"Ide buruk, lo gak punya hati!" Briva membanting tangannya ke meja, emosi meluap-luap. Alisnya tersantuk--ini bukan hal yang mudah. Baginya, Farezi telah 'salah melangkah' gerakan Farezi itu, hendak Briva kritik terus sampai mampus.
Farezi mengerjab.
Kebinggungan.
Bukanya dirinya sudah mengirimkan surat agar Favian berhenti?.
Ya, berhenti.
"Tatap mata gue, sudah sadar belum lo?"
Mata Farezi beralih, menatap Briva. Bulu mata nan lentik, tebal menghipnotis Farezi sejenak. Gadis bar bar ini, kalau dilihat-lihat ternyata indah sekali.
Kembali lagi, alam sadarnya mengingatkannya tentang marah-marahnya Briva tadi.
Pertanyaan membingungkan, sadar?
Sejak kapan harus, sadarin Favian?
"Maksudnya?" tanyya Farezi meminta kejelasan.
"Kehidupan lo terlalu mudah ya. Si bangsat emang gak pernah mengerti."
Bibir khas itu kembali lagi. Farezi menengang, kuat-kuat. Sial, Farezi melupakan Fakta tentang Briva. Gadis ini memang kasar kalau berbicara. Seharusnya Farezi tidak kaget lagi.
"Lo ingat kejadian mie instan?" Tanya Briva intens.
Oiya, Farezi juga melupakan satu hal.
Briva yang terkenal sebagai musuh bebuyutan di sekolah. Malah menemui Farezi di penjara? Sisi lain Briva terlihat jelas di sini.
Apa pentingnya Briva ke sini?
Apakah benar-benar musuh bebuyutan?
"CEWE GILA!"
"LO YANG GILA!"
"Sha?" ucap Briva mematung.
Farezi tertawa kering. "Gadis gak sehat itu bikin adek gue—"
"KURANG AJAR NGATAIN TEMEN GUE!" teriak Briva tidak terima. Ya, memang Sha mengilai makan mie dengan durasi waktu yang berturut-turut. Bukan karena nakal atau ingin merusak diri, namun ia sungguh tiada lagi makanan lain.
"Apa?" Tanya Farezi menantang. "Lo kepo kan?"
Briva kicep.
Sial, tadi kata-kata Farezi malah mengantung. jika tidak berada di sini, mungkin Briva sudah membantingnya tanpa ampun.
"Apa, jawab!" hentak Briva tidak sabaran.
"Gue rasa—gue juga tau dari asisten gue. Sha, bikin adek gue jatuh cinta."
Briva tertawa.
Sha, teman dekatnya itu berubah semenjak hari itu.
Namun Sha selalu berusaha berbohong, kenyataanya.
"Masalah itu?" Jedanya sejenak, "gue udah tau dari gerak-gerik mereka berdua. Tapi apa pentingnya?"
"Penting?" Tanya Farezi balik.
"Kurang ajar lo jadi cowo!" teriak Briva kesal.
"Pikir aja, penting gak?"
***
Farezi menatap Briva intens Sorot matanya teduh, berbeda saat mereka bertemu di sekolah. Perhatianya tersorot pada Briva. Kini Farezi seperti lelaki yang sedang mabuk asmara, berbeda.
"Penting?"
Mata Farezi beralih ke sorot mata Briva yang berbeda. Ada genangan air di sana. Matanya pun merah. Gadis ini memang dari dulu menutupi kepedihanya dan tak akan terbuka jika Farezi tak menanyakan baik-baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peran Pengganti
Teen FictionMenggantikan posisi penerima apresiasi bergensi. Menerpa gejolak menikam pada Favian. Harus beradaptasi dengan cepat. Ditambah lagi, kaum-kaum pembenci dari peran sebelumnya semakin merajalela. Fisik dan mentalnya dihantam kejam. Sebagai peran peng...