Dua minggu telah berlalu, sejak kejadian dialami Yulia. Bolos kuliah bukanlah kriterianya. Kejadian itu sangat pilu, begitu pilu hingga tidak tau bagaimana cara dia menghadapi semua cobaan. Dimulai segala pesan dari teman satu kelas bertanya dimana dirinya saat ini.
Berhari-hari dia menangis seperti orang depresi. Rasanya Yulia ingin mengakhiri hidup dengan cara menyayat pergelangan tangannya. Akan tetapi dia masih mempunyai suatu impian belum diraihnya. Dia mencoba untuk bangun dari dunia buruknya.
Mungkin di akhir tahun berikutnya nanti dia melupakan semuanya. Melupakan Samuel dari dunia buruknya. Sudah berapa mata kuliah dia tinggalkan. Jika bukan karena gelar, mungkin dia tidak akan melanjutkan kuliahnya.
Sampai di kampus, dia mencoba untuk menarik napas dalam-dalam, kemudian masuk ke kelasnya. Sebelum dia menaiki anak tangga. Seseorang menahannya.
"Yul,"
Yulia menoleh, seorang laki-laki berikan senyuman paling manis. Yulia tidak akan pernah lagi tertipu akan senyuman. Senyuman seperti Samuel berikan. Apalagi mencoba untuk manis di depannya. Yulia sudah muak dengan perilaku para manusia bertopeng palsu.
"Siapa?"
Laki-laki itu mengulurkan tangan pada Yulia. Tetapi Yulia malah menatap tangan itu tanpa terbalaskan olehnya. Merasa diacuhkan oleh Yulia. Laki-laki itu sadar diri. Dia pun bersikap biasa saja.
"Bagaimana kabarmu? Beberapa hari ini jarang nampak dirimu di kampus?" tanyanya seolah-olah dia sangat kenal banget dengan Yulia.
Yulia tidak menjawab malahan dia mengarah ke mading pengumuman. Mungkin ada informasi tentang tugas perkuliahan atau ujian.
"Kamu benar benar gak ingat aku?" tanyanya lagi memastikan.
Masih sama, Yulia tidak menjawab. Beberapa saat kemudian Sherina menghampirinya. "Akhirnya kamu masuk juga, kemana saja sih kamu beberapa hari ini? Hilang tanpa jelas gitu. Chat aku gak kamu balas," ngomelnya.
Laki-laki itu masih berdiri di depan Yulia. Seakan dia benar benar diacuhkan oleh Yulia. "Aku pulang kampung. Mamaku sakit mendadak, jadi gak sempat balas chat kamu," jawabnya bohong.
"Mama kamu sakit?" Bersamaan pula Sherina dan laki-laki itu.
Yulia menatap keduanya pun berkesinambungan. "Gak parah kok, cuma kolestrol doang," ujar Yulia kemudian.
Sherina menatap laki-laki itu, kurang suka saja. Malahan laki-laki itu santai tidak terlalu bagaimana jika orang India kayak Sherina tidak terlalu suka dia dekat sama Yulia.
Yulia dan Sherina barengan ke kelas, setelah menjauh dari laki-laki itu. Sherina mengapit lengan Yulia. "Kamu kenal sama laki-laki tadi?" tanya Sherina. Kembali menginterogasi.
Yulia dengan cepat menggeleng. "Kalau gak kenal, kok dia kayak kenal banget sama kamu? Anak jurusan mana tuh?" tanyanya lagi.
Yulia cuma mengangkat bahu. Dia meletakkan tas di belakang kursi. Sherina belum puas dengan pertanyaan itu. Dia menarik kursi dan duduk bersebelahan dengan Yulia.
"Yakin? Kamu gak kenal laki-laki tadi?" tanyanya lagi.
Yulia menarik napas dalam-dalam, lalu menatap teman satu ini. Jika bukan Sherina yang membangkitkan semangatnya mungkin dia tidak akan lanjut kuliahnya lagi. Ternyata Yulia salah, Sherina tidak seperti anak jurusan lain. Hanya mengambil keuntungan pribadi. Demi mencemarkan nama baik seseorang lalu menuduh sembarangan.
"Kalau aku jawab, gak, kenapa? Kalau aku jawab, iya, kenapa? Mau traktir aku makan?" sekarang giliran Yulia bertanya.
Pertanyaan itu bakal sulit Sherina jawab. "Jujur saja kenapa sih? Kamu tau, dua minggu kamu tidak ada kabar. Buat absensi saja dosen pun bingung. Kamu ingat dosen pangaribuan? Dia dari kemarin cariin kamu terus," ngomelnya.
"Jujur gimana lagi? Aku gak kenal dia. Dia aja sok kenal aku waktu ospek," jawab Yulia.
"Masa sih? Nah, ini mau aku tanyain. Waktu ospek, kamu bagian kelompok mana? Kok aku gak nampak kamu?"
"Aku di kelompok pertama, Kelompok Peter Pan,"
Sherina kecewa, pantas dia tidak tau Yulia. "Pantas,"
"Kamu di kelompok mana?"
"Ada Band,"
Sherina masih ingat dia satu kelompok anak jurusan lain. Apalagi anak jurusan pada belagu. Sering dapat hukuman sama panitia.
"Kenapa lesu gitu? Memang kelompok ada band, kalau gak salah ingat mereka pada kreatif, kan?" tanya Yulia.
"Kreatif, iya, sih. Ampes terus yang ada. Mereka pada belagu semua. Apalagi punya satu geng paling nyebelin,"
"Siapa?"
"Gengnya anak jurusan Akuntansi loh, bawahan SAC."
Yulia tidak kenal nama itu, anak jurusan Akuntansi. Bukannya di kelompok dia dulu juga ada anak jurusan Akuntansi. Menurut Yulia anak jurusan Akuntansi semua pada alim-alim.
"Sudahlah, jangan dibahas lagi. Kamu belum jawab pertanyaan aku tadi. Kamu benar benar gak kenal sama laki-laki tadi?" Sherina kembali mengulang pertanyaan kepada Yulia.
Yulia bersikeras. "Gak, memang kenapa sih?"
"Lah, masa kamu gak kenal dia? Aku gak yakin kamu gak kenal dia. Katamu, dia kenal kamu waktu ospek. Berarti kamu kenal dong? Uda gak usah disembunyikan, aku selalu jaga rahasia teman kok," ngotot Sherina.
Yulia tidak yakin kalau Sherina bisa menjaga rahasianya. Dia takut jika masalah dia hadapi bocor. Cukup lama Yulia mengamati wajah Sherina. Dia pun menarik napas sedalam-dalamnya, kemudian mengembuskan.
"Janji, kalau kamu gak akan membocorkan apa yang aku ceritakan? Jika kamu membocorkannya?"
"Kamu boleh marahi aku, caci maki sesuka kamu," jawabnya dan melingkarkan jari kelingking sebagai tanda dia benar benar akan merahasiakan kisah Yulia.
Waktu terus berjalan, Yulia menceritakan pengalamannya dimulai mengenal Hardi hingga Samuel dan juga teman-temannya. Meskipun Yulia tidak terlalu kenal baik dengan mereka. Hanya Hardi dan Samuel menurut dirinya, mereka laki-laki yang paling langka. Akan tetapi semua itu hanya palsu. Entah dari mana Yulia akan percaya. Percaya omongan Hardi atau Samuel. Meskipun Hardi dan Samuel adalah teman baik dan dekat di masa sekolah mereka. Namun rasa dibenak Yulia terasa tercabik-cabik setelah apa yang di lakukan oleh Samuel padanya dua minggu yang lalu.
"Gila! Jadi dia lakuin itu terus tinggalin kamu begitu saja?!" Sherina yang dengar cerita Yulia.
Malahan Sherina tidak terima, seakan perempuan hanya mainan. "Terus kamu gak lapor gitu sama polisi? Kalau dia ...."
Yulia menutup mulut anak-anak anak-anak lain pada masuk kelas. Sherina menurunkan tangan Yulia dari mulutnya. Sherina hampir kebawa emosi. Jelas dia tidak terima.
"Jadi, kamu gak tanya dia di mana? Ada tanggung jawab gak? Kalau kamu diam seperti ini, bagaimana masa depanmu," ucap Sherina pelan. Dia tidak ingin anak lain dengar apa yang mereka bahas.
Salah satu teman satu kelas menghampiri Yulia. "Loh, Yul? Uda masuk? Katanya kamu sakit, ya? Gimana uda lebih baik?" timpal Juliana.
Yulia mendongak dan mengangguk. "Sudah, sudah lebih baik," jawabnya bohong.
"Bagus deh, soalnya si SAC yang kasih tau ke dosen kalau kamu sakit beberapa hari gak masuk. Terus, dosen pangaribuan sempat tanya sih, dicariin mulu dari kemarin. Kamu uda temui?" ucapnya sekaligus menyampaikan pesanan yang sama dengan Sherina tadi.
"Benarkah? Belum, mungkin nanti setelah mata kuliah satu ini," balas Yulia, tidak lupa mengucapkan Terima kasih pada Juliana.
Sepeninggal Juliana dari tempatnya, kembali bergabung geng dia. Sherina menggenggam tangan Yulia. "Kayaknya dosen pangaribuan mau tanya sesuatu ke kamu, apa karena ujian?" tebak Sherina.
"Gak tau,"
Dosen mata kuliah sudah dimulai, Yulia harus fokus. Walau sekarang dia mengalami pusing di kepalanya. Padahal baik-baik saja tiba di sini. Kenapa hal itu kembali datang lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/216696442-288-k545855.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐄𝐱-𝐁𝐚𝐬𝐭𝐚𝐫𝐝 (Drama Romantis)
RomansYulia berharap tidak akan bertemu pria yang sudah menyumbangkan sperma padanya. Pria yang tak bertanggungjawab dengan seenak jidat menghina Yulia seorang wanita jalang. Kekesalan Yulia sudah tak dapat dibendung lagi, untuk selamanya Yulia bersumpah...