Delapan

220 46 0
                                    


"Ah!" Mereka sedang berjalan bergandengan tangan dengan mengenakan penyamaran di kawasan Myeong-dong, Seoul ketika tiba-tiba Jung-kwan meminta Eun-hee duduk di sebuah kursi taman dan berkata," Tunggu sebentar di sini..."

Eun-hee menguap lelah sambil mengamati sosok Jung-kwan yang berlari terburu-buru dan menyelinap ke dalam kerumunan. Pria itu terlihat ahli melakukannya, sama sekali tidak membuat orang menyadari identitasnya sebagai seorang idol terkenal.

Ia sedang menguap kedua kalinya ketika ponselnya bergetar. Mengamati nama pemanggilnya, Eun-hee pun tersenyum. "Halo?" jawabnya segera dengan suara riang.

"Eun-hee!"

Jung-kwan memperlambat langkahnya ketika menyadari Eun-hee sedang menerima telepon. Kekasih pura-puranya itu tampak gembira dan sedang tertawa lepas kepada lawan bicaranya. Jung-kwan terdiam dan mengamati senyum tulus Eun-hee.

Entah sejak kapan Eun-hee jarang terlihat rileks sekarang. Mungkinkah karena hubungan pura-pura dengan seorang Park Jung-kwan membuatnya merasa lelah? Jung-kwan kesulitan mengenyahkan perasaan tidak nyaman dari dadanya. Ia tidak ingin menghilangkan senyum di wajah Eun-hee. Ia tidak ingin Eun-hee merasa tidak bahagia. Tetapi, untuk melepaskan Eun-hee sekarang... Jung-kwan menahan nafas. Tidak bisa...

"Kak Jung?"

Jung-kwan tersadar dan menyadari Eun-hee menatapnya bingung. Ia pun tersenyum dan mengulurkan es krim yang dibelinya ke arah Eun-hee. "Dari siapa?"

"Oh... dari Eric Han..." jawab Eun-hee jujur. "Wah, luar biasa, es krimnya tinggi sekali!!" Eun-hee bertepuk tangan senang melihat tingginya putaran es krim cone di tangan Jung-kwan.

"Aku minta maaf membuatmu lama menungguku di sini..."

"Aku senang menunggu kalau hadiahnya es krim seenak ini." Eun-hee tersenyum sambil memakan es krimnya.

"Kau lebih cocok tersenyum seperti itu," Jung-kwan tersenyum sambil menepuk kepala Eun-hee lembut. "Aku minta maaf tiba-tiba membawamu ke restoran itu kemarin malam. Wajahmu terlihat tegang sepanjang acara kita di sana..."

"Ah..." Eun-hee menutup pipinya. Ada buih kebahagiaan merambat naik di dadanya. Siapa sangka Jung-kwan begitu memperhatikan dan mempedulikan perasaannya?

"Tapi, aku tidak mengira kau ternyata dekat dengan Eric Han."

"Dia teman yang baik dan menyenangkan, seperti Kak Jung." Eun-hee menjawab tanpa pikir panjang. Ia disibukkan dengan kegiatan memakan eskrimnya secepat mungkin sebelum meleleh.

"Oh... teman... tentu saja..." Jung-kwan tersenyum. Wajahnya mengkeruh sesaat ketika Eun-hee tidak melihatnya.

Ponsel Eun-hee kembali berbunyi. Eun–hee mengangkatnya segera ketika melihat Pak Kim, manajernya yang meneleponnya.

"Apa?" Jung-kwan mau tidak mau mengamati perubahan nada suara Eun-hee. Gadis itu seolah terdengar kaget campur takjub. Ada nada gembira yang tidak ditutupi dari suaranya. "Tentu saja! Ya! Baik, manajer Kim! Sampai jumpa, selamat malam, terimakasih atas informasinya."

"Ehm... Besok ada jadwal syuting?"

Eun-hee menggeleng. Karena Chang-jun sedang sibuk dengan proyek lain, syuting terpaksa diundur beberapa hari. "Besok kebetulan jadwalku digeser ke minggu depan."

"Manajermu menelepon karena urusan lain?"

Eun-hee menatap Jung-kwan dan mendadak merasa lumpuh. "Aku... aku... mendapat tawaran bermain di Hollywood, Kak Jung. Hanya sebagai figuran, tetapi..."

Mendadak Jung-kwan merasakan seperti ditonjok. Eun-hee mendapat tawaran film di luar negeri? "Kau akan mengikuti audisinya?"

"Aku diterima tanpa audisi..." Wajah Eun-hee tampak tidak nyaman. "Hanya saja aku harus mengirimkan respon secepatnya. Syuting akan dimulai bulan depan."

Jung-kwan terdiam. Eun-hee akan pergi. Ia ingin menghela nafas karena mendadak dadanya terasa berat. Tetapi Jung-kwan berhasil tersenyum.

"Perubahan waktu perjanjian?" Jung-kwan bertanya. Eun-hee terlihat ragu-ragu ketika mengangguk.

"Apakah boleh? Aku tahu ini akan terdengar egois karena jangka waktu perjanjian kita belum usai. Selain itu, aku juga bisa mendapatkan kesempatan ini karena aku adalah kekasih dari seorang Park Jung-kwan, tetapi..."

Apakah aku boleh menerima tawaran ini?

Pertanyaan itu muncul sejelas kata-kata dari tatapan Eun-hee. Gadis itu layak mendapatkan kesempatan besar dalam karirnya. Jung-kwan harus melepaskannya dari perjanjian. Selain itu, keluarganya sudah berhasil diyakinkan bahwa dirinya bukan homo dan merupakan pria tulen.

Pada dasarnya, sebenarnya kalau sejak lama ia ingin menyelesaikan perjanjian dengan Eun-hee, dari minggu lalu perjanjian ini secara teknis sudah bisa diakhiri. Hanya saja... ia tidak mau. Hanya saja... ia cukup menikmati keberadaan Eun-hee di sampingnya. Jung-kwan mengakui bahwa ada begitu banyak alasan dengan judul 'hanya saja' yang berulang-ulang di kepala Jung-kwan, mencegahnya mengakhiri perjanjiannya dengan Eun-hee.

Jung-kwan menatap Eun-hee dan tersenyum. Eun-hee membalas dengan tatapan bersalah. Jung-kwan merasa Eun-hee kehilangan senyum dan keceriaannya perlahan-lahan. Seperti sekarang, ketika ia menatap Jung-kwan seolah pria itu menentukan masa depannya. Seolah Jung-kwan akan menjadi si penjahat kalau menolak mengakhiri perjanjian mereka lebih cepat daripada jangka waktu yang ditentukan.

"Ada syaratnya, tentu saja."

"Syarat?" Eun-hee bingung karena selama ini Jung-kwan tidak pernah mengajukan syarat apapun selain ketiga syarat dalam perjanjian mereka.

"Boleh temani aku minum hari ini?"

-000-

"Hentikan." Eun-hee menyentuh sekilas tangan Jung-kwan. "Kau sudah minum terlalu banyak, Kak Jung."

"Satu gelas lagi," ujar Jung-kwan sambil menuangkan soju ke dalam gelasnya.

"Jangan." Eun-hee memasang wajah galak. "Kau tidak akan bisa menyetir sekarang. Aku akan meneleponkan taksi untuk kita berdua."

Jung-kwan meneguk isi gelasnya, disambut pelototan marah dari Eun-hee. Jung-kwan hanya tersenyum ketika gadis itu menghela nafas kesal. "Gelas terakhir."

Jung-kwan menopang kepalanya dengan tangan sambil menatap sosok Eun-hee yang menelepon taksi dengan sigap. Eun-hee tampak manis dengan wajahnya yang memandang cemas ke arah Jung-kwan.

"Apa ada masalah? Kenapa kau tiba-tiba minum banyak sekali?"

Jung-kwan tidak menjawab, hanya tersenyum. Senyuman yang terlihat sendu dan cukup untuk membuat Eun-hee merasa dadanya tidak nyaman.


-000-


Her Man [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang