Bagian 22

2.4K 242 39
                                    

"Kenapa nggak ada yang bangunin gue, sih?" gerutu Biru.

Biru baru saja menyelesaikan ritual mandi dan berpakaian secara kilat. Lalu saat ini sedang menyiapkan tas beserta isinya yang akan dibawa ke kampus.

Senin pagi yang cukup kacau bagi Biru. Setelah memasuki jenjang perkuliahan, ini adalah kali pertama seorang Xabiru Pasha Dovanka terlambat bangun. Ditambah dari ketiga saudaranya tidak ada satu pun yang membangunkannya, padahal mereka tahu kalau Biru ada kelas pagi.

Dibandingkan dengan ketiga saudaranya, Biru adalah seorang yang sangat menjunjung tinggi kedisiplinan. Namun, entah mengapa hari ini ia bisa terlambat bangun bahkan belum menyiapkan keperluan kuliahnya, padahal biasanya selalu disiapkan pada malam hari.

Dengan langkah tergesa, Biru menuruni anak tangga hingga mencapai lantai bawah. Tidak ada cukup waktu untuk sarapan hingga ia memutuskan untuk langsung berangkat saja.

"Lah, lo kuliah, Mas?" tanya Zidan. Keduanya berpapasan di depan tangga.

"Ya, iya, lah. Jadwal kelas gue masih belum berubah kalau lo lupa," ketus Biru. "Lo mau berangkat sekarang? Gue ikut, ya?" lanjutnya.

"Dih, ngegas. Iya gue mau berangkat. Ayo kalau mau ikut," balas Zidan.

Lalu keduanya berjalan menuju pintu depan dan bergegas ke arah motor Zidan yang sebelumnya sudah disiapkan. Biru sendiri sedang malas mengendarai motor, hingga memilih berangkat bersama sang adik saja.

"Gue kira kelas lo dibatalin atau apa. Eh, ternyata kesiangan. Tumben banget, sih, Mas," ucap Zidan setelah duduk di motor dan sedang memakai helm.

"Gue masih manusia, Dan. Masih bisa kesiangan juga. Harusnya juga lo samperin kamar gue dan bangunin pas tau gue belum turun," omel Biru. Ia sudah memakai helm dan duduk di boncengan motor Zidan.

Zidan hanya mendengkus dan memilih mulai melajukan motornya daripada harus menanggapi sang kakak yang sedang sensitif.

Semalam Biru sudah berencana untuk berangkat ke kampus lebih awal, tetapi gagal karena ia telambat bangun. Ditambah dengan ketiga adiknya yang seolah tidak peduli karena tidak ada satu pun yang membangunkannya, membuat Biru semakin sensitif pagi ini.

Bukan hanya Biru yang tidak bisa merealisasikan rencananya pagi ini, tetapi Papa dan Mama juga. Pagi-pagi sekali Papa mendapat kabar kurang baik dan harus melakukan rapat penting yang tidak bisa ditunda dan tidak bisa diwakilkan. Sehingga dengan terpaksa menunda rencana kepulangan ke Jakarta.

***


Sejak pagi tadi perasaan Zian tidak menentu. Bahkan ia merasa gelisah tanpa sebab yang jelas. Sepanjang mengikuti kelas pun rasanya sangat sulit untuk fokus.

"Na, kenapa, sih? Dari tadi kayak nggak tenang gitu," ujar Bagas.

Saat ini mereka berada di kantin untuk makan siang.

"Gue juga nggak ngerti kenapa, dari pagi perasaan gue nggak enak," balas Zian apa adanya.

"Masih kepikiran sama surat peringatan kemarin?" tanya Bagas.

"Mungkin?" sahut Zian ragu.

"Ya udah lanjut makan dulu. Jangan mikirin yang enggak-enggak. Lagian lo masih bisa perbaiki, kan. Jangan pernah skip kelas lagi dan kerjain tugas yang dosen kasih," ucap Bagas dengan sedikit nasihat.

"Iya. Gue juga udah mutusin buat lanjut berjuang dan nggak main-main lagi," tegas Zian.

"Nah, gitu, dong. Baru sahabat gue!" seru Bagas. Suaranya cukup untuk membuat beberapa orang di sana memandang ke arah keduanya, hingga Zian menepuk lengannya cukup keras.

We are Us | NCT Dream 00L [Re-Pub]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang