Sembilan

232 38 0
                                    

"Kak Jung?" Eun-hee memapah Jung-kwan masuk ke apartemennya. Pria itu bisa berjalan dengan baik walau kadang sedikit oleng ke kiri atau ke kanan. "Kita sudah di depan apartemenmu. Kau harus membuka kuncinya."

"Ah..." Jung-kwan menoleh ke arah Eun-hee dan tersenyum. "Aku minta maaf, lupa memberikan sandi apartemenku pada pacarku... Sandinya tanggal perjanjian kita di Café itu."

Ada sesuatu yang membuat Eun-hee menahan nafas ketika mengingat hari dimana perjanjian di antara mereka dimulai. Semenjak hari dimana mereka bertemu dalam acara variety show, hidup Eun-hee berubah.

Tangan Eun-hee sedikit gemetar ketika menekan tombol-tombol kunci pengaman di pintu apartemen Jung-kwan. Ia sedikit terkejut karena Jung-kwan tidak berbohong mengenai penggunaan tanggal perjanjian mereka sebagai kunci pengaman apartemennya. Ternyata bukan hanya dirinya yang menganggap tanggal perjanjian mereka sebagai sesuatu yang penting.

Eun-hee terdiam. Ia membantu Jung-kwan memasuki apartemennya. Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di rumah Jung-kwan. Tempat dimana sehari-harinya pria itu menghabiskan sebagian besar waktunya.

Jung-kwan merebahkan dirinya di sofa dan menutup mata. "Boleh tolong ambilkan aku air putih? Kepalaku terasa tidak enak..."

"Itu karena kau minum terlalu banyak." Eun-hee sedikit mengomel sambil melirik seantero ruangan.

Apartemen Jung-kwan cukup luas. Eun-hee melihat rak buku dipenuhi berbagai macam buku bacaan di sudut. Ada ruangan yang pintunya terbuka dan menunjukkan keyboard dan komputer di dalamnya. Eun-hee melihat letak dapur di sudut ruangan dan berjalan ke arahnya untuk mengambilkan Jung-kwan segelas air.

"Uh... aku menyesalinya..." Jung-kwan mengerang ketika berusaha mengangkat tubuhnya dari sofa besar di ruang tamunya.

Eun-hee meletakkan gelas air Jung-kwan di meja dan meraih pundak pria itu untuk membantunya bangun. Jung-kwan meminum airnya dan memijit keningnya.

Eun-hee duduk dengan salah tingkah di sebelah Jung-kwan. Membantu pria itu bangun praktis membuat mereka begitu dekat satu sama lain. Wajahnya memerah sampai ke telinga. Dadanya berdebar tidak nyaman. Perasaan yang cukup mengganggu mengingat perjanjian di antara mereka akan segera berakhir.

"Eun-hee..."

Eun-hee menoleh hanya untuk mendapati Jung-kwan sedang menatapnya lekat-lekat. Sejenak Eun-hee merasakan nafasnya tercekat di dada. Mata Jung-kwan menatapnya tajam, turun ke bibirnya.

Eun-hee menelan ludah dengan gugup. Ia tidak bisa memalingkan wajah ketika menerima tatapan seintens itu dari Jung-kwan. Pria itu terasa begitu dekat, begitu nyata, begitu terjangkau. Nafas Jung-kwan terasa di wajah Eun-hee. Berbau alkohol dan panas, mengakibatkan suhu tubuh Eun-hee seakan ikut naik.

Kemudian tatapan Jung-kwan berubah sendu. Sesaat Eun-hee bersumpah melihat bibir itu bergerak membentuk sebuah kata, "jangan pergi..."

Eun-hee sedang kebingungan ketika tiba-tiba bibir Jung-kwan bergerak turun ke arah bibirnya. Wajahnya terasa begitu dekat. Bulu mata Jung-kwan yang selama ini terlihat jauh kini terasa menyentuh pipinya. Eun-hee pun menutup matanya, merasakan bagaimana bibir Jung-kwan yang panas menempel di bibirnya sendiri.

"Jangan pergi..." ucap Jung-kwan serak.

Pria itu menciumnya lagi. Perlahan, ke sudut bibirnya. Eun-hee menahan nafas ketika merasakan bibir Jung-kwan bergerak lembut mencicipi dan memagut bibirnya. Tangannya tanpa sadar bergerak naik, merasakan bagaimana pangkal rambut Jung-kwan menyentuh kerah baju pria itu.

Jung-kwan mencium Eun-hee perlahan, lembut, seperti sedang membujuknya perlahan-lahan. Udara seolah berputar dan menghilang dari kepala Eun-hee, membuatnya kehabisan nafas ketika tiba-tiba ciuman Jung-kwan berubah semakin menuntut dan terburu-buru.

Jung-kwan mencium Eun-hee seolah gadis itu akan pergi besok. Jung-kwan mencium Eun-hee seolah-olah hari ini hari terakhir mereka bertemu. Seolah-olah besok dunia akan berakhir dan mereka berdua tidak akan bertemu lagi.

Jung-kwan menghentikan ciumannya ketika merasakan kepalanya perlahan-lahan kembali jernih. Ia menatap wajah Eun-hee yang bersemu merah dalam pelukannya. Mata gadis itu berkaca-kaca seperti hendak menangis.

Jung-kwan mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Ia baru saja mencium Kim Eun-hee seperti seorang bajingan putus asa. Itu benar. Jung-kwan mengerang dalam hati.

Ia tidak siap dengan kenyataan bahwa Eun-hee akan segera memutuskan perjanjian mereka. Ia tidak siap dengan kenyataan bahwa Eun-hee akan pergi darinya. Ditambah lagi dengan Eric Han.

Eun-hee tersenyum begitu ceria menerima telepon dari Eric. Sementara dengan Jung-kwan... sekalipun Eun-hee selalu berusaha tampak riang, ada kalanya Jung-kwan mendapati gadis itu tampak lelah dan seperti sedang memikirkan sesuatu dalam diam.

Ini perasaan asing yang aneh. Ini pengalaman yang sama sekali asing untuknya. Sebelumnya, ia tidak pernah merasakan perasaan semacam ini dengan gadis-gadis di sekitarnya.

"Kak Jung..."

Eun-hee terlihat seperti hendak bertanya tetapi kemudian membatalkannya. Jung-kwan tahu karena ia sering mengamati Eun-hee akhir-akhir ini. Mencoba memahami ekspresi gadis itu mulai menjadi rutinitas yang tidak bisa ia hindari.

"Hari ini sudah merepotkanmu. Aku minta maaf..." Jung-kwan memandang Eun-hee dengan ekspresi serba salah.

Wajah Eun-hee bersemu merah. "A-aku harus pulang. Taksinya masih menunggu..."

Eun-hee memungut tasnya dan berlari keluar dengan terburu-buru. Setibanya di taksi, ia menghempaskan diri dan mendesah. Tangannya terangkat menyentuh bibirnya.

Park Jung-kwan menciumnya.

Eun-hee menyentuh bibirnya, menutup mata, dan masih bisa membayangkan dengan jelas bagaimana rasa ketika bibir mereka bersentuhan.

Ia tidak mengerti. Pasal ketiga dalam perjanjiannya seperti memukul-mukul kepalanya, berulang kali berdengung di sana.

Tidak saling jatuh cinta dan tetap menjadi sahabat begitu perjanjian berakhir.

Eun-hee merasakan dadanya berdebar-debar. Apakah mereka baru saja melanggar perjanjian mereka sendiri? Eun-hee tidak yakin masih bisa menatap Jung-kwan dengan cara yang sama setelah pria itu menciumnya begitu intens.

Dan satu pertanyaan lagi bergema di kepalanya. Kenapa Park Jung-kwan tiba-tiba menciumnya?


>>tbc


Her Man [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang