20

68 4 0
                                    


Walaupun kertas mengerikan itu sudah dihapus tanpa sisa oleh Briva. Tetap saja kalimat di dalamnya akan terus melekat di ingatan Sha. Gadis itu mudah sekali overthinking. Apalagi surat tersebu jelas-jelas mengancam. Rasanya Sha ingin jatuh saja, tapi sunguhan, tidak fana seperti ini.

Masalah kontrakan, apresiasinya hingga kisah cintanya yang baru akan dimulai sudah membuat perkara saja.

Suara nyaring mengaluni setiap langkah Sha. Hingga hujan turun sangat deras. Sha bergegas, membasahi diri, menikmati setiap air yang turun.

Nasib lo akan seperti Farenzi yang asli

Entah apa maksud si pengirim ini. Lawak sekali.

Dingin, hujan malam-malam membuatnyya semakin bermain dalam lingkaran hitam. Hatinya yang sendu terasa sesak di dada. Sha tidak bisa apa-apa.

Sha menjatuhkan dirinya di atas trortoar.

Hujan membawanya berjalan ke masa lalu.

"Avan, gue udah bilang apa, anak itu memang memiliki banyak kemampuan hebat. Kenapa lo gak sekolahin dia di sekolah bagus?" Lawan bicara itu meninggi suaranya.

"Uang gue gak cukup, gue baru lulus kuliah cari pekerjaan buat anak baru lulus gini gak semudah itu."

"Buktinya lo sudah dapat pekerjaan!" hentak lawan bicara.

"Ya, memang sudah, tapi gue gak sanggup sekolahin Sha di sekolah mahal-mahal. Mungkin kalau SPP gue bisa bayar, masalahnya gaya hidup, biaya gedung apalagi daftar ulang, gue gak akan bisa tanggung. Ya kalau maksa, gue yang mampus!"

Suara itu kencang sampai Sha kecil terbangun.

Sha, gadis itu memutar otak.

"Lo gak mau Sha berkembang?"

"Gue memang Om-nya yang wajib dan memiliki tangung jawab akan Sha. Tapi maaf, gue—"

"Dasar cowo payah, gini-gini mau nikahin gue, tangung keponakannya aja gak bisa!"

"B-bukan gitu, gue masih ngumpulin dana, sama pengalaman untuk daftar dan kerja biar kita bisa bareng-bareng, terus Sha juga bisa sekolah di sekolah bagus, juga anak kita nantinya."

"Payah."

Avan berbalik, air matanya turun. Ketika itu, Sha mengintip dari balik pintu. Hatinya sakit, ternyata dia hanyalah beban bagi Avan.

***

Seharian ini, di sekolah hari paling penuh drama bagi Favian. Bagaimana tidak, tidak hanya satu orang saja yang tau kalau dirinya ternyata memiliki kelemahan soal kesehatan. Ini sial sekali, rasanya Favian ingin menyangkal saja. Malaupun hingga kini, rasa sesak di dada masih terasa.

Hingga ... hujan, Favian berusaha nikmatinya.

"Senyumnya ..."

"Senyumnya ..."

Sha gadis yang lelaki polos itu kagumi, senyumnya nan manis sukar tuk di musnahkan dalam meori ingatanya. Rasanya indah sekali sampai Favian baru sadar terjebak macet di siang hujan-hujan begini. Dinginnya AC sudah semakin menusuk tulang karena suhu di luar dingin. Tapi Favian tidak menyadari itu, karena terlalu berhanyal dan memikirkan Sha, gadis penerima apresiasi Si teladan dan pencuri hati Favian.

"Manis, cantik."

Faviann tersentak.

Favian dikagetan klakson mobil yang saling bersahutan, kencang sekali. Dirinya baru menyadari kalau ternyata dia terjebak macet. Hacurlah karya imajinasinya tadi.

Peran PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang