Di ujung ruangan, Sha membanting kakinya. Ini terjadi karena Sha sedang menanggapi telepon dari Briva. Seperti yang diduga, Briva pasti emosi dan Sha sendiri, sudah lepas kesabarannya.
"Woi, kenapa tingalin gue!" Nada Sha menaik, dirinya jelas emosi sekarang.
"Anjing, udah dibantuin malah marah-marah," Briva, lawan bicaranya malah kembali menghantamnya dengan kata-kata kasar.
"Ya gimana gak marah," eluh Sha tidak suka. Briva juga ngada-ngada, di saat Sha pingsan malah menyerahkan Sha ke orang yang tidak dikenal. "Gue gak kenal ini siapa, kalau gu--"
Briva memotong pembicaraan Sha."Keknya orang kaya deh, Sha, mayan Sha."
"Mayan matamu?" tanya Sha menyelidik. "Kalau ternyata ini penculik, dan gue keculik sama orang jahat ini gimana?"
Helaan napas terdengar di telinga Sha. Kiranya disebrang sana sedang mengatur setimen agar tidak meledak. "Dasar, enggak percaya terus sama gue, bilang terimasih kek sama gue, si anjir emang."
"Gue takut ngerepotin," jawab Sha memelas.
"Lo yang ngerepotin gue, anjing!" jawab Briva dengan nada meninggi. Sha tersentak, hampir saja ponselnya terjatuh. Untungnya Sha sadar, lalu cepat-cepat mengambilnya. "Di mana dah rumahnya, share lokasi cepet."
Tangan Sha cepat-cepat bekerja, sebelum Briva kembali bersuara lagi, "udah."
"Anjing!"
Spontan Sha menjauhkan telinganya dari ponsel, "apaan lagi si lo!"
Briva tertawa senang dari balik telepon ini. "Perumahan elite ini."
"HAH APA?" Sha berulang kali mencoba mengerti. Terus kalau perumahan elite, harus apa? apa jangan-jangan perumahan ini perkumpulan para penculik? Sial, pikiran Sha makin kemana-mana
Briva menghela napasnya kembali. "LO ADA DI PERUMAHAN ELITE BEGO."
"Oh."
"Oh aja lagi, Andre keknya sering ke perumahan ini, tapi gak tau mau ngapain," Briva mencoba mengingat, guna mengumpulkan--mencari tau rumah siapa ini.
"Ngapa bawa-bawa Andre?" Sha menjadi sedikit sensitif. Mungkin lebih waspada terhadap kejadian beberapa hari lalu, ketika Andre menawarkan diri untuk mengantar Sha ke rumah. Tapi Sha menemaninya ke lapangan dulu, baru diantar pulang.
"Lo PMS atau gimana?" tanya Briva menebak-nebak.Cepat-cepat Sha mengelak, "kagak," sela Sha sebentar. "Bantu gue keluar dari rumah ini."
"Si anjir, enak banget kalau ngomong," jawab Briva pura-pura tak sudi. "Iye dah gue cari cara."
Sha berteriak, "bye!"
"Eh lo, bENTAR JANGAN DITUTU--"
Tittt
Sambungan telepon itu akhirnya diputus sepihak. Sha tertawa, bahagia sekali rasanya mengerjai Briva.
Sha kembali duduk, membuka buku yang ada di ruangan ini--kamar tempat Sha tidur tadi malam. Buku ini memperdalam rasa penasarannya.
Tapi, isi buku itu hanya separuh, tidak penuh.
Sha terperanjat, ketika satu kertas jatuh. Sha membaca tulisan yang berada di kertas tersebut.
Bibir Sha melebar, dirinya menganga. "Buku ini tidak akan dilanjutkan."
Deg.
Apa ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Peran Pengganti
Teen FictionMenggantikan posisi penerima apresiasi bergensi. Menerpa gejolak menikam pada Favian. Harus beradaptasi dengan cepat. Ditambah lagi, kaum-kaum pembenci dari peran sebelumnya semakin merajalela. Fisik dan mentalnya dihantam kejam. Sebagai peran peng...