Author's POV
"Kamu kalo belum makan... makan dulu, Sayang. Aku temenin deh."
Starla hanya bisa diam dan terus mendengarkan bagaimana Tama berinteraksi dengan para Nyonya yang lainnya di Live Instagram.
Terhitung, sudah hampir satu jam Tama bercanda dan bercerita bersama mereka.
Kalau boleh jujur, Starla merasa sangat cemburu karena perhatian dan kasih sayang Tama tak sepenuhnya diperuntukkan kepada dirinya.
Padahal, Starla sudah merasa yakin bahwa dialah Nyonya paling istimewa bagi Tama. Mengingat, bahkan hubungan keduanya sudah terlampau jauh jika harus dikatakan sebagai 'Virtual'.
Mata Starla seketika terpejam.
Sakit. Hatinya begitu sakit mendengarkan Tama tertawa dan memuji wanita lain selain dirinya. Apalagi Tama melakukan itu secara terang-terangan dihadapan Starla.
Jika ditanya, Starla juga tidak tahu mengapa dirinya menjadi seperti ini.
Semakin lama ia semakin menunjukkan sikap dimana dia menginginkan Tama hanya menjadi miliknya seorang.
Starla ingin egois untuk saat ini. Ia ingin semua perhatian dan kasih sayang Tama hanya diberikan untuknya.
Ia begitu membenci kenyataan bahwa Tama tak sepenuhnya ia miliki.
Starla beranjak dari kasur. Meninggalkan Tama dengan urusannya.
Gadis itu sudah tak kuasa lagi menahan rasa sakit dan sesak yang mendera ditubuhnya. Maka ia putuskan untuk pergi keluar rumah.
Lalu, disinilah dia sekarang. Menangis tanpa suara dan tanpa diketahui oleh Tama. Karena memang Starla sedang duduk disebuah ayunan, tepat ditengah-tengah lapangan luas yang tak jauh dari rumah penginapan mereka.
Suasana malam hari tak membuat sedikitpun nyali Starla menciut. Ia justru nampak menikmati kesendirian ini.
"Hiks..." Starla lagi-lagi mengusap air matanya yang turun begitu saja.
Semenjak berada dekat dengan Tama, Starla merasa bahwa dirinya menjadi agak protektif dan sensitif.
Ia tidak suka Tama membagi apapun yang seharusnya menjadi milik Starla sendiri kepada orang lain.
Buruknya, mungkin lebih kearah obsesi.
Starla begitu terobsesi pada sosok Tama. Maka dari itu Starla menjadi sedikit egois karena tak menginginkan Tama menjadi dekat dengan gadis lain selain dirinya.
Starla jelas takut jika suatu saat Tama meninggalkannya. Ia belum siap akan hal itu.
Tama adalah segalanya bagi Starla.
Ah, airmata Starla semakin deras turun membasahi pipinya.
Mengingat bahwa Tama sepertinya tak bisa ia miliki, sangatlah menyiksa.
Dadanya menjadi sesak seakan tak ada oksigen yang masuk kesana.
Starla melihat kearah pintu depan rumah, tak ada tanda-tanda bahwa Tama akan menyusulnya.
Perlahan Starla tersadar, Pria itu bahkan nampaknya tidak perduli pada dirinya dan lebih memikirkan kesenangan para Nyonya yang lain.
Starla menangkup wajahnya di kedua telapak tangan, kemudian menangis sejadi-jadinya. Rasa sakit semakin menyiksa batinnya, Starla benar-benar tidak sanggup kalau harus seperti ini.
"Sayang..."
Suara itu sontak saja membuat tangisan Starla terhenti dan mendongakkan kepalanya. Namun hal tersebut tak serta-merta membuat Starla mau mengalihkan pandangannya kearah sang pemilik suara.