk menguping karena siapa tau ia mendapatkan bukti yang ia mau pikirnya.

"Kita harus mencari tau siapa yang mengamankan barang bukti itu" ucap Chyra dengan serius.

"Kita?" tanya Jesi remeh. "Lo aja kali, gue nggak peduli soal itu" ucap Jesi malas.

Chyra merasa geram karena Jesi mengabaikan perintahnya. "Lo harus ikutin apa kata gue kalau lo nggak mau masuk penjara" Chyra mencoba mengancam Jesi.

"Yang bunuh dia itu lo, bukan gue. Sedangkan gue hanya ngancam dia saja pakai tuh pisau agar dia jauhin Xavier, karena dia nggak mau nurutin apa kata gue, dengan seenak jidat lo ambil tuh pisau dari tangan gue dan lo tancepin tuh pisau ke dada dia hingga dia mati seketika" ucap Jesi menunjuk wajah Chyra.

Chyra merasa tidak terima dengan apa yang di ucapkan Jesi, karena menurutnya ia tak salah, ia tak akan menusukkan pisau itu ke dadanya kalau Jesi tak membawa pisau itu. "Gue nggak akan nusuk Xelina dengan tuh pisau kalau lo nggak bawa tuh pisau" ucap Chyra tak terima dan sudah tersulut emosi.

Auris yang mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan dari mulut Chyra langsung mengepalkan tangannyan dan menahan emosinya. Karena ia harus mendengarkan pembicaraan selanjutnya.

"Gue itu hanya sekedar suka sama Xavier dan hanya ngancem Xelina agar dia mau jauhin Xavier, bukan kayak lo yang terobsesi sama Xavier dan berusaha menyingkirkan Xelina yang saat itu dekat dengan Xavier tanpa lo tau apa hubungan Xelina dengan xavier." ucap Jesi.

"Gue nggak peduli, karena apa yang gue inginkan harus jadi milik gue bagaimanapun caranya. Termasuk menyingkirkan sahabat gue sendiri" ucap Chyra dengan senyum jahatnya. "Dan sekarang kita harus mencari dimana pisau itu lalu kita singkirkan pisau itu agar tidak ada barang bukti apapun karena selain ada sidik jari gue, disitu juga ada sidik jari lo" ucap Chyra kepada Jesi.

"Harusnya lo tuh nggak ninggalin Xelina gitu aja dengan pisau yang masih nancap di dadanya"Jesi menyalahkan Chyra.

Auris sudah tidak kuat mendengar itu semua, ia meninggalkan lorong tersebut dengan air mata yang sudah membasahi pipinya tanpa Chyra dan Jesi ketahui kalau Auris sudah mendengar pembicaraan mereka.

AURIS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang