"Hai!" potong gadis yang baru saja mereka bicarakan tadi, penerima apresiasi--Sha.Han melambai kaku. Kedatangan Sha membuatnya kaget.
"Sha, lo kelihatan bersemangat," tutur Andre ketika melihat garis bibir Sha yang merekah. Padahal, beberapa waktu lalu, Andre mendengar kalau Sha mengalami masalah. Sha, diusir dari kontrakan yang telah Si penerima apresiasi Si Teladan itu harus pindah, tidak tau kemana. Andre yakin Senyumnya Sha berbeda dari pada hari biasanya.
"Lo kok tau?" tanya Sha malu-malu," ya karena hari ini berbeda, kita semua bakal bersaing buat dapatin apresiasi."
Andre tertawa, dia lupa, kalau Sha selalu bersemangat tiap hari seleksi apresiasi, "yakan lo menang terus, gue sama Han kagak."
Sha merasa tidak enak hati jadinya-- karena telah melontarkan kata-kata tadi, "eh--maaf, gue gak bermaksud. Tapi ga ada halangan untuk siapapun kok. Kalau lo mau daftar ada banyak kesempatan buat lo. Bisa jadi lo bakal ambil beberapa apresiasi."
Sha tidak ingin, sampai orang menyerah karena hanya ingin--mengalah darinya. Itu sama aja menang dalam settingan. Sha benci itu, sama aja--kan itu kalah kalau di adu dengan peraturan berintergritas jujur.
Andre dan Han saling tatap, beberapa detik. Raut wajahnya menandakan--sebenarnya tidak apa-apa, toh kita sama-sama gak tertarik untuk menjadi bagian penerima apresiasi.
"Santai aja Sha," jawab Han, kaki Han melangkah selangkah mendekati Sha, menempuk pelan, "oiya, lo daftar apresiasi apa aja?"
Sha berlagak biasa saja. "Seperti biasa, lo semua pasti pada tau."
Andre dan Han sama-sama mengangguk. Sudah rahasia umum kalau setiap seleksi apresiasi, Sha selalu mencoba seluruh apresiasi, Si Berbakat, Si Teladan, Si Terajin, dan Si Tercerdas. Memang terdengar gila, tapi begitulah Sha. Si penerima apresiasi Si Teladan itu memang dikenal tak akan menyerah, walau dari empat panahnya yang tertangkap hanya satu yaitu, Si Teladan. Sedangkan apresiasi Si Berbakat, kalah beberapa poin dengan sabahatnya sendiri, Briva.
Bagi Sha, menang kalah itu sudah biasa, yang luar biasa, tetap mencoba dan tetap konsisten, walaupun hasinya selalu gagal. Tapi, di sini lah, Sha terus belajar dan menemukan skil baru yang tidak ditemui oleh orang-orang yang tidak mencoba sepertinya. Makanya, Sha tidak pernah berhenti mencoba semua aspek. Sha tergila-gila itu ini-itu. Walaupun kehidupan sunguh menerpanya ribuan masalah dan masa lalu yang mencekam.
"Sha," pangil Andre, saat gadis itu bersikap tubuh hendak pergi.
Sha mengangkat kepalanya ke hadapan Andre, "iya? kenapa?"
"Lo tau Farezi ke mana?"
Mendengar itu, Sha membelalak. Rasanya dopamine sedang menguasai sel sarafnya. Walau hanya sebentar, Sha merasakan gejolak cinta dalam dadanya.
"Lho, kok tanya gue? emang dia kenapa?" tanya Sha sok tidak peduli. Padahal dalam hatinya sungguh, tidak karuan. Bingung, apa yang terjadi dengan Farezi. Sha takut Farezi kenapa-kenapa.
Andre dan Han saling tatap.
***
Seleksi pertama, Si Tercerdas.
Lembaran kertas dibagikan. Soal-soal yang ada berisikan soal tiap jenjang, tapi dalam satu hari. Maksudnya--dari semua mapel utama yang ada digabung waktu ujiannya di hari ini juga, ditambah lagi pertanyaan logika dan kepribadian. Rentang waktu pengerjaanya hanya dari jam 7.30 sampai jam 11.30.
Terdengar gila, tapi memang gila. Kelebihanya adalah, siapapun yang ikut seleksi apresiasi Si Tercerdas akan dibebaskan untuk tidak ikut PTS/PAS kecuali ujian ujian akhir penentu kelulusan. Karena penilaian dihasilkan dari hasil seleksi apresiasi Si Tercerdas ini. Tapi tetap saja, ini gila, apalagi semua mapel dilaksanakan dalam sehari. Ini dapat menimbulkan dapak buruk, paling minimal si--membuat seseorang strees, memikirkan terlalu banyak materi yang diterima dan harus dipelajari.
Jam sudah hampir menunjukan jika seleksi ini akan dimulai. Akan tetapi, Farezi alias Favian yang menjadi Farezi tidak muncul-muncul. Ada yang merasa was-was, khawatir bahkan senang.
Salah satu yang merasa senang adalah Yoga. Sudah berulang kali Yoga beradu kecerdasan dengan Farezi, namun namanya selalu berada di urutan kedua. Sebanyak apapun Yoga berusaha, namanya selalu saja di urutan kedua. Maka dari iitu, Yoga berusaha sekeras mungkin untuk mengambil kesempatan emas ini
Yoga, tersenyum senang, ini adalah kesempatanya. Melihat Farezi tidak ada, dia sadar, ada celah untuk mengambil alih apresiasi Si Tercerdas.
Pengawas belum memberi tanda jika jam seleksi akan dimulai, maka dari itu banyak orang-orang dari luar menyelonong masuk, tanpa permisi. Kebanyakan berlari ke arah Yoga lalu membuat lingkaran hingga menciptakan kerumunan.
"Selamat ya bro! gue yakin lo bakal jadi penerima apresiasi ini!" puji salah satu siswa-siswi yang masuk dalam ruangan ini. Wajahnya ceria, mungkin menyesuaikan ketika berhadapan dengan Yoga.
Yoga mengangguk, tanganya menyapa ramah seseorang yang menjadi sumber suara itu.
Hingga bibirnya terbuka, "thanks."
Orang-orang mendekat pada Yoga. Mereka sadar, dalam waktu dekat ini Yoga akan menjadi bintang nomer satu di sekolah SMA GAT Indonesia karena pecapaiannya yang akan dia dapatkan.
Banyak yang mengucapkan 'selamat' sebelum Yoga mengerjakan soal. Itu membuat saingan lain merasa risih. Ada yang berpindah tempat, ada juga yang memilih memasang earphone untuk menghilangkan suara yoga dan ucapan 'selamat' dari telinganya.
Hingga waktunya tiba. Sorak-sorak dan keributan tadi meredup. Pengawas memaksa orang-orang penyebab keramaian itu keluar.
Tepat jam 07.30 Yoga serius mengerjakan tumpukan soal.
***
Seleksi Kedua, Si Terajin
Seleksi ini tidak terikat oleh seleksi saat ini juga. Sifatnya dipantau dari perilaku siswa-siswi saat bersekolah tiga bulan lalu. Selanjutnya, dianalisis lah siapa saja yang mendaftar. Lalu yang terpilih posternya dipajang.
Siapapun yang wajah atau namanya terpajang, harus siap menerima wawancara dari pewancara khusus. Semuanya seputaran konsisten apa tidak dalam menjalankan apresiasi Si Terajin. Bagian terberatnya adalah, wawancara diadakan secara live. Jadi apapun yang diucapkan kadidat akan disaksikan tidak hanya warga SMA GAT Indonesia, tapi masyarakan umum. Ini semua diciptakan, akan siapapun yang menjadi penerima presiasi dapat memanfaatkan apresiasinya dengan baik.
Tepat pukul 13.00 siang, setelah Yoga selesai makan, dipangilah namany, ini sudah terlalu biasa bagi Yoga, sudah pasti dirinyalah yang akan menerima apresiasi ini. Saking pedenya, Yoga begitu bosan menjalani konsep seleksi si Terajin yang tidak ada perubahanya.
***
Seleksi Ketiga Si Teladan.
Hampir mirip dengan Si Rajin, bedanya Seleksi Si teladan hanya dipantau dari tiga bulan terakhir bersekolah, tanpa wawancara. Semua panitia berasal dari guru dan beberapa siswa terpilih.
Jadi, untuk Si Teladan, tidak perlu mengeluarkan energi. Hanya tinggal menunggu pengumuman.
***
Seleksi keempat Si Berbakat.
Seleksi ini ada di akhir hari. Semua siswa siswi ditantang untuk menunjukkan bakatnya apapun itu. Menyanyi, menari, membaca puisi, melukis, berpidato dan banyak lagi.
Walaupun yang daftar apresiasi ini banyak, tapi yang berakhir tampil bisa dihitung jari.
Seluruh siswa siswi SMA GAT Indonesia, dikumpulkan. Membentuk jejeran mengarah ke panggung. Pertunukan apresiasi inilah yang paling mereka tunggu-tunggu. Apalagi penampilan Briva yang spektakuler. Walaupun dibalik layar itu, Briva sungguh menyebalkan.
Lalu, apa yang Briva tampilkan? apa yang Briva tunjukan sehingga diirinya bisa menjadi penerima apresiasi sebeluumya?
***
31/03/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Peran Pengganti
Fiksi RemajaMenggantikan posisi penerima apresiasi bergensi. Menerpa gejolak menikam pada Favian. Harus beradaptasi dengan cepat. Ditambah lagi, kaum-kaum pembenci dari peran sebelumnya semakin merajalela. Fisik dan mentalnya dihantam kejam. Sebagai peran peng...