chapt 6: selamat tinggal emma

8 2 0
                                    

Satu Minggu setelah hari itu, aku tak pernah melihatnya lagi. Aku senang karena mungkin dia sudah tenang di sana. Tapi kenapa aku merasa sedih seperti ini? Apakah aku salah jika aku mengharapkan dia kembali?

Aku tak pernah berfikir akan menjalani hari-hari ku kedepannya tanpa sosoknya. Sudah banyak yang aku lakukan demi melupakan bayang-bayangnya. Terkadang aku bertanya apakah dia bahagia disana? Apakah dia akan melupakanku? Aku bertanya kepada diriku yang kemudian ku jawab pertanyaan itu sendiri seperti orang yang kurang waras.

Hari-hari yang kelam kembali menghampiri hidupku. Terkadang aku berfikir apakah aku mati saja? Tapi ku urungkan niatku karena aku masih punya ayah dan ibu beserta adik dan kakakku. Yang akan merasa sedih jika aku mengakhiri hidupku.

Senja hari ini ku habiskan waktuku dengan melamun di bangku taman sekolah. Tempat bara dan aku biasa menghabiskan waktu. Wajahku ku tadahkan ke atas. Memandang cakrawala yang sudah berwarna jingga.

Pikiranku menerawang jauh ke waktu saat dia masih berada di sisiku. Ada rasa rindu terhadap sosoknya. Tak terasa air mataku menitik. Mengalir ke samping mata dan turun ke pipi hingga membasahinya. Sampai suara yang tak asing terdengar ke telingaku.

'sedang apa' sapanya yang langsung membuatku menoleh ke samping menghadap sosoknya. Sosok tinggi berkulit putih pucat dengan bercak darah di baju seragamnya. Sosok yang tengah aku rindukan suara dan tingkah lakunya.

Sepatah katapun tak keluar dari mulutku. Seperti tertahan di tenggorokan. Hanya tangis yang bisa aku keluarkan untuk menggambarkan perasaanku saat ini. Perasaan bahagia karena bisa melihatnya kembali dan perasaan kecewa yang begitu mendalam karena tanpa pamit dia menghilang begitu saja.

'kenapa? Kangen ya sama gue?' candanya seperti biasa 'bodoh. Hiks… hiks' ucapku dalam tangis. 'ini mungkin jadi pertemuan terakhir kita' ujarnya yang membuat tangisku semakin pecah.

'tidak bisakah kau tetap disini?' pintaku sembari mengusap kasar air mata yang sedari tadi tak kunjung berhenti. 'aku mencintaimu bar, sangat mencintaimu. Tolong tetaplah disini' kataku dengan berderai air mata. 'aku juga ingin begitu em kalau aku bisa. Tapi ini tak mungkin karena dunia kita sudah berbeda' katanya yang lagi-lagi membuat ku semakin menangis.

'satu hal yang harus kau tau em kalau aku juga sangat mencintaimu' ucapnya sembari mendekatkan wajahnya ke wajahku. 'selamat tinggal emma' bisiknya seraya mencium bibirku. Kemudian tubuhnya menghilang perlahan berhambur bagaikan kunang-kunang yang terbang menerangi malam. Itu saat terakhir aku melihatnya.

Senja dan Rindu didalamnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang