Delapan Belas

106 22 0
                                    

"Eun-hee, apakah sebelumnya kau pernah datang kemari?"

Eun-hee mengangkat wajahnya dan tersentak. Sedari tadi ia berjalan tanpa melihat sekitarnya, membiarkan sepenuhnya tangan Eric yang membimbingnya.

Permainan nasib memang kejam, terkadang menyakitkan. Di depan mata Eun-hee, berdiri Café Between Pages yang sebelumnya ia datangi dengan Jung-kwan. Café yang menjadi saksi bisu perjanjian mereka.

Eun-hee menelan ludah gugup. Sebagian nalurinya mendesak untuk tidak masuk ke tempat yang meninggalkan kenangan mendalam antara dirinya dan Jung-kwan. Sebagian lagi mendesaknya untuk masuk, memastikan bahwa kertas yang mereka tulis berdua ada di sana. Bahwa semua yang dialaminya selama ini bukan mimpi.

"Ada apa, Eun-hee?"

"Ah, tidak, ayo kita masuk..."

Eric tersenyum lebar dan mengayunkan tangan Eun-hee gembira, seperti anak kecil. Eun-hee berusaha bersikap ceria mengingat Eric berusaha membuatnya bersemangat.

"Nona Kim Eun-hee?" Seorang waitress menyambutnya senang. "Terakhir datang, Anda bersama Park Jung-kwan..."

Eric membeku di tempatnya berdiri. Eun-hee mengeluarkan senyum artisnya dan menjawab. "Benar, sayang sekali kami sudah mengakhirinya baik-baik..."

"Oh," si waitress buru-buru menutup mulutnya ketika menyadari Eric Han berdiri di sebelah Eun-hee. "Tentu saja Anda berdua pun kelihatan cocok... Maafkan kelancangan saya..."

Eun-hee hanya tersenyum menanggapi ketika waitress itu menunjukkan tempat duduk yang sedikit lebih privat untuk mereka berdua. "Kenapa tidak bilang pernah kemari sebelumnya?"

"Aku ingin membuat kenangan baru di tempat ini..." Eun-hee beralasan. Eric hanya menghela nafas, apapun yang ingin dilakukannya untuk Eun-hee, Jung-kwan selalu membayangi langkahnya.

Eric melihat Eun-hee beranjak bangun dari kursinya dan mulai mengamati bermacam tulisan di dinding. Eric merasa gadis itu sedang mengorek lukanya sendiri seandainya yang dicarinya adalah kenangan lamanya dengan Jung-kwan.

Eun-hee lama mematung memandangi sebuah kertas memo. Eun-hee menjulurkan tangan untuk menyentuh permukaan memo itu dengan ujung jarinya, sebelum matanya kembali berkaca-kaca pilu. Eric menghampiri Eun-hee tampak penasaran, mengakibatkan Eun-hee langsung bergerak ke samping. Eun-hee berpura-pura tidak peduli walaupun secarik kertas kenangan itu mengguncang hatinya lagi.

"Ada apa?"

Eric sudah bisa menebak bahwa Eun-hee akan diam, hanya saja ia tidak tahan untuk bertanya. Sampai akhirnya matanya melihat kertas yang tadinya dilihat oleh Eun-hee. Ia membaca kalimat itu berulang-ulang, nyaris bingung dan tidak mengerti.

"Apakah ini... kenangan antara dirimu dan Jung-kwan di sini? Kenapa tulisannya bukan curahan perasaan kalian, melainkan kalimat 'Perjanjian ini akan sukses'?"

Eun-hee kaget melihat kertas memo di tangan Eric adalah tulisannya dengan Jung-kwan. Karena mereka membuatnya berdua, mereka tidak merasa ada yang aneh dengan kata-kata di dalamnya. Tetapi untuk orang lain seperti Eric, yang tidak mengetahui perjanjian di antara mereka, sewajarnya merasa heran.

Karena orang lain mengira Jung-kwan jatuh cinta pada pandangan pertama sejak melihat Eun-hee. Tetapi... bukankah kertas itu membuktikan segalanya hanya kebohongan? Bahwa semua yang terjadi di antara mereka tak lebih dari sebuah perjanjian sandiwara cinta.

Tiba-tiba Eun-hee merasa seperti anak kecil yang tertangkap bersalah. Ini perasaan yang sama seperti yang dirasakannya belasan tahun silam. Saat ia tertangkap basah memecahkan pot bunga kesayangan neneknya. Seperti detik-detik menuju waktu dimana ia tahu ia akan dimarahi dan dibentak.

Melihat Eun-hee hanya diam, Eric pun tertawa gundah. "Aku tidak mengerti tentang kalian berdua. Kenapa tulisan kertas ini seperti ini? Apakah hubungan kalian hanya pura-pura? Apakah sekarang kau juga hanya berpura-pura sedih untuknya?"

Eun-hee diam, menggigit bibirnya. Perlukah ia mengabari Jung-kwan, mengatakan pada pria itu bahwa secara ceroboh ia mengungkapkan rahasia mereka ke Eric?

"Tidak." Eric mengamati mata Eun-hee yang berkilat takut dan cemas. "Kau jatuh cinta padanya. Kalau kutebak, apakah perasaanmu hanya sepihak?"

Eun-hee bergerak mundur, tidak tahu harus bersikap bagaimana. Haruskah ia mengelak dan berbohong? Tidak. Eric akan tahu. Apa yang harus ia lakukan supaya Eric tidak semakin menyudutkan Jung-kwan? Kepala Eun-hee berputar cepat, berpikir.

Tetapi apapun yang dipikirkannya menghilang sesaat, ketika Eric menarik tangannya dan memeluknya. Eric menarik kepala Eun-hee, menguburnya ke dekapan dadanya. Eun-hee terkejut. Hidungnya merasakan parfum maskulin yang menguar lembut dari tubuh Eric. Pria itu mendekapnya lembut seolah dirinya terbuat dari kaca tipis yang akan retak ketika disentuh.

"Kenapa setiap kali yang ada di pikiranmu hanya dirinya? Sekalipun aku menyalahkanmu, menakutimu, yang kau pikirkan pertama kali malah dirinya? Katakan aku bodoh, tetapi aku sungguh selalu memperhatikanmu, Eun-hee..."

Eun-hee terdiam. Detak jantung Eric seperti menempel di telinganya, terdengar sedikit tidak beraturan. Ia tidak bisa melihat wajah Eric karena pria itu memeluknya. Tetapi untuk alasan tertentu, ia tahu Eric memasang wajah khawatir padanya. Dan wajah kasihan.

Eun-hee sudah lelah menghindari rasa kasihan orang-orang. Ia lelah memasang wajah tegar walaupun hatinya terluka. Ia lelah berpura-pura kuat ketika ia sebenarnya ingin berteriak dan menangis keras-keras.

Eric melepaskan pelukannya. Wajahnya tampak terluka. "Apakah sama sekali tidak ada tempat di hatimu untukku?"

Eun-hee tahu ia banyak melukai Eric. Eric sudah berbaik hati menawarkan sebuah hubungan yang nyaman untuknya. Hubungan percintaan yang santai seperti sahabat. Hubungan yang tidak akan membuat Eun-hee takut, sedih, cemas, maupun cemburu.

Eric tidak akan membuatnya bingung. Bersama Eric, segalanya akan terasa alami dan ringan. Jenis kehidupan yang akan membuatmu hidup tenang sampai tua.

Tetapi, ada Park Jung-kwan. Selalu ada Park Jung-kwan di otaknya.

Setiap membayangkan masa depannya, Eun-hee tidak bisa membuang Jung-kwan dari pikirannya. Ia justru tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya tanpa pria itu di sampingnya. Dan seandainya mereka memutuskan menempuh jalan yang berbeda...

Eun-hee menangis. Untuk pertama kalinya, ia membayangkan kehidupannya akan jauh berbeda seandainya Jung-kwan tidak muncul di hidupnya. Sejauh ini, semua usahanya mendekati pria itu gagal.

Ia lelah, ia muak, dan ia tertekan. Jung-kwan akan menikahi Rin-hae sementara dirinya akan menjadi si gadis tolol yang mati kesepian karena setia menunggu Jung-kwan yang tidak akan pernah kembali padanya.

"Eun-hee... lupakanlah Jung-kwan, menikahlah denganku... terimalah aku... Aku akan membuatmu bahagia. Mungkin bukan kisah cinta seperti yang kau rasakan dengan Jung-kwan, tetapi... ini jenis kebahagiaan yang berbeda. Kita tidak akan pernah bertengkar, kita akan saling memahami, kita bisa tertawa bersama sampai tua..."

Eun-hee menutup matanya. Sebulir air mata lagi jatuh di pipinya. Bersama Eric, ia mungkin akan berhenti menangis. Pria itu selalu berusaha membuatnya tertawa.

Untuk pertama kalinya Eun-hee mengangguk mengiyakan dan menerima Eric. Eun-hee merelakan kepingan hatinya yang terakhir untuk Jung-kwan melayang pergi, terbang menghilang bersama sapuan lembut bibir Eric di atas bibirnya.

-000-

Her Man [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang