Taeyong terbangun begitu mendengar suara orang mengobrol dari arah dapur. Sekujur tubuhnya terasa kaku karena terpaksa tidur meringkuk di atas sofa, belum lagi waktu tidurnya yang terbatas membuat kepalanya agak pening. Namun, begitu mendengar suara tawa seseorang yang dikenalnya, ia langsung melongokkan kepalanya ke arah dapur.
Perasaan lega mengalir disekujur tubuhnya saat melihat Ryujin dan ibunya tengah sibuk di dapur sambil mengobrol dan sesekali tertawa.
"Terus, bu?"
"Taeyong nangis, lah," suara ibunya membuat alis Taeyong mengernyit. "Dia cengeng banget waktu kecil."
Lah, lagi ngomongin saya ternyata.
Ryujin kembali tertawa yang mau tidak mau membuat Taeyong bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah dapur. Ryujin sibuk memotong sesuatu—sepertinya sayuran, sementara ibunya sedang mengaduk sesuatu di atas panci. Mereka sibuk dengan tugas masing-masing, namun mulutnya tidak diam dan sibuk mengobrol.
Bergosip sebenarnya, menggosipkan Taeyong.
"Dia galak ya di hotel?"
Taeyong menajamkan telingnya, bersiap mendengar jawaban Ryujin. Kilas balik tentang perlakuan Taeyong yang pernah memarahi Ryujin hingga gadis itu menangis, atau tingkah-tingkah bengisnya pada Ryujin selama di hotel muncul di kepalanya.
"Nggak kok, bu."
Taeyong mengernyitkan alis. Kenapa Ryujin harus berbohong? Kayaknya gadis itu takut diusir kalau sampai cepu tentang kelakuan Taeyong di hotel.
"Pak Taeyong baik banget," ucap Ryujin, pandangannya kembali fokus pada talenan dan pisau, namun Taeyong bisa menangkap senyum yang berusaha disembunyikan Ryujin. "Dibandingkan galak, mungkin Pak Taeyong tegas sama karyawan."
"Ehem..." Taeyong berdeham, tidak sanggup lagi mendengar dua wanita dihadapannya bergosip tentang dirinya. "Lagi ngomongin apa, sih? Kayaknya seru banget."
Ibu tertawa kecil. "Nggak ngobrolin apa-apa, cuman cerita-cerita biasa."
"Masa?" tanya Taeyong sambil mendekat kearah ibunya lalu mengintip masakan di atas panci—kalguksu, ternyata. "Iya gitu, Ryu?"
Taeyong bisa melihat Ryujin nampak salah tingkah, gadis itu mengangguk dengan terburu-buru. "Iya, Pak. Kita cuman ngobrol biasa."
Taeyong mengangguk-anggukan kepalanya, ia lalu beralih ke sisi lain sehingga ia berdiri di antara ibunya dan Ryujin. Ia mengamati Ryujin dengan cermat, memastikan kondisi gadis itu baik-baik saja dan tidak memerlukan perawatan apapun. Kemarin malam, ia terlalu sibuk mengurus banyak hal hingga tidak sempat bertanya apa gadis itu terluka atau tidak.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Taeyong, matanya fokus mencermati wajah Ryujin yang terlihat fokus mengiris sesuatu. "Nggak ada luka atau apapun?"
Ryujin tidak menjawab, gadis itu hanya menggeleng namun Taeyong mendengar gadis itu menarik nafas seolah sedang menahan tangis. Taeyong panik, ia langsung melepaskan pisau dari tangan Ryujin dan beralih memegang kedua tangan gadis itu.
"Kenapa nangis?" tanya Taeyong dengan raut wajah khawatir, apalagi saat melihat Ryujin menangis dihadapannya. "Mana yang luka? Tangan? Kaki? Atau kepala?"
Ryujin menggeleng, masih berusaha meredakan tangis. "Pak, saya—"
"Kenapa? Kita ke rumah sakit?"
Ryujin menggeleng dengan cepat. "Pe—perih, pak."
"Mana yang perih?" Taeyong memperhatikan kedua tangan Ryujin digenggamannya, memastikan tidak ada luka goresan atau luka lainnya. Ia kemudian mendongak untuk mengamati wajah Ryujin, tidak ada luka disana hanya ada matanya yang memerah dan air mata yang mengalir dari matanya. "Ryujin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vice Versa
FanfictionHe hates her and vice versa; she also hates him. Mereka nggak terjebak dalam situasi love-hate relationship, bahkan mereka nggak ada "relationship" apa-apa selain hubungan antara atasan dengan bawahan. Tapi kok bisa mereka saling benci satu sama la...