Malam Hari
Jam dinding menunjukkan pukul 07.00 malam, saat itu Iren, Ara dan Jojo tengah berada di ruang TV. Ara tidak sengaja melihat Jojo yang berusaha menahan kantuknya, dengan sesekali matanya terpejam lalu tiba- tiba terbuka kembali, saat kepalanya tergolek karena lehernya tak bisa menopangnya tanpa kesadaran penuh.
Ara menahan senyumnya lalu memegang pundak Jojo. "Apa kau sudah mengantuk?" Tanya Ara
Jojo menoleh ke arah Ara dengan mata yang sedikit sipit, terlihat matanya memerah karena menahan kantuk. "Hmmm...." Jojo bergumam.
Lalu Ara menyuruh Jojo untuk tidur di kamar Ara, sementara dirinya akan tidur bersama Iren di kamar Iren. Karena di rumah itu hanya ada dua kamar tidur. Ara dan Iren masih belum mengantuk, mereka terbiasa bersantai sambil menonton acara di televisi di ruang keluarga sambil menunggu rasa kantuk menghampiri kedua mata mereka.
Ketika mereka sedang asyik menonton acara televisi, tiba- tiba terdengar teriakan Jojo dari kamar Ara, karena memang jarak kamar nya sangat dekat dengan ruang keluarga.
"Mommy...." Teriak Jojo dengan keras.
Ara dan Iren terlonjak kaget, mereka langsung berlari ke kamar Ara, saat membuka pintu terlihat Jojo sedang duduk dengan nafas yang tersengal-sengal dan keringat yang membasahi tubuhnya. Ara mencoba mendekati Jojo, lalu duduk di sisi ranjang.
Jojo menoleh ke arah Ara saat dia sadar Ara tengah duduk di sampingnya, lalu memeluknya dengan erat tanpa aba-aba.
"Aku takut Ara, mimpiku seram sekali." Seru Jojo sambil menguatkan pelukannya.
Deg... deg... deg....
Jantung Ara berdetak tak karuan, ini pertama kalinya dia di peluk oleh seorang laki-laki. Walaupun dia pernah berpacaran tapi dia selalu enggan jika melakukan hal-hal yang menurutnya sedikit mesra seperti melakukan kontak fisik atau semacamnya. Baginya berpacaran hanya untuk menjaga image-nya saja di hadapan teman-temannya dulu yang sudah mempunyai pacar semua.
Tapi anehnya, Ara selalu menggunakan alasan tidak bisa melupakan mantan pacarnya saat ada laki-laki lain yang mencoba untuk mendekatinya. Menurutnya alasan itu yang paling logis dan paling cepat di mengerti untuk menolak mereka secara halus.
"Oh...Tuhan, tubuhnya kekar sekali apa dia benar-benar seorang idiot?" Batin Ara.
Ara meronta mencoba melepaskan pelukan Jojo yang terasa sesak. "Lepas kan dulu Jojo! Aku tidak bisa nafas." Pinta Ara dengan nafas yang tersengal.
Jojo tersadar, lalu perlahan melepaskan pelukannya. "Maaf Ara!" Ucap Jojo dengan sendu.
Ara mencoba mengatur nafasnya. "Otakmu seperti anak kecil, tapi saat kau memeluk tubuhku, seperti kau ingin memakan ku saja." Seru Ara sambil berdecak pelan.
Jojo memandang lekat wajah Ara. "Ara, apa kamu mau menemaniku tidur? Saat aku bermimpi buruk seperti ini, mommy selalu menemani ku dan memelukku sampai aku tertidur lagi." Ucap Jojo dengan penuh harap.
Membuat Ara membelalakkan matanya begitu terkesiap. "Yang benar saja, aku bukan mommy mu." Ara berdecak kesal, kata-kata itu lolos begitu saja dari mulutnya.
Jojo merasa sedih, dia kembali menunduk lalu duduk sambil menekuk kedua lututnya dan memeluknya erat, Jojo menenggelamkan kepalanya ke dalam lututnya tersebut.
Iren berdehem dan membuat Ara menoleh. Iren memberikan kode sebuah anggukan kepala pada Ara. Agar Ara mau menerima permintaan Jojo. Iren merasa iba dengan ketakutan Jojo.
Ara berdiri melangkah mendekati Iren yang berdiri di samping ranjang. "Aku tidak mau bibi, bagaimana kalau dia benar-benar pura bodoh, lalu menyerangku saat aku sedang terlelap tidur." Bisik Ara sambil bergidik ngeri membayangkan hal- hal yang tidak-tidak.
Iren tersenyum lucu. "Kau sendiri yang tadi meyakinkan ku kalau dia itu beneran sakit. Kalau tidak, mengapa kau membawanya kesini dan memberikan kamarmu padanya?" Ucap Iren sambil terkekeh.
"Lihatlah! Dia begitu ketakutan. Apa kau tega melihatnya seperti itu sampai pagi?" Imbuh Iren membujuk Ara.
Ara berpikir sejenak, memperhatikan Jojo yang masih memeluk lututnya dengan kencang. Dia juga tidak tega. Lalu Ara menghela nafasnya berat "Baiklah, tapi bibi temani kami juga kita akan tidur bertiga." Ucap Ara memberi syarat.
Iren terdiam lalu menoleh menatap ranjang Ara. "Tapi ranjang mu hanya cukup untuk dua orang saja Ara." Seru Iren.
"Kalau begitu, bibi saja yang temani dia tidur! Ara tidak mau."
Iren tersenyum geli mendengarnya, entah kenapa pikirannya jadi kemana-mana saat Ara menyuruhnya untuk tidur berdua dengan Jojo.
"Bibi juga tidak mau, rasanya jika tidur dengan pemuda tampan ini malah seperti sedang mengkhianati suamiku di surga sana, dan membuatnya lebih terluka dari pada harus menikah lagi." Kelakar Iren tapi dengan nada serius.
Ara tertegun, bahkan Iren bisa terpikir seperti itu saat melihat daya tarik laki-laki bak seorang model kelas dunia di hadapannya itu. "Tapi sayang IQ nya jongkok." Pikir Ara.
"Ish... Bibi ini bicara apa, bahkan dia lebih pantas menjadi anakmu." Ara berdecak kesal.
Iren tertawa pelan. "Bibi juga perempuan Ara, apalagi dia tidak punya hubungan darah denganku, bagaimana aku bisa menganggapnya sebagai anakku? Kecuali aku yang urus dia sejak kecil." Ucap Iren dengan nada genit.
Ara menepuk keningnya. "Ah... ya ampun, aku tidak menyangka bibi mempunyai sisi genit seperti ini." ucap Ara sambil mendengus pelan.
"Lalu bagaimana?" Tanyanya lagi.
"Kau saja yang menemaninya tidur di ranjang dan Bibi akan menemani kalian tidur disini dengan kasur lipat." Ucap Iren sambil menunjukkan jari nya ke bawah lantai yang sedang dia pijak.
"Ide yang bagus, tapi... apa tidak apa-apa Bibi tidur di lantai?" Tanya Ara khawatir dengan kesehatan Iren.
Iren menggeleng. "Bibi juga tidur dengan kasur Ara, cuma posisinya di bawah saja. Kasur lipatnya cukup tebal kok, jadi Bibi tidak akan kedinginan." Ucap Iren meyakinkan.
Ara merasa lega.
"Kalau begitu aku setuju."🐷🐷🐷
Hy Readers, janlupa Komen and Votee yaa biar makin semangat nih ngetiknyaaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda Idiot
RomansKarena rasa kasihan dan ingin membalas jasa, Tyara Arriella terpaksa harus menerima tawaran pernikahan dari ibu seorang pria yang mempunyai keterbelakangan mental, guna menyembuhkan penyakitnya tersebut. Disetiap fase kesembuhannya, sang suami mempu...