[ON GOING]
⚠Jangan lupa follow author!⚠
Alexi dan Alexa, sepasang saudara kembar yang tanpa sengaja terlibat hal mistis setelah mengetahui tentang rumah peninggalan Kakek mereka. Teror-teror menyeramkan mulai berdatangan mengganggu Alexa.
Alexi-lela...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lexa! Lexa! Astaga, kenapa tiba-tiba jadi begini?!" pekik Syera panik. Tangannya terus mengguncang kepala Lexa.
Noel juga ikut panik. Fajar sudah menyingsing. Namun, saat ini mereka hanya bertiga di rumah Kakek-Nenek Noel. Para laki-laki dan si empunya rumah tengah pergi memanen sayur untuk dimasak.
"Telepon Axel, Noel!" perintah Syera.
Noel memucat. "Nggak ada sinyal .... A-aku minta bantuan warga setempat dulu." Ia berlari ke luar rumah.
Syera semakin berang. Sudah cukup ia harus menginap di perkampungan. Sekarang, rasa kesalnya ditambah Lexa yang seperti kesurupan terus menjerit dan meronta. "Lexa ... lu kenapa?"
Belum lama, rumah Kakek-Nenek Noel mulai ramai oleh warga setempat. Hingga seseorang lanjut usia dengan rambut putih keseluruhan memasuki rumah.
"Ono paran, Beng?" tanyanya. (Ada apa, Nak?)
"Hah?" Syera hanya menganga tidak mengerti.
"Iki, Mbah, kanca isun moro-moro gedig enan," ucap Noel seadanya. Dirinya sudah lupa-lupa ingat dengan bahasa khas kampungnya—Bahasa Osing. (Ini, Mbah, temanku tiba-tiba seperti ini.)
Orang yang disebut Noel dengan 'Mbah' pun akhirnya meletakkan tangannya pada dahi Lexa yang masih terus berteriak. Beberapa orang mulai memegangi tangan Lexa yang semakin bergerak tak karuan.
Suasana semakin riuh. Noel dan Syera beringsut mundur. Mata mereka menatap tak percaya, tidak pernah melihat hal seperti ini secara langsung. Sangat menyeramkan. Seketika bulu kuduk mereka meremang. Keberanian mereka menguap. Bimbang harus tetap ikut melanjutkan, atau ... berhenti tepat di sini.
"Ada apa?" Suara yang sangat melegakan menyapa pendengaran mereka.
"Axel! Lexa, Xel!" seru Syera panik.
Axel langsung berlari menerobos beberapa orang sambil mengatakan permisi. "Lexa!"
Lexa sudah lebih tenang. Keringatnya membanjiri tempat tidur. Matanya membuka lemah. "Kak ...," lirihnya.
"Lha, apwuo ono Mbah Timin? Ono paran, yo, Noel?" Pertanyaan Kakek Noel—Mbah Joko—menyadarkan Noel dari pikirannya. (Lha, kenapa ada Mbah Timin? Ada apa, ya, Noel?)
Noel membalas tatapan penuh kebingungan keduanya dengan tatapan ragu. "Noel ugo bengok, Mbah."
"Hang amening, yo, Beng. Iro duwe tatag atin, amung awak iro hang wis lesuh. Taping, iro wedok hang wanen. Sing weruh wedi. Mugi urip iro bungah selawase," pesannya Mbah Timin pada Lexa. Lexa hanya mengangguk kurang paham.
Kakek Noel yang paham kebingungan Lexa, mulai menerjemahkan. "Maksudnya itu yang waspada, ya, Nak. Kamu punya hati yang kuat, hanya ragamu yang sudah lemah. Tapi, kamu perempuan yang berani. Tidak tahu takut. Semoga hidupmu bahagia selamanya."