14. Caught by The Night

12 1 0
                                    

"Akhirnya."

***

Sasha merasa kepalanya sakit luar biasa tatkala membuka mata dan langsung disambut oleh wajah Lake yang memenuhi indra penglihatannya, memblokir cahaya alami dari dinding tanah di sekitar mereka walau tidak gelap sepenuhnya. Detik berikutnya setelah sadar, gadis itu ingin muntah.

Tak jauh dari posisinya, terdengar suara bising dua orang yang tengah berdebat; ia sanggup menebak itu adalah Valerian dan Ziekh; nada bicara mereka yang sangat khas menyebalkan dan berapi-api. Deru nafas Lake yang semakin mendekati permukaan wajahnya membuat ia tak bisa lagi beradaptasi dengan keadaan, susah payah mengangkat sebelah tangan untuk mendorong wajah adiknya pelan, walau ia masih belum sanggup bicara. 

"Ah, dia gak jadi mati." Miru berkata tanpa saring sembari mengarahkan telunjuk pucatnya pada ranjang kapas di hadapannya, tempat Sasha berdiam selama tidur dadakannya. Sisa kepala yang masih berdebat itu tertoleh bersamaan, memasang raut melongo yang tak diacuh siapapun. Sasha menatap keduanya tanpa ekspresi, matanya kini bergulir pada Lake yang tengah duduk di samping ranjang, memasang raut dengki pada Valerian meski tak begitu terlihat. 

"Maafkan aku, Nona. Pasti sakitnya tidak bercanda." Valerian menunjukkan senyum termanisnya, melangkah mendekat dengan satu tangan terjulur sementara yang lainnya disembunyikan di belakang punggung, menunjukkan sopan santun. Lake menambah tajam tatapannya, refleks menghalangi Valerian menyentuh tangan kakaknya. Sosok itu sedikit terkejut, tetapi detik berikutnya tidak tampak terganggu. Walau begitu, ia membatalkan niatnya meraih salah satu bagian tubuh pujaan hatinya tersebut. Kemudian kepalanya tertoleh, menatap Miru beberapa saat sebelum anak itu mengangguk setengah hati dan berjalan ke lubang galian di sebelahnya, mengarah entah kemana. 

Jika ingin dideskripsikan, tentu yang akan pertama kali gadis itu katakan mengenai tempat antah-berantah ini adalah "sebuah hotel bintang lima di kawasan liburan dengan tema bawah tanah dengan harga yang bisa membiayai anak cucu sedemikian rupa.", lantaran meski mereka di bawah tanah, tempat ini justru memiliki udara yang lebih segar dan interior yang tergolong mewah, dengan versi seluruhnya terbuat dari komponen hutan. Cahaya yang tadi sempat disebut-sebut berasal dari rongga-rongga tanah kering yang tidak sepenuhnya tertutup meski kuat, memancar keluar dengan warna keemasan menerangi satu ruangan, tidak kurang maupun berlebihan. Semua terasa alami, bahkan kasur yang desainnya terkesan berantakan karena tidak dirajin terlebih dulu ini justru lebih nyaman dibanding kebanyakan kasur di dunia. 

Miru telah melaksanakan tugasnya dengan baik. 

"Aku tahu sebentar lagi kau mau memuji-muji dia, tapi semua ini tidak akan jadi kalau aku tidak mengirim tikus-tikus raksasa untuk menggali lubang sebesar ini dan meletakkan semua hasil kerajinannya; yang artinya kau harus menyayangi aku juga."

Gerutuan Ziekh memenuhi langit-langit ruangan tepat setelah gadis itu berpikir demikian. Ia refleks menyemburkan kekehan, menganggap mereka hanyalah anak kecil pada akhirnya. Ziekh memasang tampang pura-pura sebal sebagai jawaban, berbeda dengan Valerian yang justru baru pertama kali melihat gadis itu tertawa.

"Kupikir kau gadis menyedihkan yang terpuruk dan tenggelam dalam depresi hingga tak bisa kembali, tidak pernah tersenyum dan tidak memiliki kehidupan, tapi ternyata kau bisa tertawa juga, Nona."

"Itu agak berlebihan, jadi bisa kau tidak bicara lagi setelahnya?" Sasha mengubah tampangnya menjadi galak, tiba-tiba mendapat semangat untuk menggerakkan tubuhnya sebab ia ingin memukul Valerian. Malas meladeni sosok menyebalkan satu itu, kini perempuan itu mengalihkan pandangan pada Lake yang tanpa sadar masih mengerahkan tangan menutupi tubuhnya sembari memasang wajah marah. Gadis itu mengangkat tangan kanannya, meletakkannya di atas rambut legam sang adik guna menenangkannya. "Aku masih hidup, Lake. Tenanglah sedikit."

Little Things That Bring Me To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang