Yerim duduk sembari menenggelamkan kepalanya diantara kedua lengannya. Ia hanya tidak suka dengan segala prasangkanya kali ini. Mencoba melupakan Hawon entah mengapa begitu menyiksa batinnya.
Dia masih mengingat jelas. Bagaimana Senara memperlakukan Hawon kemarin, bagaimana Gadis itu dapat dengan mudahnya mengambil hati pemuda itu entah secara tidak langsung Yerim merasa tertampar. Tertampar kerasnya kenyataan kalau Hawon memang tidak diciptakan untuknya.
Yerim mendongakkan kepalanya seraya menoleh menatap ke arah samping yang menghubungkannya dengan jendela luar. Ia menghela napas panjang, sebelum dirinya benar-benar beranjak dan mengemasi seluruh isi Lokernya. Dan mengucapkan selamat tinggal pada Ruangan ini, mengucapkan selamat tinggal dengan semua rasanya yang sengaja ia tinggalkan di tempat ini.
Gadis itu mulai melangkah. Ruang Club memang menjadi alasannya untuk terus melihat keberadaan sosok Hawon selama ini. Yerim meringis kecil, dengan sebuah kardus yang kini sudah berada di tangannya. Hingga tanpa sadar entah sejak kapan laki-laki itu hadir dan berdiri membisu sembari menatap ke arahnya.
Yerim hanya terdiam begitu menyadari keberadaan Hawon disana. Bahkan dirinya tidak sedikitpun melirik ke arah laki-laki itu. Yerim hanya berharap kali ini Hawon peduli dan mencoba menahannya.
“Aku keluar dari klub ini,” ucap Yerim memecah keheningan disana. Bodoh, tanpa dirinya jelaskan pun semua orang pasti sudah bisa menebaknya. Yerim tidak tahan lagi, ia berjalan cepat menuju pintu keluar tepat dimana Hawon berdiri.
“Siapa yang mengizinkanmu keluar?” ucap Hawon.
Yerim menghentikan langkah kakinya. Kedua maniknya berkedip sejenak melirik kecil ke arah Hawon, “Apa aku perlu alasan yang jelas mengapa keluar dari klub ini?”
Hawon terdiam. Tentu membuat Yerim berdengus kecil dibuatnya.
“Aku pergi,” pamit Yerim.
“Yerim.”
Yerim berhenti lagi dengan degub jantungnya yang kini mulai bekerja diatas normal. Hawon berbalik menghadap ke arah Yerim yang saat ini tengah memunggunginya. Tanpa sadar Yerim mengepalkan tangannya,
“Jangan pernah memanggil namaku dengan nada ini lagi,” tegas Yerim disana.
Hawon menarik lengan Yerim memutar menghadapnya. “Ada apa denganmu?” Ia hanya merasa aneh mengapa Yerim tiba-tiba memilih keluar dari Klub-nya itu.
Mata Yerim memerah, ia menepis tangan Hawon. “Sudah aku katakan, aku benci padamu,” ucapnya. Yerim pergi begitu saja tanpa mengindahkan lagi keberadaan Hawon. Gadis itu hanya sedikit marah, terlepas dari masalah keluarganya, Hawon selalu saja membuatnya sakit.
“Hei, are you ok?”
Yerim memalingkan kepalanya ke samping, dia hanya tidak ingin orang itu tau kalau dirinya tengah menangis sekarang. Jungkook terdiam melihat tidak ada satupun respon dari Yerim. Ia menghela napas pelan setelahnya bergerak maju dan membawa Yerim masuk ke dalam pelukannya begitu saja.
Jungkook tidak mengerti situasi macam apa yang kini tengah di rasakan oleh Yerim. Dia hanya terdiam membiarkan Yerim dengan pikirannya sendiri.
Di tempat lain, Hawon berlarian ke seluruh Koridor. Keringat mengalir deras diwajahnya. Ia sudah berulang kali berusaha menghubungi Yerim namun tidak ada tanggapan sekalipun, ini bukan kebiasaan Yerim mengabaikan teleponnya.
Krekk..
Atap sekolah, Hawon datang dengan napas tidak beraturannya. Netranya melihat dengan jelas Yerim dengan murid pindahan itu tengah berpelukan kali ini.
Dengan rambutnya setengah basah dengan keringat, Hawon menatap tajam sejenak ke arah mereka. “Jadi ini alasanmu?”
Yerim kaget langsung menjauh dari Jungkook. Ia tidak mengerti kenapa Hawon datang mencarinya.
Hawon menatap keduanya dengan bergantian, “Yerim sebagai perempuan tidakkah kau terlalu murahan?”
Tidak terima Yerim disebut murahan, Jungkook berdiri dan langsung meninju keras wajah Hawon hingga membuat sang empunya jatuh tersungkur ke aspal.
“Kau tidak pantas menghakimi Yerim dari sudut pandangmu ini,” marah Jungkook.
Hawon tersenyum sinis seraya menyeka darah yang kini mengalir diwajahnya. “Memangnya kamu siapa?”
“Hawon cukup!” Yerim berdiri menatap tajam ke arah Hawon.
“Apa sekarang kau mengakuinya?” singgung Hawon.
“Apa menyukaimu bertahun-tahun membuatku di cap sebagai Perempuan murahan bagimu?” teriak Yerim dengan amarah.
Jungkook kaget mendengarnya. Ia langsung menoleh menatap ke arah Yerim, Gadis itu masih saja berpura-pura tegar. Hawon hanya terdiam, ia bahkan tidak mengerti situasi macam apa yang kini tengah di rasakannya ini.
Yerim berjalan mendekati Hawon. “Kalau aku murahan di matamu, bisa tolong jelaskan letak kemurahanku ini Kim Hawon?”
“Yerim.”
“Aku muak dengan semua ini!” ujar Yerim. Hawon terdiam, baru kali ini dirinya melihat Yerim sefrustasi ini di depannya.
“Hawon, kamu hanya laki-laki plin-plan yang tanpa berpikir dahulu sebelum berbicara. Kamu tau apa yang aku rasakan saat ini? Aku menyesal sudah menyukai orang sepertimu,” jelas Yerim berjalan melewati Hawon, meninggalkan dua Pemuda itu disana. Ia menuruni anak tangga, hatinya merasa sedikit lega begitu meluapkan emosinya di hadapan Hawon.
“Maafkan aku.” Hawon menyusul Yerim yang kini tengah menuruni anak tangga.
Yerim tidak paham mengapa Hawon sampai melangkah dititik ini. Dia hanya takut semua yang di alaminya sekarang hanyalah omong kosong berlandaskan rasa belas kasih. Kenapa Hawon mulai bertingkah disaat kepercayaannya padanya sudah menghilang?
Jungkook menatap keduanya dari atas. Ia berjalan menuruni anak tangga seraya menarik pelan lengan Yerim sedikit menjauh dari keberadaan Hawon.
“Maaf, Yerim harus pergi denganku.”
TBC!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming Of You [TERBIT] [End]
RomanceDi dunia ini, saat Yerim tidak lagi punya tujuan untuk bersandar. Sekalipun saat dia berkali-kali ingin menyerah dan juga merasa kesal secara bersamaan. Mengapa hanya dia? Mengapa rasa luar biasa ini membelenggu nalurinya. Saat rasa itu terpanggil d...