CHAPTER 4

42 11 0
                                    

Semilir angin di saat bumi tengah didera hujan adalah sesuatu yang aneh. Air hujan itu terhuyung mengikuti arah angin sebelum jatuh pada permukaan. Sebenarnya ini sebuah peristiwa biasa saja, sering terjadi, dan bukan juga sebuah fenomena alam langka. Namun, karena suasana hati Cerrys sedang tidak baik, rasanya ia ingin sekali marah hanya karena beberapa percik air hujan mengenai dirinya.

Ia ingin sekali berteriak, menangis, sambil tubuhnya di guyur hujan. Mengatakan semua rasa dalam benak di tengah gemuruh suara petir yang kini tengah saling bersahutan.

Seharusnya, hari ini ia mendengarkan saran Vante untuk menunggu pria itu meeting. Tapi, karena tidak ingin berlama-lama di perusahaan, Cerrys memilih untuk pulang lebih dulu.

Sebenarnya, tindakannya ini adalah tidak benar. Sudah tugasnya menemani Vante meeting dengan beberapa pegawai untuk evaluasi mingguan, hanya saja ia tidak mau melihat Suga yang juga ikut serta dalam meeting bersama kekasihnya itu.

Sikap Cerrys memang sangat tidak prefesional. Hanya saja Cerrys butuh waktu untuk terbiasa dengan kondisi ini. lambat laun, Cerrys akan berusaha untuk bersikap biasa saja. Hanya saja, sekarang karena ia masih dalam kondisi patah hati, Cerrys masih belum kuat untuk menahan gejolak dalam benaknya jika melihat Suga dan Ivy yang terus bersama.

Anggap saja Cerrys egois. Ia memang tidak menginginkan hubungan Suga dan Ivy terus dalam kondisi baik. Cerrys menginginkan sesuatu terjadi pada hubungan mereka.

Ya, Cerrys memang egois. Tapi, Cerrys juga berharap bahwa keinginannya itu tidak bertahan lama. Sama seperti hujan yang terbawa arus angin, ia ingin keinginan buruknya juga terbawa oleh gulungan waktu.

Sekarang sudah pukul delapan malam, ia sudah menunggu hapir satu jam di halte bus bersama beberapa penumpang yang lain. Hanya saja berdasarkan info yang ia dapat, jalanan ke arah halte dekat perusahaan macet karena ada pohon yang tumbang menutupi jalan.

Cerrys tidak bisa memesan taksi karena takut membuka ponsel. Petir sedang saling bersahutan, ia tidak ingin sesuatu yang lebih tidak menguntungkan terjadi padanya.

Cerrys menghembuskan napasnya. Agaknya ia memang harus menunggu lebih lama lagi. Jadi, Cerrys kini mencoba mendudukkan dirinya dengan nyaman di kursi besi halte. Untung saja tidak banyak orang yang juga tengah menunggu bus bersamanya.

Di tengah penantiannya menunggu bus yang tidak kunjung datang, mendadak ada sebuah mobil yang kini terparkir di depan halte. Cerrys tahu betul itu mobil siapa, dan ia juga tidak terkejut saat melihat Vante keluar dari mobil dan menghampirinya.

Untung saja kondisi halte sedang tidak terlalu ramai, jadi yang menatap ke arah mereka juga tidak terlalu banyak. Meski begitu, tetap saja Cerrys jadi agak kurang nyaman.

Vante kini sudah berdiri di depan Cerrys. Sedikit menundukkan kepalanya karena kini posisi Cerrys tengah duduk sementara ia berdiri. "Ayo pulang!" ajak Vante.

Cerrys menghembuskan napasnya. Membenarkan letak tali pouch miliknya sebelum akhirnya bangkit berdiri. Vante melepas jas miliknya dan melebarkannya di udara menutupi kepalanya dan kepala Cerrys.

Cerrys sendiri kini tidak bicara, ia lebih mendekatkan dirinya pada Vante sebelum akhirnya Vante membawanya sedikit menembus hujan agar sampai di kursinya. Membuka pintu mobil dan membiarkan dirinya masuk terlebih dahulu. Setelah itu, Vante berlari mengitari bagian depan mobil sebelum masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelahnya.

Jas Vante sudah sangat basah. Jadi, ia meletakkan jas itu di bagian belakang sebelum mengambil sebuah selimut yang terlipat rapi di jok belakang dan memberikannya pada Cerrys.

Vante menyimpan selimut itu karena hampir setiap hari, mobilnya ini ditumpangi oleh Cerrys. Jadi, beberapa benda untuk gadis itu sudah ada di mobil Vante.

"Buka dashboard mobilnya, ada cokelat hangat dengan medium Sugar dan kue matcha," ucap Vante yang kini mulai menyalakan mesin mobilnya.

Cerrys kini menarik tutup dashboard dan menemukan makanan serta minuman yang Vante sebutkan.

"Kapan kau membelinya?" tanya Cerrys.

*Tadi, sebelum menjemputmu. Lagipula kenapa bebal sekali? Sudah kuminta kau untuk menunggu, malah dengan percaya diri berkata hujan bukan tandinganmu, ck."

Cerrys mendengus kesal. Selalu saja begitu. Vante itu pandai sekali membuat dirinya kesal. Meski itu memang kesalahannya, dan juga kekeras kepalaannya, tapi ya sudah tidak perlu di bahas.

Cerrys menggenggam cup yang berisi cokelat panas itu dengan kedua tangannya. Mencoba mengambil seluruh panas yang ada supaya bisa sedikit mengurangi rasa dinginnya.

Menatap ke arah jalanan yang dihujam oleh air hujan. Mobil Vante juga terlihat seperti tengah di serbu oleh ribuan rintik air hujan.

"Bagaimana dengan rapatnya? Semuanya sudah di evaluasi?" tanya Cerrys sambil menyeruput cokelat hangatnya.

"Eum," jawab Vante sambil mengangguk, "banyak peningkatan terjadi minggu ini. semua karyawan mengerjakan tugasnya dengan baik. Dan kabar mengembirakannya lagi adalah kita memenangkan proyek di Jeju."

Cerrys menganggukkan kepalanya mengerti. menyodorkan cokelat panas di tangannya pada Vante.

Tanpa pikir panjang, Vante juga meraih cokelat panas itu dari tangan Cerrys dan meneguknya. Berbagi minuman dalam satu wadah bukan sesuatu yang aneh. Mereka sering melakukannya. Tidak berarti apapun.

"Besok temani aku belanja bulanan, ya."

Vante mengembalikkan kembali cup cokelat itu pada Cerrys. "Sekalian tolong isikan juga dapurku, semuanya kosong. Malam ini buatkan makan malam juga, ya," pinta Vante.

"Wah, banyak sekali permintaannya. Buat saja sendiri!" ucap Cerrys kesal. Vante ini banyak sekali keinginannya.

"Ayolah Cerrys, setidaknya malam ini dan sarapan besok. Belanjaanmu besok biar aku yang bayar, bagaimana?" bujuk Vante.

Sebenarnya Vante bisa saja memasak sendiri, hanya saja kulkasnya memang tidak ada apapun. Hanya ada air putih dan beberapa kaleng soda saja. Ingin order makanan pun tidak tega pada kurirnya jika harus menembus hujan seperti ini.

"Ck. Datang ke apartemen setelah mandi. Pastikan kau mandi, ya! Kalau tidak mandi aku akan mengganti pasword apartemenku supaya kau tidak bisa masuk lain kali!" gertak Cerrys.

Ia benar-benar tidak ingin melihat Vante yang kacau, bau, dan benar-benar tidak enak di pandang. Cerrys juga tidak suka jika kaki kotor Vante malah menyentuh permukaan sofanya saat duduk. Akan menimbulkan bekas kotor dan Cerrys malas membersihkannya.

"Ah, omong-omong, kurasa ada sesuatu yang terjadi antara Suga dan Ivy hari ini," ucap Vante yang mengundang Cerrys untuk memusatkan seluruh perhatiannya pada topik yang akan Vante katakan.

"Maksudmu?" tanya Cerrys. Ia masih mencoba bersikap biasa saja. Tidak ingin terlalu terlihat penasaran. Meski dirinya tahu, jika Vante tahu betul dirinya selalu penasaran dengan apapun yang berhubungan dengan Suga. Selalu seperti itu sejak awal.

"Sebelum rapat di mulai, aku melewati ruangan Suga. Samar, aku mendengar suara seperti mereka sedang adu pendapat. Aku tidak berniat menguping, tapi terdengar sampai ke luar. Entah tebakanku itu benar atau tidak, tapi komunikasi mereka saat rapat tadi juga tidak begitu baik."

Cerrys menyandarkan punggungnya. Menatap kembali jalanan di depannya sambil sesekali menyendok kue matcha yang tadi Vante bawakan. Entah perasaan macam apa yang hinggap pada Cerrys. Namun yang pasti dirinya merasa penasaran, sekaligus berharap jika sesuatu memang terjadi pada mereka.

.

.

.

Tbc

IDIOSYNCRATICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang