10. The Tallest is The Shortest

10 1 0
                                    

Sasha merasa begitu dipermainkan sekarang.

Setelah semalam terlibat cekcok hebat dengan sang adik untuk yang pertama kalinya, gadis itu dengan pandangan kosong mengikuti Lake di tepat tengah malam untuk pergi ke tengah hutan dengan menaiki dua rubah kelewat besar yang lebih cocok untuk memakannya daripada berpura-pura seperti kuda. Adiknya sendiri sudah terlihat akrab dengan salah satu hewan itu, meninggalkan dirinya yang berusaha beradaptasi dengan rubah yang terlihat... tidak begitu ramah.

"Bisa tukar transportasi, tidak? Kayaknya yang ini gak nerima tunai."

"Naik saja, Kak." Dan Lake terlihat sudah seperti dirinya yang biasa. Anak itu mengusap bagian belakang kepala rubah yang ditumpanginya sekali lagi, sebelum menoleh ke arah sang kakak yang masih melempar tatapan saling benci bahkan dengan seekor binatang. Rubah yang satu itu memang sedikit tidak suka terhadap bau asing, padahal sudah bertahun-tahun Sasha tinggal di tengah pemukimannya. Wajar, ia rasa. Kakaknya tak pernah mau berbaur dengan segala jenis yang bisa mengganggu hidupnya.

"Selamat malam, Si Gadis dan Adiknya."

Seekor anjing seperti jenis penjaga rumah dengan bulu sehitam malam dan mata sehijau daun melompat dari dahan yang cukup rendah, melangkah mendekati mereka jumawa. Lake mengangguk sekali, berbeda dengan Sasha yang memberi tatapan waspada.

"Memang perasaanku saja, atau sekarang semua binatang bisa berbicara?"

"Ah, tidak-tidak. Maaf karena mengejutkanmu, tapi aku jiwa yang sama seperti rubah kemarin. Aku tidak benar-benar hewan—maksudku, tentu kau paham beberapa dari "kami" bisa berubah wujud."

"Aku tak mengerti, dan juga tak keberatan mengakuinya." Sasha menghembuskan napas lelah, kemudian melirik rubah di sampingnya yang tampak tak memberi perhatian apapun pada apa yang terjadi di sekitarnya. "Jadi ini perjanjian yang "dia" maksud?"

"Ya. Mudah, kan?" Ziekh terkekeh geli. Kaki depannya maju selangkah, menekan kalimat yang menjadi terusannya. 

"Kau cuma perlu berada di hutan."

"Yah, secara teknis aku sudah 'berada' di sini hampir dua digit hitungan tahun. Jadi apa lagi yang kalian perlukan dariku?"

"Kau memang 'berada', tapi yang kumaksud adalah benar-benar bersentuhan. Walaupun makan, tidur, kerja, dan buang air di sini, kau tak pernah, kan, benar-benar ingin tahu apa rasanya melihat langsung apa yang ada di balik jendela ruang kerjamu? Dengan kata lain, kau tidak akan peduli bahkan jika ini adalah lautan, karena kau tak pernah benar-benar mengadakan kontak fisik dengan sekitarmu—kau terlalu tidak peduli."

Sasha merasa kepalanya sedikit sakit mencerna semua paparan pemikiran Ziekh mengenai dirinya. Memang benar, apa yang dikatakan anjing yang saat ini sedang bertelepati dengan rubah jutek itu, bahwa mau tinggal dimanapun dirinya, Sasha tak akan pernah peduli. Satu-satunya alasan ia memilih bertempat di tengah hutan pun karena gadis itu sangat tidak menyukai keramaian yang menyesakkan—kota. Itu membuat fokusnya mudah hancur dan pikirannya terasa berat. 

"Nah, mumpung kau sekarang sudah bertemu "kami", penjaga dan para simbolis dari komposisi hutan, akan jadi sesuatu yang menyenangkan kalau kita mulai jalan-jalan, kan?" Ziekh melempar pandang mengancam disertai senyum palsu pada rubah yang akan dinaiki Sasha tersebut, yang langsung dibalas dengan buangan muka tetapi dengusan napas pasrah tetap terdengar dari kedua lubang hidungnya.

Senyum Ziekh mengembang.

"Yosh, siap semua?! Kita bakal jalan-jalan tengah malam, heheh! Oh, ya, aku perlu memberitahu Miru soal ini, dia pasti kebelet protes sama Val gak lama lagi karena aku yang pertama kali menjemput kalian! Hahahah!"

Baik Sasha maupun Lake, keduanya memiliki pikiran yang sama, bahwa Ziekh baru saja mengeluarkan sifat aslinya. 

Rupanya seekor anjing yang enerjik.

Little Things That Bring Me To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang