Ana melebarkan matanya, "Itu, di kamar Tuan Muda kayak teriak-teriak."
Gelagak Ana makin mempeburuk tingkat kepanikan Atisa. "Ayo, cepat kita ke sana!"
Etisa berlari begitu saja, mengambil kunci cadangan dari sakunya kemudian membuka pintu kamar Favian dengan cekatan. Detakkan jantung kini terdengar jelas. Etisa jadi semakin gegabah. Sedangkan Ana, memilih untuk diam, karena dia sendiri juga tidak tenang.
"Kecoak astaugfirullah!" Terkesiap Favian melempar sapu . Wajahnya sedikit-- memerah. Keringatnya bercucuran, entahh karena lelah, atau karena ketakutan.
"Bikin jantungan aja!" protes Etisa. "Jangan teriak-teriak gitu."
"Hehe, maaf Bunda."
"Itu kenapa bisa nemu kecoa?" tanya Etisa mengintrograsi. Mana mungkin kamar yang sudah dibersihkan ini masih saja kecolongan-- maksudnya, kemasukan hewan menyebalkan itu. Padahal, Etisa sudah mengutakan kamar Favian tuk dijaga kebersihannya.
"Tadi, Favian ke gudang ngambil barang terus di kardusnya ada kecoa, hehe," ucap Favian sembari mengaruk kulit kepalanya yang sejujurnya-- tidak gatal.
"Banyak debu itu Favian!"
Favian mengelengkan kepalanya, ceramah dua puluh empat jam akan segera dimulai. Telingannya harus siap, mendengar dan menelaah nasehat yang-- diulang-ulang. Padahal, kalau dinasehati sekalipun, Favian akan melakukan lagi, karena gudang adalah tempatnya mencari barang tanpa diklaim pemiliknya. Ya, seperti biasa, gudang adalah tempat yang ingin dibuang tapi-- 'sayang'.
"Gak papa Bunda, toh, Favian gak alergi debu."
***
Tidak terasa hari sudah berganti saja. Kini, hari kedua Favian menjadi peran penganti untuk kakanya, Farezi. Menjadi Farezi cukup menyenangkan, walaupun penuh tantangan. Ternyata, Farezi mainnya sudah seluas itu, Favian tidak menyangka.
Favian duduk di bangkunya sambil menenikmati teh dari bik Sari, penjual legendari kantin dengan kesabaran tingkat dewa. Lokernya, mampu menampung barang dari ancaman sita. Loyalnya, bhuhhh ... tidak terkalahkan. Ramainya? jangan ditanya, kayaknya butuh nyogok kalau mau cepet. Tapi, rasa makanan dan minumannya tidak ada tandingannya di hargayang ramah pelajar itu.
"Lo sudah tau belum kalau bentar lagi tanggal seleksi apresiasi ?" Han yang baru datang itu, gegabah tuk membuka pembicaraan.
Favian ternganga sejenak. Apa lagi itu? sudah cukup dia pusing dengan kegiatan sekolah yang tidak ada remnya.
"Cepet amat," sahut Andre cepat. Ia cemberut, wajahnya mengerut. "Andai ye, gue dapat apresiasi dobble kayak lo," tatapannya berarah ke Favian. "Gue bakal, ugh, pesta tiap hari, duitnya itu loh, mayan."
Apresiasi dobble? apalagi itu? Satu saja, sepertinya tidak bisa Favian raih. Apalagi ia tidak se-energik Farezi, dan belum pernah mengikuti apresiasi ini.
"Cuan aje, pikiran lo!" tonjok Han pelan, "Lha, 'kan tiga bulan sekali."
"Bos," panggil Andre pada Favian. Favian berbalik, mengangguk sejenak. "Lo udah ada persiapan apa?"
"Iye," sahut Han, sebelum Favian tergagap-- karena bingung jawab apa. "Gak mau ngalahin Yoga gitu?"
Yoga? Favian pernah mendengar nama itu. Namannya tidak asing, Farezi pernah menyebutkan nama itu dengan nada tinggi.
"Bangsat!"
"Gak waras lo Yoga!" seru Farezi kencang.
Nuansa ruangan ini menjadi berubah. Panas, marah dan pemberontakan. Farezi melepaskan semua itu, tanpa ampun.
![](https://img.wattpad.com/cover/287290453-288-k334348.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Peran Pengganti
Teen FictionMenggantikan posisi penerima apresiasi bergensi. Menerpa gejolak menikam pada Favian. Harus beradaptasi dengan cepat. Ditambah lagi, kaum-kaum pembenci dari peran sebelumnya semakin merajalela. Fisik dan mentalnya dihantam kejam. Sebagai peran peng...