Seharusnya Cerrys senang karena Vante yang marah sampai tidak mau bertemu dengannya.
Sudah seminggu ini, Vante tidak menemui dirinya. Ia juga sudah resmi mengundurkan diri.
Kabar dirinya yang mendadak ingin mengundurkan diri padahal posisi yang ia dapatkan sangat bagus membuat seisi kantor membicarakan dirinya. Cerrys tahu tentang hal itu dari satu temannya yang masih bekerja. Beberapa kali temannya itu mengabari dirinya tentang Vante dan juga Suga.
Suga sudah beberapa kali menggedor pintunya. Mencoba menekan pasword apartemennya namun itu tidak akan memberikan hasil. Sebab Cerrys kini sudah mengganti paswordnya. Bahkan meminta pihak apartemen untuk tidak memberikan akses pada dua temannya itu apapun alasannya.
Cerrys kini lebih sering menyendiri di kamar atau sekedar duduk santai di balkon kamarnya jika siang hari. Ia akan menutup sleuruh akses masuk apartemennya jika sudah mulai jam pulang kantor.
Ia mengandalkan uang tabungannya untuk beberapa hari ini sebelum dirinya menemukan hunian yang baru dan mencari pekerjaan yang baru.
Ingin menjauh dari kehidupannya yang sekarang sebab tidak mau membuat orang lain terlibat dalam masalah.
Malam ini, Cerrys tengah duduk di kursi samping jendela balkon dengan laptop yang ia pangku. Menatap city light yang selalu membuat dirinya lebih tenang. Laptop itu memutarkan sebuah musik yang beberapa waktu ini ia sukai.
Cerrys menghembuskan napasnya. Mencoba untuk menerima semuanya. Ia akan mencoba melakukan yang terbaik untuk dirinya. Jadi, saat ponselnya bergetar dan menemukan sebuah pesan yang mengabari ada sebuah hunian nyaman di sebuah kota yang jauh dari tempatnya sekarang membuat ia tersenyum.
Setidaknya ia bisa cepat pergi dari sini. Ingin cepat melupakan semua yang pernah ia lakukan dan alami di sini.
Sebut saja Cerrys lari dari masalahnya. Ia tidak memiliki piihan lain selain pergi tanpa menjelaskan kepergiannya. Ia tidak ingin membuat Vante terluka. Tidak ingin pula mengganggu Suga yang kabarnya akan bertunangan dengan Ivy bulan depan.
Hidup mereka hanya satu kali, jadi Cerrys tak ingin membebani. Ia tidak ingin merusak masa bahagia siapapun karena masalah dirinya. Biar saja ia kesulitan, atau bila perlu semua ini cepat berakhir saja.
Cerrys tidak akan menyerah, ia akan tetap memperjuangkan hidupnya. Namun ia juga tidak akan berontak. Ia akan ikuti saja alur hidupnya.
Setelah membalas pesan yang masuk tadi, Cerrys kini menutup layar laptopnya. Meletakkannya di atas meja kecil yang ada di apartemennya.
Ini sudah pukul sepuluh malam, sementara dirinya berencana akan pindah lusa nanti. Tepat saat hari di mana vante dan suga bekerja.
Cerrys membuang nomor lamanya, menggunakan nomor yang tidak di miliki oleh Vante dan Suga. Hanya satu teman perempuan yang bekerja di perusahaan yang memilikinya.
Sebab sehari sebelum ia resmi mengundurkan diri, ia mengirim pesan pada temannya itu dan mengatakan jika ia tidak boleh menyebarkan nomor ini pada siaapun. Termasuk vante dan Suga.
Cerrys kini mengambil sebuah koper besar yang ada di bagian bawah lemari. Semua perabotan yang ada di sini bukan miliknya, melainkan fasilitas yang sudah tersedia. Jadi, saat pindah nanti, Cerrys tidak perlu banyak membawa barang. Ia hanya akan membawa barang-barang pribadinya. Mungkin empat koper akan cukup menampung semuanya jika ia bisa memaksimalkan tempat.
Di tengah dirinya yang sedang mengeluarkan beberapa pakaiannya dari dalam lemari, suara riuh bell apartemen yang terdengar di tekan berulang-ulang itu membuat telinganya sakit sekali.
Jadi, Cerrys memutuskan untuk pergi ke sana dan menguping di pintu. Memastikan jika yang datang bukan Suga atau Vante. Namun, saat ia sudah berada tepat di depan pintu, Cerrys tidak mendengar suara apapun selain bell yang terus ditekan berulang tidak sabaran.
Cerrys memutuskan untuk melihat di interkom. Dan membelalakkan maniknya kala ia melihat vante dengan pakaian semerawut dan juga rambut berantakan di sertai wajah yang juga berantakan tengah menatap ke layar interkom juga.
Dapat Cerrys lihat jelas jika ada bercak darah di sudut bibir Vante dan juga pipinya.
Cerrys bernar-benar khawatir. Ingin sekali ia membukakan pintu sebab Vante juga sudah tahu dirinya ada di dalam. Namun itu akan merepotkan jika dirinya ketahuan akan segera meninggalkan apartemen ini.
Jadi, Cerrys memilih untuk mengunci pintu kamar apartemennya dan berlari kembali ke arah pintu. Menimbang pilihannya sebelum ia membukakan pintu.
Pintu terbuka, dan dirinya kini di sambut oleh tubuh Vante yang oleng ke arahnya hingga menubruk tubuhnya. Cerrys tidak cukup kuat untuk menopang tubuh Vante yang lebih besar dari tubuhnya hingga keduanya jatuh di lantai.
Tidak sampai posisi terlentang, hanya sampai terduduk dengan Vante yang memeluk Cerrys erat. Membuat Cerrys terpaku dan was-was takut jika ada orang yang lewat melihat mereka.
"Ak-hirnya k-kau membu-ka pintu un-untukku," ucap Vante terbata dengan suara rendah.
"Ka-kau kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Cerrys. Ia benar-benar cemas melihat keadaan Vante yang sudah babak belur seperti ini entah karena alasan apa. Terlebih, ia juga mencium aroma alkohol dari tubuh Vante.
Vante sendiri tidak menjawab. Tubuhnya lemas, bahkan bibirnya sakit untuk di gerakkan. Vante benar-benar akan menyerahkan hidupnya kali ini paca Cerrys. Sebab hanya gadis ini yang bisa membantunya sekarang.
Cerrys sekarang kini mencoba untuk bangkit. Ia akan menyeret Vante saja sampai di ruang tengah. Tidak ada cara lain. Akan melelahkan juga jika dirinya memaksa membopong Vante sampai berdiri. Pria ini tidak tahu akan kuat melangkah atau tidak.
Jadi, sekarang Cerrys membawa tubuh Vante yang terduduk dan menyeretnya setelah memastikan pintu apartemen sudah tertutup.
Dengan susah payah, Cerrys merebahkan tubuh Vante yang berat itu di sofa. Melepaskan sepatu dan juga membuka jas yang masih Vante kenakan.
Cerrys kini mengambil satu baskom kecil air hangat dan juga handuk kecil hangat untuk membersihkan wajah Vante beserta luka yang pria itu miliki. Tidak ada yang memenuhi pikirannya selain memikirkan cara mengobati luka Vante.
Cerrys membersihkan wajah Vante dengan hati-hati. Wajah pria ini cukup kotor, ditambah ada beberapa darah yang yang mengering di beberapa bagian wajah Vante. Belum lagi luka lebam dan juga ujung bibir Vante yang sobek.
Vante meringis kala ia sedikit membersihkan darah di pinggira luka yang pria itu miliki. Cerrys menelan ludahnya, gugup karena takut akan membuat Vante kesakitan lagi.
Setelah membersihkan wajah dan tangan serta kaki Vante yang kotor, Cerrys langsung mengambil kotak p3k yang ia miliki. Mengambil alkohol juga cotton bud untuk mempermudah membersihkan luka Vante.
Cerrys mengarahkan tangannya yang memegang gagang cotton bud pada luka yang ada di bibir Vante. Pria itu meringis cukup kencang sampai Cerrys ikut terkejut. membuka matanya dan menatap Cerrys yang wajahnya cukup dekat dengan Vante.
Ada perasaan yang bercampur tengah Vante rasakan. Ia tidak tahu harus bagaimana, namun kini, ia menatap Cerrys lamat. Meski otaknya sedikit masih terpengaruh alkohol, namun Vante masih bisa mengambil alih kesadarannya.
"Cerrys?" tanya Vante. Suaranya serak dan rendah. Maniknya mengerjap lambat dan irisnya menatap Cerrys lamat. Memaksa kerongkongannya yang kering dan bibirnya yang sakit untuk melontarkan beberapa kata.
"Y-ya?" sahut Cerrys gugup. Entah apa yang membuat dirinya gugup. Cerrys hanya merasa suasananya agak aneh sekarang.
"Biarkan aku yang menggantikan Suga untuk menjaga dirimu dan anakmu."

KAMU SEDANG MEMBACA
IDIOSYNCRATIC
Fanfiction{E N D} Seventh story' by: Jim_Noona Ternyata benar, aku hanya menutup mata. Aku hanya fokus pada luka yang aku ciptakan sendiri. kekacauan yang menerjang diriku, memang karena ulahku. Aku mneutup mata pada sosok yang selalu ada. Menutup mata pada e...