tiga puluh empat!

52 3 0
                                    



Setelah selesai membersihkan majelis, aku teringat dengan perkataan dzihni beberapa hari yang lalu, ia menyuruhku untuk menunggunya di rooftop untuk mengatasi masalahku dengan mas alif, tapi aku lupa akan hal itu.

"dzihni nungguin aku ga ya di rooftop." batinku

Entah apa yang membuatku lupa, tapi aku sangat merasa bersalah padanya, aku takut jika dzihni menungguku sore itu.

"Kenapa ra, ko ngelamun?" Ujar aprila

"Aku lupa sesuatu."

"Apa? kenapa?" Tanyanya panik

"Kemarin kemarin aku janjian sama dzihni mau ketemu di rooftop." Bisikku

"Loh, ngapain."

"Aku mau minta saran sama dzihni hehe."

"Tentang?"

"Mas alif."

"Terus?"

"Terus apa?"

"Yaa terus kenapa lagi."

"Ihh kenapa apanya?"

Aprila menghela nafas panjang, "Gapapa ra."

"Ihhh aprill."

"Kamu samperin dzihni dulu, minta maaf sama dia."

"Tapi dia keliatan nya tadi biasa aja pril."

"Mungkin lupa, tapi kamu harus tetep minta maaf raa."

"Aku pergi dulu ya pril, kamu sama yang lain tungguin aku di bi aen ya."

"Makan nya mau di ambilin?"

"Gapapa aku bisa sendiri."

"Yaudah aku ke bi aen ya."

"Iya april."

Ia tersenyum sambil menepuk bahuku, "Hati hati, nanti ada mba macan."

"Hahah iya."

April selalu mempunyai nama julukan untuk semua orang disini, seperti mba macan yang ia katakan tadi, siapa lagi kalau bukan kak nadia haha.

Aku mencari keberadaan dzihni di sudut-sudut majelis, tapi nihil. bukankah ia tadi menyuruh nyuruhku seperti pembantu, kenapa sekarang menghilang lelaki itu memang seperti jelangkung, datang ga di undang pulang juga ga di anter. tinggal satu tempat yang belum aku periksa, taman. ya biasanya dzihni menyendiri disitu.

Benar dugaanku, pandangannya kosong ke arah danau kakinya yang panjang ia selonjorkan. seperti manusia banyak beban, padahal ia yang membuat beban.

Kesempatan emasku untuk mengejutkannya, aku berjalan ke arah belakangnya, ia sering sekali mengejutkanku, kini aku yang akan membalasnya.

"DORR."

"YAALLAH."

Aku tertawa geli melihat ekspresinya, kenapa wajah nya terlihat sangat pucat.

"Hahaha, pucet banget."

"Apaansih ente ra, ngagetin aja."

"Mangkanya jangan suka ngagetin orang, di kagetin balik ko ngamok."

"Tau ah."

"Dih marah haha."

"Ngapain si kesini."

"Eh emang gaboleh, maira disini mondok juga bayar. jadi bebas mau kemana mana aja."

"Pesantren ini punya ane, jadi ane bebas ngusir siapa aja."

"Terserah."

"Yaudah sana."

"Ih apaansi zihni, orang maira kesini mau minta maaf."

"Permintaan maaf diterima, silahkan pergi."

"Ihh gitu banget."

"Apalagi ra, minta maaf soal apa?"

"Kamu kenapa sih, aneh banget dari tadi badmood gajelas zihni."

"Gapapa."

"Maira kesini, mau minta maaf soal kemarin kemarin yang zihni bilang ketemuan diem diem di rooftop."

"Iye, dah tau ente bakal lupa."

"Kok gituu."

"Orang pandangan ente aja kosong, ane ngomong gabakal masuk tu ke pikiran."

"Nungguin?"

"Siapa?"

"Zihni."

"Ga, ngapain nungguin orang gajelas kaya ente."

"Jahat banget si iiiiiii."

Jujur aku sangat bingung dengan tingkah laku dzhni saat ini, ia tidak seperti biasanya melamun sendiri disini. kalau punya masalah pun biasanya ia cerita padaku, tapi kenapa sekarang malah seolah olah tidak membutuhkan teman cerita.

"Udah kan? sana pergi."

"Kamu kenapa sih, biasanya kalo ada masalah cerita."

"Ane gapapa maira, udah di bilang dari tadi gapapa gapapa gapapa, nanya mulu."

"Yaudah, maira cuma mau bilang itu gausah sewot dong."

Kenapa dzihni sangat menyebalkan, ini bukan lagi zihni yang ku kenal. sifatnya memang agak sedikit menyebalkan, tapi biasanya tidak se-menyebalkan ini.

"Dih marah."

"Asalamualaikum." Salamku

"Dateng ga ngucap salam, pulang aja baru ngucap salam."

Ucapannya aku hiraukan begitu saja, entah apa yang menyebabkan ia bisa sampai seperti ini.

Dzihni yang ini lebih menyebalkan dari yang ku kenal.

•••

hii

cinta untuk habibiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang