Chapter 05✔

211 54 6
                                    

Saat lelah itu datang dan membuatku bosan karena terlalu dalam mengharapkanmu untuk memperhatikanku.
--

Dalam hatiku yang terasa begitu dingin ini, tiba-tiba saja kau hadir bersinar dalam kegelapan. Di dunia ini, dimana aku tidak lagi mempunyai tujuan untuk bersandar. Bahkan saat diri ini berkali-kali ingin menyerah dan juga merasa begitu kesal secara bersamaan.

Mengapa hanya aku? Mengapa rasa luar biasa ini membelenggu naluriku. Aku tidak bisa berpikir jernih, semuanya hanya terjadi begitu saja. Begitu tiba-tiba tanpa permisi, lalu menorehkan luka begitu saja ke dalam uluh hati.

Getaran ini begitu jelas. Sangat jelas walau bahkan sudah mengelaknya ribuan kali. Rasa yang tak seharusnya ada, rasa yang tak seharusnya hadir seolah-olah mulai memberantakan benang merah yang seharusnya telah tersusun rapi. Dia juga bahkan tidak tahu kapan dan bagaimana semuanya akan berakhir.

Yerim duduk merenungi kejadian kemarin, hal biasa saja namun cukup mengganggu pikirannya. Rasa yang ingin sekali dirinya lupakan. Bahkan saat-saat seperti ini sekalipun Yerim merasa begitu kesulitan.

Kedua tangannya terangkat, memangku dagunya. Netranya berkedip pelan sembari menatap kosong ke depan. Melamunkan segala hal yang tak sepatutnya dia pikirkan. Gadis itu kemudian berdiri, melangkahkan kakinya ke halaman depan Sekolah.

Tempat yang sama setiap hari dirinya datangi, tak ada yang berubah sedikitpun. Hanya saja Yerim ingin merubah rasanya dan tidak terlalu terlarut dalam rasa sepihaknya ini. Ponsel-nya bergetar, terasa jelas sekali di saku sweater yang dikenakannya.

Yerim menghela napas pelan, padahal hari ini dirinya sedang tak ingin kembali merusak mood-nya. Namun kenapa dirinya harus terkurung dan terjebak sampai saat ini. Kakinya memutar arah dan berjalan ke tempat lain.

Tadi itu dirinya mendapat pesan untuk datang ke Ruang Radio menggantikan salah satu rekan anggotanya yang tidak masuk karena sakit hari ini. Langkah kaki Yerim terhenti begitu saja. Saat ini dirinya masih tidak tau harus bersikap bagaimana lagi. Irisnya kembali menatap orang itu, sosok yang sejak tadi berdiri di kejauhan tanpa melihat ke arahnya.

Hatinya kembali melemah, Yerim benci perasaan seperti ini. Hal yang tidak Yerim inginkan kini terjadi lagi. Ada celah rasa sakit begitu melihat sosok yang mungkin tak bisa dia gapai disana bersama Senara, melihat bagaimana akrabnya mereka berdua sungguh kembali membungkamkan bibir Yerim.

Sejak awal harusnya dia tidak membiarkan rasanya ini terus berkembang. Sejak awal dia harusnya tidak mengharap kebahagiaan dari sosok yang tak pernah sedikitpun memberinya kebahagiaan. Rasa sukanya selama ini hanya ada untuk menyiksa dirinya secara perlahan. Pelan namun pada akhirnya mematikan.

Setiap kali tak sengaja berpapasan dengan Hawon, disitu pula pasti selalu ada Senara, sampai detik ini dia pun tidak juga menemukan alasan mengapa dan kenapa dirinya harus bersikap dan merasa seperti ini.

Yerim hanya bisa terdiam melihat semuanya dari kejauhan. Benar, tidak seharusnya dia berurusan dengan Pria yang bahkan tak pernah sekalipun melirik padanya.

“Yerim, kamu sudah datang?” Senara terlihat sedang berjalan mendekati Yerim. Bahkan saat pandangan Yerim masih terfokus pada Hawon pun semuanya tetap sama, mungkin tak ada hal yang special dalam dirinya hingga meluluhkan hati pria itu saja dia tidak bisa.

“Maaf sudah memintamu datang kemari,” sesal Senara.

“Tidak apa,” Yerim memaklumi Senara. Memang, perlahan Yerim berusaha untuk menjadi teman baik untuk Senara. Ia tidak bisa terus menerus terlarut dalam urusan hatinya sendiri. Dia tidak bisa menyeret oranglain ke dalam masalah yang dia ciptakan sendiri. Hanya satu kata yang bisa dia katakan, perasaannya ini cukup konyol dan beberapa kali membodohinya.

“Kamu bisa ke meja sana, kerjakan laporan untuk rapat nanti bisa?”

Yerim melirik sebentar ke arah Meja yang di maksud oleh Senara. Dan disitulah Hawon berada tepat disana. Apa tidak terlalu canggung? pikir Yerim.

“Maaf membuatmu mengerjakan laporan ini, sekarang aku masih ada rapat dengan Klub lain. Nanti Hawon yang akan membantumu,” ujar Senara lagi.

Belum sempat bersuara, Senara berlalu pergi begitu saja. Yerim bimbang, ia tidak berani mengeluarkan sepatah suara terlebih dahulu disana atas semua yang terjadi kemarin sungguh semakin membuat suasana semakin canggung dan hening.

Yerim hanya melangkah menuju Meja dalam diam dan mulai mengerjakan laporannya. Lima menit, sepuluh menit, satu jam tidak terasa bagi Yerim mungkin karena terlalu serius menekuni pekerjaannya atau karena rasa kantuk yang tak dapat dirinya tahan setelah duduk cukup lama didepan layar komputer.

Kedua matanya mencoba untuk mengerjap dan membuka lebar-lebar membiarkan alam sadarnya kembali bekerja. Sampai dirinya benar-benar tersadar, entah sejak kapan Hawon berdiri di samping tempat duduknya dengan menyanggahkan tangannya di atas meja menggantikan tugasnya yang tertunda sebelumnya.

Posisi ini cukup membuat Yerim merasakan gugup.

“Oh kamu sudah bangun? Tadi aku lihat kamu tidak bergerak, jadi aku yang melanjutkan sisanya,” ujar Hawon kembali memundurkan kakinya menjaga jarak kembali dengan Yerim.

Yerim meneguk pelan ludahnya karena gugup, “Aku tidak tidur, maaf sudah membuatmu mengerjakan bagian terpenting dari laporan ini.” Yerim langsung duduk tegap dan mencoba fokus kembali pada layar komputer di depannya.

"Benarkah? Tapi aku jelas melihatmu tidur," ucap Hawon lantas menoleh menatap Yerim, "Sangat lelap."

Yerim gelagapan dan mencoba menyegarkan pikirannya, langsung saja dia menutup cepat buku catatan yang sejak tadi terbuka di depannya. "Sepertinya aku lupa sesuatu," ucap Yerim segera beranjak dari duduknya.

"Kelas terakhir sudah berakhir lima menit yang lalu, kamu masih mengantuk. Duduklah kembali aku akan kembali ke mejaku," lanjut Hawon sembari menggoyangkan sebuah flashdisk kecil berwarna biru tepat didepan Yerim.

Masih dalam diamnya, Yerim menoleh ke samping berusaha melihat aktivitas Hawon tak jauh dari dirinya berada. Padahal tak ada satupun kejahatan yang ada dalam diri Hawon, tapi kenapa rasanya selalu teriris setiap kali melihatnya. Namun satu hal yang pasti, sampai saat ini dia masih saja bodoh, mengharapkan orang yang juga terlalu bodoh untuk sekedar menyadari perasaannya.

“Sudah selesai. Kita tinggal mencetaknya saja,” ujar Hawon kembali mendekati Yerim.

Berkali-kali dirinya terjatuh dalam situasi seperti ini. Berkali-kali juga dirinya merasa begitu bodoh. Rasa yang kembali menciut setiap melihat sosok kehadirannya. Rasa yang seharusnya tidak membuatnya jatuh terlalu dalam dan tidak membuatnya seolah menjadi Gadis menyedihkan di Dunia ini.

Hawon, andai kamu melihat sebentar saja ke arah Yerim. Andai kau bisa sedetik saja memahami apa yang dirasakan olehnya. Andai saja kau bisa menyadari seberapa tulus Gadis ini mencintaimu bahkan dengan segala sikap ketidak-acuhanmu padanya, sekali lagi Yerim terlalu bodoh. Bodoh karena terlalu mengharapkan orang yang bahkan tidak pernah menganggap ada perasaannya.

TBC!!!

Dreaming Of You [TERBIT] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang