Epilog

295 30 3
                                    

"Kenapa mengajakku kemari?" Eun-hee tertawa ketika melihat Namsan Tower menjulang tinggi dari kejauhan. "Ahh... gembok patah hatiku yang waktu itu kupasang ya..."

Melihat Eun-hee dengan mudah menebak maksudnya, Jung-kwan mendesah kesal. "Aku jadi menyesal mencoba memberikan surprise untukmu."

"Apakah aku perlu pura-pura terkejut?" Eun-hee tertawa renyah.

Mereka baru saja kembali dari berbulan madu di Pulau Cheju dan tempat pertama yang ingin Jung-kwan kunjungi adalah Namsan Tower.

Ponsel Eun-hee berbunyi. "Ah, Mama, apa kabar?" jawab Eun-hee riang.

Jung-kwan melihat istrinya yang tertawa dan mulai asyik mengobrol dengan Mamanya. Sejak menikah dengan Eun-hee, pasangan menantu mertua ini seperti tidak terpisahkan.

"Kami baru saja tiba di Seoul..."

Jung-kwan kembali memasang telinganya. Pasti Mamanya akan segera menyuruh mereka pulang. Rencana Mamanya untuk menyuplai gizi Eun-hee dan membuatnya cepat hamil sudah beberapa kali diutarakan kepada Jung-kwan. walau diselingi candaan, Jung-kwan tahu benar Mamanya itu sangat serius dengan setiap detail rencananya.

"Baik, Ma, tentu saja. Ya, setelah urusan kami di sini selesai, kami akan secepatnya ke sana..."

"Sepertinya aku berubah status menjadi menantu sementara kaulah anak kandungnya..."

"Dasar, apakah kau cemburu?" goda Eun-hee sambil tertawa kecil. Jung-kwan berpura-pura konsentrasi dalam memarkir mobilnya dan menolak menjawab.

"Aku tahu benar ekspresimu kalau sedang pura-pura tidak menjawab..."

Jung-kwan pun mengerang. "Tidak! Aku tidak cemburu! Tidak pernah!"

"Siapa yang kemarin baru menginterogasiku karena terlalu lama mengobrol dengan Eric Han?"

Jung-kwan memalingkan wajah. Eun-hee bisa melihat semburat malu menggemaskan di pipi Jung-kwan. "Itu karena dia mengajak ngobrol istri orang trlalu lama. Suaminya juga butuh diperhatikan."

"Aku tidak akan pernah bisa menolak mengobrol dengannya. Aku berhutang budi padanya. Karena membuatmu bisa berada di sisiku seperti sekarang..."

Jung-kwan tersenyum masam sambil menggandeng tangan Eun-hee agar berjalan di sebelahnya.

"Aku ingin kau menutup matamu..."

Eun-hee menggaruk telinganya. "Kapan aku boleh melepasnya. Talinya mulai membuat telingaku gatal..."

Sebuah kecupan manis mendarat di bibir Eun-hee. Terkesiap kaget, Eun-hee mendadak lupa caranya berbicara.

"Sebenarnya sejak tadi sudah boleh. Hanya saja melihatmu seperti ini, aku tidak tahan ingin menggodamu."

Eun-hee meleletkan lidah. Ia melihat arah jari Jung-kwan dan terpana. Di sana, di gembok yang sebelumnya hanya terpasang miliknya, ada sebuah gembok lain tergantung dan terkunci di sana, bersama dengan gemboknya.

"Hari itu ketika kau tidak melihat, aku memasang gembok ini."

"Jung kwan..."

"Aku hanya tidak tega melihatnya sendirian, tadinya kupikir hanya supaya setiap kali melihatnya lagi, aku tidak merasa sedih. Akhirnya jadi seperti sekarang, membantu meresmikan hubungan kita."

Eun-hee tertawa dan menelusupkan kepalanya di dada bidang Jung-kwan. Jung-kwan balas memeluk Eun-hee, mendekapnya erat.

Siapa sangka gadis yang ditolongnya tahun lalu ternyata bisa memberikan pengaruh begitu besar atas dirinya? Siapa sangka gadis ceroboh yang dengan bodohnya mabuk dan nyaris jadi mangsa seorang direktur mesum ternyata kini berada dalam pelukannya sebagai istrinya?

Yang terpenting adalah saat ini, pikir Jung-kwan sambil memeluk Eun-hee, menyandarkan kepalanya di puncak kepala Eun-hee, dan merasakan rasa gadis itu dalam pelukannya. Jung-kwan sangat mencintai Eun-hee sampai-sampai membayangkan dunia tanpa gadis itu terasa begitu menakutkan.

"Telepon Mama sekarang," perintah Jung-kwan sambil menatap Eun-hee tegas.

"Untuk apa?" Eun-hee bertanya tetapi tetap memenuhi permintaan Jung-kwan.

"Katakan pada Mama..." Jung-kwan memulai mendiktekan kalimat yang Eun-hee akan sampaikan pada Mamanya.

"Hari ini kita tidak akan pulang, kita sedang sibuk membuatkan hadiah untuk Mama..."

"Apa? Apa Mamamu berulang tahun?"

"Tidak."

Jung-kwan menggeleng dan tertawa. Ia menggendong Eun-hee dengan mudah, sama sekali tidak terlihat lelah.

"Kita akan membuatkan hadiah kesukaan Mama... sekalipun dia sedang tidak ulang tahun."

"Apa itu?" Eun-hee bertanya ragu-ragu.

"Cucu," jawaban Jung-kwan ditanggapi dengan sebuah cubitan keras di lengannya. Jung-kwan mengaduh sambil tertawa.

Matahari bersinar hangat di langit. Sebentar lagi, musim panas akan berganti menjadi musim gugur. Satu fase kehidupan lagi akan terlampaui. Akan tetapi, Eun-hee tersenyum pada dirinya sendiri. Ada begitu banyak hal yang membahagiakan terjadi kepadanya.

Kehadiran Jung-kwan di sisinya. Umur pernikahannya yang masih seumur jagung, serta berbagai babak baru kehidupannya dengan Jung-kwan yang sudah menanti untuk dijalani.

"Jung-kwan..." Eun-hee tiba-tiba tersenyum dan menempelkan kepalanya di bahu Jung-kwan. "Aku mencintaimu..." bisiknya lembut.

Jung-kwan tersenyum menanggapi. "Dan aku lebih mencintaimu..."

Daripada kemarin, daripada satu jam yang lalu, Eun-hee merasakan rasa sayangnya semakin besar kepada Jung-kwan. ia tersenyum lagi sambil bersyukur dalam hati kepada Tuhan. Mereka sama-sama tertawa, seolah memahami jalan pikiran satu sama lainnya.

Bersama, mereka akan berbahagia. Bersama, mereka akan menghadapi masalah mereka. Bersama, mereka akan menangis dan mungkin bertengkar. Tetapi selamanya, mereka akan saling memiliki satu sama lain. Selalu untuk selamanya.

-TAMAT-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Her Man [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang