8.

7 5 2
                                    

Ribuan detik telah mereka lewati dengan hanya berada di dalam mobil, melewati hutan yang semakin lama terlihat semakin menyeramkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ribuan detik telah mereka lewati dengan hanya berada di dalam mobil, melewati hutan yang semakin lama terlihat semakin menyeramkan. Hari mulai sore, tapi desa yang mereka tuju masih belum terlihat.

"Noel, apa jalannya benar ke sini?" tanya Syera memastikan.

Noel mengangguk ragu. "Kalau kata Kakek tadi, jalannya ke sini. Dia pernah tinggal di desa itu dulu. Sebelum akhirnya pindah karena memang semua penghuninya memilih meninggalkan tempat itu."

"Gimana kalau kita nyasar? Di sini gak ada sinyal, lho! Ah, Noel, gimana ini?" cecar Syera.

Rafa memutar mata kesal. "Lebay."

"Lebay?! Lu gak takut kalau kita bisa aja nyasar?" bentak Syera. Mukanya mulai memerah menahan emosi. "Lu gak paham gimana rasanya—"

"Berisik," potong Axel yang langsung membuat Syera kembali mengatupkan bibir.

Axel sendiri sudah mempunyai firasat kalau ini jalan yang benar. Meskipun jalannya sudah ditutupi semak setinggi lutut, mobil yang Axel kendarai masih dapat melewatinya dengan baik. Hingga sampailah mereka di ujung jalan. Mereka dihadapkan semak belukar yang cukup tinggi, tidak memungkinkan mobil untuk menerobos.

"Nah, 'kan, kita udah pasti nyasar!" resah Syera. Wajahnya gelisah, tangannya bergerak tak bisa diam. Bukan hanya Syera, yang lain pun tampak panik. Bisa saja mereka betul-betul nyasar, 'kan?

"Mau kembali ke jalan tadi aja, Xel?" saran Dion. Axel menggeleng. Bisa-bisa bensinnya habis, dan mereka terhenti di tengah jalan.

"Kita berkemah di sini. Kalau kalian dengar dengan baik, di dekat sini ada suara aliran air. Kalian bisa periksa, tapi jangan sendirian. Mengerti?" putus Axel.

Mereka hanya bisa menurut. Tidak mungkin mereka tidur di mobil lagi dengan AC menyala, pemborosan bensin.

Setelah Axel, Dion, dan Rafa menurunkan keperluan berkemah dari atas atap mobil, Rafa dan Lexa dengan telaten mempersiapkan tenda. Rafa memang paham caranya karena orang tuanya menjual keperluan berkemah, sedangkan Lexa pernah mengikuti ekskul pencinta alam, jadi sudah terbiasa mendirikan tenda, terutama tenda besar.

Rafa dibantu Noel, sedangkan Lexa dibantu oleh Axel. Syera menyiapkan makanan untuk dihangatkan, dan Dion mencari kayu untuk dibakar.

"Selesai!" seru Lexa kegirangan, "ayo, kita bobok!" Segera Lexa menggelar karpet dan melempar bantal ke atasnya, lalu merebahkan diri dengan santai.

Dion terkekeh begitu melihat Lexa seperti ikan yang menggelepar di darat, karena Lexa terus berguling dari ujung tenda ke ujung yang lain, dan bergerak tidak beraturan. Kayu yang sudah ia dapatkan, ia letakkan berjarak dari kedua tenda.

Axel mengembus napas pelan, lalu menarik kaki Lexa pelan. "Makan dulu. Kita masih ada satu rantang lauk dan sayur dari Mbah Asih. Cepat dimakan sebelum basi."

The Secret UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang