"Good morning, Pak EAM."
Taeyong yang baru saja menutup pintu mobil langsung menoleh. Mingyu berjalan menghampirinya dengan senyum sumringah di wajahnya. Taeyong balas tersenyum tipis. "Morning. Siap meeting hari ini?"
"Auhhhh...." Mingyu merangkul bahu Taeyong dengan santai. "Pagi-pagi udah ngebahas meeting aja. Don't ruin my mood, Pak EAM! Mending kita bahas yang lain aja."
Taeyong menghela nafas lalu memutar bola matanya dengan malas. "Terus mau bahas apa? Persiapan konferensi?"
"Eihhh..." Mingyu menggelengkan kepalanya, mereka berdua kini mulai memasuki area hotel dan berjalan menuju lift. Mingyu menolehkan kepalanya ke sekeliling, memastikan bahwa tidak ada siapapun disana selain mereka. "Ngebahas Shin Ryujin, seru tuh."
Taeyong menghembuskan nafas dengan kasar. Sepertinya dia salah langkah sudah menanyakan latar belakang Ryujin tempo hari. Sekalinya berurusan dengan Mingyu—apalagi urusan non pekerjaan semacam ini—Taeyong pasti akan terus diteror tanpa henti. Padahal niatnya hari itu hanya untuk mencari tahu siapa Ryujin. Bukan untuk hal-hal lain.
"Sempet dengan rumor nih," ujar Mingyu sambil berbisik dengan wajah sok misterius. "Ada yang nangis begitu keluar dari ruangan EAM. Kamu apain tuh anak?"
Taeyong menoleh pada Mingyu yang sedang memasang senyum jahil. Obrolan mereka terpaksa terhenti saat pintu lift terbuka dan keduanya masuk ke sana. Suasana hotel memang cukup sepi mengingat ketersediaan kamar mulai dibatasi untuk persiapan konferensi. Bahkan ada beberapa lantai sudah steril dari tamu lain.
"Dia kerjanya nggak becus."
"Tapi kok kamu yang marahin?" tanya Mingyu, ekspresi wajahnya mirip ibu-ibu yang senang bergosip.
Kim Mingyu memang sejahil itu. Dia juga kelihatan cuek dan santai. Taeyong sempat heran kenapa Mingyu bersikap sok akrab padanya, tapi memang sifat pria itu yang humble dan mudah akrab dengan siapapun. Namun, dibalik sikap cueknya, kredibilitas kerjanya patut diacungi jempol.
"Harus banget dijelasin, nih?"
"Iya, dong!" sahut Mingyu dengan penuh semangat. "Sebagai Kepala HRD, aku harus tahu bagaimana relasi antara karyawan dengan atasan."
Taeyong mendecak. "Alasan kamu aja itu mah."
Mingyu nyengir, menampilkan deretan giginya yang rapih. "Tapi serius, kamu apain sampai anak itu nangis? Nggak macem-macem, kan?"
"Udah aku bilang, dia kerjanya nggak becus," Taeyong menjelaskan tanpa menoleh, ia sibuk menatap panel lift dihadapannya. "Cuman ditegur. Dia aja yang berlebihan sampai nangis segala."
"Pak EAM..." Mingyu menepuk bahunya, Taeyong terpaksa menoleh. "Sejak kapan teguran divisi finance langsung diberikan oleh EAM? Biasanya kan ke kepala divisinya dulu? Atau jangan-jangan mau modus nih? Iya, kan?"
Taeyong berdecak sambil geleng-geleng kepala sementara Mingyu nampak tertawa puas. Taeyong menatap panel lift berharap lift segera berhenti dilantai 31 agar pria disebelahnya ini bisa cepat-cepat keluar.
"Sejak kemarin," sahut Taeyong cuek. "Kalau ada bawahan yang buat kesalahan didepan mata yang langsung ditegur, lah. Ngapain harus ke kepala divisinya dulu?"
Mingyu berdeham, ia sudah bersiap turun dari lift karena sekarang sudah di lantai 29. "Iya juga sih. Tapi masih nggak ngerti kenapa Ryujin bisa sampai masuk ke ruangan kamu, lantai 32 kan area terbatas, nggak sembarangan orang bisa masuk."
"Dia mau ngasih daily report. Clear, kan?" sanggah Taeyong dengan ekspresi kesal yang kentara di wajahnya. Pagi-pagi begini moodnya sudah dibuat berantakan hanya karena rumor yang entah Mingyu dengar darimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vice Versa
FanfictionHe hates her and vice versa; she also hates him. Mereka nggak terjebak dalam situasi love-hate relationship, bahkan mereka nggak ada "relationship" apa-apa selain hubungan antara atasan dengan bawahan. Tapi kok bisa mereka saling benci satu sama la...