Terlalu gegabah, sampai merasa lelah. Mungkin selalu ada perasaan gundah, dan selalu mencuat naik ke atas permukaan yang bernamakan buncah.
--
Yerim tau betul Hawon tidak sedang benar-benar serius akan ucapannya. Boleh saja dirinya begitu menginginkan semua hal bersama Pria itu, namun dia tidak ingin semua rasa tulusnya hanya di pandang sebatas rasa belas kasih semata. Yerim tak cukup bodoh untuk hal ini.Sakit memang terus digantung oleh harapan yang dirinya buat sendiri. Kecewa memang karena terus berharap pada hal yang tidak pasti. Namun Yerim hanyalah gadis biasa, mengelak perasaannya saja dirinya tidak bisa. Matanya tidak pernah bisa berbohong.
“Apa yang kamu bicarakan dengan Hawon?” tanya Yerim sedikit mengintimidasi temannya itu.
Gadis sebaya yang kini tengah duduk berdua dengan Sang kekasih langsung menatap bingung ke arah Yerim berada kemudian memberi kode pada Pria di sampingnya itu untuk segera pergi. Saat ini Yerim tidak peduli sekalipun jika sekarang dirinya sedang merusak momen kebersamaan mereka disana.
“Aku hanya berniat membantumu saja,” tukas Hana seakan mengerti kemana arah topik pembicaraan Yerim saat ini.
“Kapan aku minta bantuanmu?” nada Yerim sedikit berbeda dari biasanya. Hana sadar betul hal itu.
“Kapan kamu akan sadar? Jangan terus menerus jadi orang bodoh tanpa mencari tau langsung bagaimana perasaan Hawon padamu!” ucap Hana dengan suara agak meninggi.
“Aku tau kamu peduli padaku, tapi aku tidak pernah ingin satu orangpun berbelas kasih pada urusan pribadiku!”
“Kamu pikir Hawon menyukaimu?” tanya Hana.
Bibir Yerim terkatup rapat. Sorot matanya memerah, pikirannya berputar mengingat setiap momen yang dirinya tangkap setiap kali melihat Hawon, selalu saja ada orang lain disana. Hana benar, namun caranya tidak benar bagi Yerim.
Gadis itu memalingkan kepalanya menatap ke samping. Tak ada lagi tanggapan yang keluar dari bibirnya. Perlahan saat kedua matanya mulai memanas, saat pemikiran-pemikiran lain hadir singgah dalam benaknya.
Andai saja rasa ini tak pernah ada. Andai saja semua ketertarikannya pada Hawon tak pernah nyata. Ia hanya ingin mengikuti jalan gadis normal seusianya. Air matanya menetes, berkali-kali Yerim ingin menyerah akan perasaannya, berkali-kali juga dia ingin mengakhiri semuanya.
“Hei, kamu menangis?” tanya Hana kini mulai berdiri mendekati Yerim yang tengah berdiri tepat didepannya.
“Aku tidak akan pernah bisa tau bagaimana Hawon saat ini jika jawabannya sudah berkali-kali aku lihat,” seru Yerim menangkis uluran tangan Hana dengan pelan.
“Maksudmu Hawon sudah tau semuanya? Hawon menolakmu? Apa Hawon menyukai gadis yang selalu bersamanya itu?”
Yerim hanya diam tidak menanggapi pertanyaan Hana. Menurutnya, tanpa dirinya tanggapi pun dia rasa Hana bisa dengan mudah menebaknya. Setiap rasa sakit yang kerap kali singgah begitu sekelebat bayangan itu datang. Seperti tak ingin mengingatnya kembali.
“Kamu yakin dengan semua prasangkamu saat ini? Atau memang sengaja berniat menyimpulkan demikian? Jika terus diam dan begini maka kamu tidak akan pernah menemukan titik akhir Yerim,” tukas Hana sekali lagi.
“Kamu pikir IQ-ku satu digit? Aku masih bisa membedakan mana Cinta mana Teman,” seru Yerim.
Hana mendekat lantas memeluk Yerim. “Maaf, maaf aku tidak tau kalau tindakanku ini malah semakin membuatmu sengsara Yerim,” sesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming Of You [TERBIT] [End]
RomantikDi dunia ini, saat Yerim tidak lagi punya tujuan untuk bersandar. Sekalipun saat dia berkali-kali ingin menyerah dan juga merasa kesal secara bersamaan. Mengapa hanya dia? Mengapa rasa luar biasa ini membelenggu nalurinya. Saat rasa itu terpanggil d...