Ada hal yang lebih menyakitkan dari sebuah perpisahan. Saat kau bersikap pura-pura tidak tau, namun hatimu begitu menginginkannya.
--
Sebuah cinta tiba-tiba saja memanggilku tanpa rasa takut. Aku sangat menyukainya. Setiap kali memperhatikanmu, aku selalu berdebar. Bahkan saat aku dengan konyolnya cemburu pada hal-hal yang tidak penting, dalam penantian panjang ini.Aku tidak tau jika dunia yang aku tinggali terasa begitu sunyi. Aku yang terlalu serakah, bahkan berkali-kali sempat memimpikan hidup berdua denganmu dan rasanya ingin sekali mengatakan betapa hangatnya hidupku.
Bahkan sekalipun Yerim tidak berharap memiliki rasa sedalam ini. Andai dirinya bisa memilih, rasa yang seharusnya tidak menjalarkan akar dan semakin memperkokohnya. Yerim benar-benar sadar betapa dirinya begitu menginginkan sosok Hawon-- pria yang sama sejak enam tahun lalu. Dia tak dapat mengelaknya, kedua tangannya memangku dagu tepat di atas meja, helaan napas terdengar begitu jelas.
Yerim menajamkan penglihatannya seraya menatap ke arah luar. Beginilah hidupnya, rasa rindu begitu tidak melihat sosoknya meski sehari saja. Walau sekedar menyapa pun terasa sulit baginya.
“Sedang apa?”
Yerim mengalihkan pandangannya. Menatap sejenak ke arah samping, “Hanya bosan.”
“Masih menyukainya?” tanyanya sekali lagi.
Apakah kata itu masih berlaku untuknya? Entahlah Yerim tidak tau. Dia hanya menatap lurus ke depan tanpa mengalihkan pandangannya dari dua sosok insan yang kini tengah bercengkrama akrab. “Apa aku salah terlalu berharap padanya?” tanya Yerim.
Hana menepuk pelan pundak Yerim. Mungkin pemandangan yang temannya lihat ini cukup membuat hatinya terluka. Dia melangkah mendekati jendela kemudian mengibas tirai itu dengan cepat, menutupnya rapat-rapat. “Kalau tidak tahan kamu bisa berhenti saja,” ujar Hana.
Yerim tersenyum samar. Setelah apa yang dirinya alami sejauh ini?
“Kamu bodoh atau apa? Sudah jelas-jelas kamu bukan orang yang Hawon inginkan, masih saja mengharapkannya?” omel Hana.
Kelopak mata Yerim berkedip lantas memandangi Hana. “Aku hanya bodoh karena sampai detik ini tidak tau cara berhenti untuk menyukainya,” tuturnya.
“Mau kucarikan pacar?” tawar Hana.
Yerim tersenyum menatap Hana, “terimakasih, tapi aku tidak tertarik.”
Hana berdengus, selalu saja begini. Suasana kelas terlihat sepi, ini karena semua teman mereka tengah berada di kantin untuk merayakan hari jadi salah satu temannya. Yerim yang pada dasarnya tidak terlalu suka keramaian, hanya memilih tetap berada di dalam kelas. Dan Hana, entah sejak kapan gadis itu datang menemani Yerim.
“Apa kamu akan tetap bertahan di Klub itu?” tanya Hana.
“Hana, aku tidak akan sampai sejauh itu. Aku tidak ingin mencampur aduk kegiatanku dengan urusan pribadiku. Sudah jam segini, aku pergi dulu.” Yerim beranjak meninggalkan Hana seorang diri. Dia pergi bukan tanpa sebab, melainkan hari ini jadwal giliran siarannya.
Cuaca yang tadinya begitu cerah. Terik panas matahari yang tadinya menusuk permukaan kulit, kini tergantikan oleh awan mendung. Langit tengah berkelabut. Saat itu juga Yerim memulai siarannya, membacakan kata demi kata yang sudah tercetak jelas pada sebuah kertas yang kini tengah kokoh dipegangnya.
Menyebarkan suaranya dibalik sebuah microfon kecil yang bunyinya terdengar jelas di seluruh penjuru Sekolah. Dia tidak sekalipun terganggu bahkan setelah hujan turun begitu derasnya. Hingga tanpa sadar Yerim menyadari waktu yang dilaluinya berjalan begitu singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming Of You [TERBIT] [End]
RomansaDi dunia ini, saat Yerim tidak lagi punya tujuan untuk bersandar. Sekalipun saat dia berkali-kali ingin menyerah dan juga merasa kesal secara bersamaan. Mengapa hanya dia? Mengapa rasa luar biasa ini membelenggu nalurinya. Saat rasa itu terpanggil d...