VIRTUAL - 08

512 38 12
                                    

Author's POV

Cahaya sinar matahari tiba-tiba saja seakan menampar wajah Tama saat Starla membuka gorden jendela ruang tamu.

Tama menggeliat kecil dalam tidurnya. Kemudian perlahan matanya pun sedikit terbuka, berusaha menyesuaikan dengan sinar matahari yang begitu terang.

"Good morning, Sayang..."

Starla tak menanggapi kalimat sapaan dari Tama. Ia hanya memandang pria itu sekilas dengan tatapan datar lalu kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

"Cuci muka. Sarapannya sebentar lagi siap." ujar Starla sesaat sebelum pergi meninggalkan Tama.

Tama tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Walaupun Starla masih terlihat bersikap dingin padanya, namun hal itu tak membuat Tama menyerah begitu saja.

Baginya, memperjuangkan gadis seperti Starla memang harus sampai ke titik darah penghabisan.

Tama menyibak selimut yang ia pakai dan seketika sebuah senyum terukir di bibirnya.

Ia sangat tahu bahwa Starla tidak benar-benar membencinya, karena gadis itu bahkan masih peduli terhadap dirinya.

Tak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Tama segera pergi ke toilet guna membasuh wajah serta melakukan beberapa ritual untuk seorang 'pria' didalam sana.

Sepuluh menit berlalu, semua menu sarapan yang Starla masak telah tersaji di meja makan.

Tama dan dirinya juga sudah duduk di kursi masing-masing sambil menikmati hidangan dalam diam. Tak ada pembicaraan yang terjadi diantara mereka. Sebenarnya yang lebih membuat suasana ini semakin canggung adalah karena Starla nampak menghindari kontak mata dengan Tama.

"Kamu yang gantiin baju aku?" tanya Tama secara tiba-tiba.

Starla yang mendengar pertanyaan itu terlontar mulus dari mulut Tama, langsung menghentikan aktivitas sarapannya. Namun tetap saja ia tak ingin melihat kearah pria itu.

"Apa itu penting?" tanya Starla dengan nada dingin dan kembali menyendok nasi kedalam mulutnya.

"Jelas aja penting. Itu namanya pelecehan tau. Emang kamu pikir aku cowok apaan?" meskipun apa yang Tama katakan tadi terdengar seperti sebuah candaan, namun Starla masih terlihat tak tertarik untuk terlibat pembicaraan dengan Tama.

"Kamu juga selimutin---"

"Kamu ini stalker apa gimana? Kamu tau kalo kita ini dua orang asing, kan? Aku bisa aja laporin kamu ke polisi karena maksa masuk kerumah orang!" kata Starla marah.

Pada akhirnya, ia mendongak menatap wajah Tama dan itu membuat Tama sangat senang.

"Ohya? Tapi kamu gak laporin aku ke polisi tuh. Dan satu lagi, apa tadi kata kamu? Aku maksa masuk kedalam rumah kamu? Lah, bukannya kamu yang bawa aku masuk kedalam rumah kamu? Hm?!"

Starla seketika membisu. Apa yang Tama katakan, tak bisa ia bantah. Karena bagaimanapun memang dirinyalah yang memutuskan untuk membawa Tama masuk kedalam rumah.

Dan lagi, kenapa juga ia tak melaporkan Tama kepada pihak berwajib saja? Kenapa ia harus peduli dan malah mengundang pria itu?

Lihatlah sekarang, Starla justru berada dalam posisi yang menurut Tama salah.

Starla bangkit dari kursinya, lalu berjalan menuju dapur untuk mencuci piring bekas makannya.

Sampai ia kembali masuk kedalam kamar, Starla tak mengeluarkan sepatah katapun. Ia tak punya banyak tenaga untuk meladeni pria menyebalkan seperti Tama.

Tama tersenyum simpul. Sebenarnya ia tak tega jika harus menggoda Starla secara terus-menerus. Tapi ia juga bingung harus melakukan hal apa untuk mendekati gadis seperti Starla.

Virtual Masa Gini?™Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang