Setelah bekerja hampir satu minggu, akhirnya Ryujin mendapatkan tugas pertama yang memang sesuai dengan keahliannya; ia diminta untuk menganalisis laporan harian dari room division—walaupun tugasnya cuman me-review ulang laporan yang dibuat seniornya, ia sudah cukup senang karena tugasnya bukan lagi membuatkan kopi atau teh.
Room division bertugas mengatur pengelolaan kamar dan juga room service, mereka diwajibkan untuk membuat laporan harian yang berisikan jumlah kamar yang digunakan, penggunaan layanan room service dan tentunya harus melampirkan pendapatan—nah, itulah yang perlu di audit dan dianalisis oleh divisi finance and accounting.
Ryujin sibuk membaca deretan angka yang muncul di layar komputernya, mengamatinya satu per satu; sampai saat ini ia masih beradaptasi dengan cara kerja divisi akunting di hotel.
"Ryujin..."
"Ya, sunbaenim?"
"Udah di cek laporannya?"
"Udah."
"So, what do you think?"
Pertanyaan Joy seolah memantik kobaran semangat dalam diri Ryujin. Ia dengan sigap menjelaskan hasil review mengenai laporan harian yang dengan tekun ia baca selama dua jam ini. Joy terdengar puas mendengar analisis Ryujin, seniornya itu sesekali mengangguk lalu menanggapi beberapa hal.
"Great," Joy bertepuk tangan dengan elegan—Joy ini tipe wanita yang super classy, punya wajah yang elegan tapi terlihat ramah. "Sekarang kamu kasih laporannya ke Pak Taeyong. Nggak usah direct ke Pak Taeyong, sih—dia lagi super sibuk."
Ryujin mendadak termenung. Ia meneguk ludahnya sendiri. Selama hampir satu minggu ia tidak melihat lelaki itu, dan sekarang.... dia harus menghadap? Bukan menghadap langsung sih, tapi tetap saja chance untuk bertemu jadi lebih tinggi, sedangkan ia berusaha keras menghindari apapun yang berkaitan dengan bosnya itu.
"Jadi kamu kasih ke sekretarisnya aja."
"Sekarang?"
Joy menatap Ryujin seolah bertanya are-you-kidding-me.
"Oh, okay," Ryujin langsung meraih file yang ada di mejanya. Ia sempat melirik Yeji yang sedang sibuk dengan pekerjaannya—tepat di kubikel sebelah.
"Kemana?" tanya Yeji, dengan gerakan bibir tanpa suara.
"Kandang macan," sahut Ryujin—juga tanpa suara.
***
Begitu lift terbuka di lantai 32, Ryujin langsung melongo melihat suasananya yang jauh berbeda dengan lantai tempatnya bekerja. Lantai 32 yang diisi oleh para petinggi jadi wajar kalau lantainya sangat sepi, dan interiornya lebih mewah—sudah jelas. Lantai 31 itu lantai super sibuk; para karyawan dari berbagai divisi sibuk mengerjakan tugas mereka, tak jarang banyak yang berlalu-lalang sambil membawa tumpukan file untuk di fotokopi atau di print.
Ryujin berbelok ke arah kanan, sesuai dengan direction yang tertulis apabila ingin menuju ruangan EAM. Ruangan Taeyong berada di ujung, bersebelahan dengan ruang meeting untuk para eksekutif.
"Permisi," ucap Ryujin dengan penuh keraguan kepada meja sekretaris yang terletak tepat didepan ruangan EAM.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?"
Ryujin hendak menyerahkan file yang ada di genggamannya saat pintu ruangan EAM mendadak terbuka—menampilan sosok yang sangat ingin Ryujin hindari. Taeyong balas menatapnya, cowok itu terlihat rapih seperti biasanya, namun ada satu hal yang menarik perhatiannya; sebuah plaster yang tertempel di tulang hidung cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vice Versa
FanfictionHe hates her and vice versa; she also hates him. Mereka nggak terjebak dalam situasi love-hate relationship, bahkan mereka nggak ada "relationship" apa-apa selain hubungan antara atasan dengan bawahan. Tapi kok bisa mereka saling benci satu sama la...