15. The Magic Lake

5 0 0
                                    

"Threads. Seperti namanya, tubuh mereka dibangun oleh sekumpulan benang, atau tubuh mereka terlihat seperti dibalut benang. Tadi sih, memang gak kelihatan, tapi kalau diamati lebih dekat, kau bisa lihat tekstur menjijikkan dari badan mereka. Mereka itu parasit, hanya menumpang dan mengganggu para satwa dan manusia yang berkunjung. Makanan utama mereka visual, biasanya menculik anak-anak rusa untuk dikurung dan dipandangi tiga kali sehari, hal itu memberi mereka energi. Tapi yang paling lezat buat makhluk-makhluk itu, tentu saja anak manusia, alias manusia yang belum memiliki keturunan."

Miru terbatuk setelah menjelaskan, meminta Pekat membawakannya setengah batok kelapa air yang wadahnya mereka dapatkan dari sampah manusia sewaktu berkunjung ke sini. 

"Tolak ukur kau masih punya kesempatan menyelamatkan diri atau tidak dilihat dari seberapa jauh tubuh mereka yang seperti air itu menyentuh badanmu. Kalau masih sedikit seperti tadi, kau cuma perlu menebasnya saja, asal jangan sampai mereka membungkus seluruh tubuhmu. Karena manusia itu lemah, tidak ada yang pernah selamat dari penculikan mereka dalam keadaan terbungkus seluruh badan, jadi bisa dibilang sampai sekarang masih nol persen."

Miru minum lagi.

Sasha merapatkan bibir sebagai respon, memilih mengalihkan pandangan ke langit yang mulai mengeluarkan jingga, memberi tanda bahwa malam akan tiba. Lake di sebelahnya tampak tak terganggu, walau ia dapat mengamati anak itu terlihat waspada, melirik ke segala arah dengan ekor matanya.

Yah, siapa coba yang masih bisa tertawa santai setelah diberi peringatan ancaman seperti itu?

"Biasanya kalau dari geng kita, Ziekh yang paling semangat. Lata juga kuat, tapi Pekat lebih tangkas. Miru jarang ingin ikut campur, sih, tapi dia bisa bikin payung dari daun di pohon-pohon supaya yang terjebak bisa dihabiskan sama yang lain," oceh Valerian.

"Lalu kau ngapain?" 

"Aku? Sibuk nge-date sama Aro~ tapi karena sudah ada Nona, kayaknya sekarang bisa dibilang aku lagi selingkuh?"

"Mendengar suaramu bisa membuatku cepat mati," kata Miru, beranjak dari duduknya dan kembali menggamit lengan bawah Pekat yang sudah diposisikan seperti pegangan. Sepertinya bukan kelelahan, tapi Miru hanya ingin bermanja. 

"Ahahahahah! Maaf deh, Nek, kau ketuaan, sih. Sudah bau tanah, tapi memang dari lahir juga begitu. Ayo, Nona, Bocah! Kita lanjut, sekalian mencari monyet."

Kedua anak manusia yang diculik secara mendadak itu tidak memprotes dan bertanya sebanyak sebelumnya, mengetahui sekarang mereka benar-benar seperti di dunia antah-berantah, atau mengkhayal bahwa sebenarnya ini adalah dunia paralel, dimana hutan-hutan mendadak punya roh menyebalkan mereka sendiri.

Kali ini Sasha baru benar-benar bisa menikmati indahnya hutan. Pohon-pohon yang menjulang tinggi dengan dedaunan melebar dari ranting, menutupi sebagian sinar matahari bak payung besar di cuaca panas. Daun-daun kuning yang berguguran, terus berjatuhan menimpa kepala-kepala yang berada di bawahnya, seakan memberi jalan pada jalanan besar yang tengah mereka lewati. Sembari terus berjalan, gadis itu kerap kali melihat beberapa binatang seperti monyet ekor panjang dan bajing yang sibuk melaksanakan aktivitas mereka sehari-hari di atas pohon; monyet-monyet itu mencabuti kutu satu sama lain sembari memetik buah apapun di sekitar mereka untuk menjadi teman nongkrong, sedangkan bajingnya ada dua, tampaknya mereka sepasang suami istri yang sedang berusaha memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan buah-buahan dan serangga.

Suara gaduh cicitan burung juga terus menemani setiap langkah yang ia raih, melewati detik serta senja. Semburat oranye mulai muncul ke permukaan, menandakan mereka akan tiba pada malam pertama di dalam hutan.

Gerakan tangan yang aneh menarik matanya, gadis itu melihat Lake menggenggam kedua lengan atasnya seerat mungkin, menggosoknya dengan bringas sembari menggertakkan gigi kedinginan. Ah, iya. Alih-alih gerah, dampak dari asrinya pepohonan di sekeliling mereka malah membuat anak-anak manusia yang rentan ini lebih ingin kembali ke rumah, menyalakan perapian, dan tidur meringkuk seperti ulat kaki seribu di bawah selimut tebal sembari mengeluarkan asap dingin dari mulut-mulut mereka. Padahal Sasha yakin ia memesan sebuah rumah jauh dari gunung, tetapi ternyata tumbuhan benar-benar membuat segalanya terasa sejuk.

Little Things That Bring Me To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang