CHAPTER 5

35 8 1
                                        

Memakan rappoki ditambah dengan beberapa bahan pelengkap di tengah hujan yang tengah mendera ini memang benar-benar menyenangkan. Hujan-hujan seperti ini memang sangat cocok bila di padukan dengan makanan bahan tepung yang berbentuk seperti cacing ini.

Cerrys kini juga tengah mendudukkan dirinya di samping Vante sambil menatap layar laptop yang menyalakan sebuah drama yang kini memang tengah Cerrys tonton mengisi waktu luang. Hitung-hitung sebagai hiburan supaya hatinya sedikit bisa membaik walau nyatanya saat bertemu dengan Suga rasanya sama saja.

"Cerrys? Akhir-akhir ini aku melihat kau seperti orang sakit. Bibirmu pucat, kinerjamu bahkan sedikit menurun. Kenapa? Ada masalah?" tanya Vante.

Ya, sebenarnya beberapa hari ini Vante merasa Cerrys agak sedikit aneh. Gadis itu nampak pucat, ditambah tubuhnya juga seperti lemas sampai kinerjanya yang pada awalnya sangat bagus jadi sedikit menurun meski tidak sampai tahap membuat banyak kesalahan.

Hanya saja Vante merasa aneh, sebab Cerrys tak pernah sampai seperti saat ini.

Pun kini Cerrys masih terdiam. Menyeruput mie-nya dan mengunyahnya dengan pandangan fokus pada layar laptop. Tidak mengindahkan pertanyaan Vante meski rungunya mendengar dengan jelas perkataan Vante.

Vante sendiri kini tidak mau memaksa. Tidak ingin gegabah meminta agar Cerrys langsung memberitahunya. Lagipula Vante tahu betul jika Cerrys ini memang agak sulit untuk bersikap amat jujur padanya, bahkan pada Suga sekalipun.

Sampai, Vante tidak membahas masalah itu lagi. Bahkan ketika mereka selesai makan dan dua-duanya tengah menyandarkan punggung pada kaki sofa. Vante ikut terhanyut dalam film yang tengah ia tonton bersama Cerrys sampai tidak peduli jika ia masih mengenakan setelan kantornya tanpa jas.

Bahkan, dasinya masih menggantung rapi.

"Besok aku ingin menanam bunga matahari, seperti itu!" ucap Cerrys sambil menunjuk bunga matahari yang ada di dalam film, kau tahu tempat di mana aku bisa membelinya?

"Kenapa tidak pergi ke rumah orang tuaku? Kurasa mereka punya beberapa bibit bunga matahari juga," usul Vante.

Cerrys menoleh, mengalihkan atensinya pada persensi Vante sebab merasa jika topik ini cukup menarik untuknya. "Benarkah? Bukankah kebunmu itu hanya kebun buah dan sayur?" tanya Cerrys.

"Lupa jika pekarangan rumahku juga banyak bunga?"

Cerrys menganggukkan kepalanya. Ia memang lupa ternyata. "Tapi akan melelahkan jika harus ke sana. Senin masih harus bekerja."

"Minta cuti. Jatah cuti kita tahun ini sama sekali belum di gunakan. Kita bisa ke sana minggu depan kalau mau. Minta cuti 3 hari ku rasa cukup."

Cerrys menganggukkan kepalanya setuju dengan usul Vante. Jarang-jarang sekali ia bisa berjalan-jalan ke kampung halama Vante. Ia selalu suka berjalan-jalan ke sana. Apalagi kebun Vante itu luas sekali. Banyak sekali buah dan juga sayuran yang di tanam di sana.

Terkadang, Cerrys hanya tinggal makan saja di sana. Ia bahkan bisa memetiknya langsung dari pohon.

"Jangan ajak Suga, bisa?" tanya Cerrys pada Vante.

Vante tersenyum, menganggukkan kepalanya dan tangannya tergerak untuk meraih kepala Cerrys dan membelainya lembut.

"Iya, aku tidak akan berkata padanya jika kita akan pergi ke rumahku. Ayah dan ibu akan senang dengan kabar kita ingin berkunjung," ucap Vante.

Cerrys diam saja saat Vante mengelus belakang kepalanya. Rasanya hangat. Ia merasa seperti sangat di sayangi. Cerrys sejujurnya takut jika perasaan yang sama seperti rasa ia pada Suga, tumbuh juga pada Vante.

Cerrys tidak mau, tidak siap, dan sebisa mungkin untuk tetap menjaga. Perlakuan Vante itu kelewat sangat perhatian. Cerrys suka sekali. Seperti di sayang, di perhatikan, bahkan Cerrys tak pernah merasa sendirian sebab ada Vante.

Dibanding Suga, Vante lebih dekat dengan dirinya. Vante lebih humoris, ketimbang Suga yang lebih banyak diam, sedikit temperamental dan terlalu serius. Wajahnya juga sebenarnya lebih tampan Vante, namun Suga itu punya sisi yang membuat dirinya justru malah lebih tertarik pada Suga ketimbang Vante.

Sekarang posisinya berbeda, setelah tahu jika Suga sudah memiliki Ivy, Cerrys merasa di tinggalkan oleh Suga. Sementara Vante selalu ada. Cerrys hanya tidak ingin menjadikan Vante sebagai sasaran agar ia bisa melupakan Suga. Itu terdengar jahat sekali.

"Kau serius tidak punya pacar?" tanya Cerrys pada Vante yang kini menatapnya bingung.

"Ha? Pertanyaan macam apa itu?" tanya Vante seraya menarik kembali tangannya yang semula mengusap kepala Cerrys. Bingung dengan pertanyaan Cerrys sekaligus ada rasa berharap dalam benak.

Cerrys memalingkan wajahnya. Menekan tombol layar laptopnya dan tayangan film itu langsung terhenti. Menonton film dengan suasana yang tidak setenang saat mereka makan tidak akan membuat Cerrys fokus. Lebih baik ia menonton sendirian nanti.

"Kau bersikap perhatian padaku, seperti menyayangiku, aku hanya takut jika orang lain menyangka yang tidak-tidak tentang kita."

Jujur saja, kini hati Vante terasa agak nyeri. Rupanya Cerrys hanya takut orang lain berpikir yang tidak-tidak tentang mereka. Rupanya Cerrys hanya tidak ingin ada rumor tentang ia dan Cerrys. Ya, harusnya Vante juga sadar jika Cerrys memang tidak pernah menyukainya. Sejak awal.

Vante terkekeh ringan. Mencoba biasa saja. "Tidak akan, mereka tahu jika kita sudah berteman lama sekali. Bukankah sikapku itu biasa saja? Maksudku, wajar aku menunjukkannya pada temanku."

Cerrys menganggukkan kepalanya. Meski tidak yakin jika apa yang Vante katakan itu benar atau tidak. Ia hanya tidak ingin membahas lebih jauh. Cerrys takut. Ia harus menahan dan membatasi diri.

Sementara setelah itu, suasana jadi canggung. Tidak ada pembicaraan yang keluar. Fokus mereka kini pada layar laptop di mana filmnya bahkan tidak di putar. Vante juga tengah bingung pada hatinya. Ada rasa nyeri setelah konversasi tadi dengan Cerrys.

Cerrys sendiri kini malah termenung. Merasa ada yang salah dengan dirinya. Sebelumnya Vante tak pernah sampai diam seperti ini. jikapun Vante seperti ini. itu artinya ada yang salah dengan dirinya.

Namun sejauh apa yang Cerrys ingat, menurutnya tidak ada yang salah. Biasa saja. tidak ada kesalahan dalam kalimatnya.

"Kau tidak ingin pulang?" tanya Cerrys pada akhirnya. Ia ingin mengakhiri semua ini. tidak ingin terus larut dalam keadaan yang aneh seperti ini.

Vante mengerjap, ia menoleh pada Cerrys dan menganggukkan kepalanya. "Aku pulang, besok aku akan mengantarmu belanja."

Cerrys mengangguk. Ikut bangkit saat Vante bangkit dari duduknya dan mengambil jas yang ia letakkan di lengan sofa.

"Aku pulang, jangan lupa mandi!"

Cerrys tersenyum simpul dan mengangguk lagi. Entah kenapa ia merasa bersalah saat melihat air wajah Vante. Ia berteman dengan Vante bukan satu atau dua tahun. tapi sudah cukup lama. Jadi, ia tahu betul jika Vante memendam sesuatu.

"Vante?" panggil Cerrys membuat langkah Vante terhenti dan pria itu kembali menoleh ke belakang.

"Ada apa? Masih membutuhkan sesuatu?" tanya Vante.

Cerrys tidak bergeming. Bibirnya sedikit bergetar. Matanya menutup rapat dan kepalanya menunduk. Cerrys sebisa mungkin menggenggam kesadarannya dan kembali menatap Vante.

"Maafkan aku, ya."

.

.

.

pelan-pelan. Ini kemungkinan ngga sepanjang storyku yang lain. Hanya ada belasan, atau bahkan hanya puluhan saja. tidak akan lebih dari 25 chapter, bahkan bisa kurang.

Enjoyyyy!!!!!!

IDIOSYNCRATICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang