Idola dan Nasionalisme

1.1K 102 30
                                    

"Mau lari lewat mana, Mas?" tanya Suono pada seniornya Try Sutrisno yang Minggu pagi ini memimpin lari pagi para juniornya termasuk Pierre.

"Sudah, ikut saja. Kita lewat asrama ikip," Ucapnya santai seraya tersenyum. Para taruna itu pun berlari dengan berbaris rapi mengelilingi atekad dan melewati asrama mahasiswi Ikip yang masih nampak sepi. Karena hari Minggu dan masih pagi, di asrama ikip tersebut masih belum nampak adanya kegiatan berarti. Pintu dan jendela balkon pun nampak masih tertutup. Sudah jelas jika mahasiswi itu masih banyak yang terlelap tidur.

Para taruna itupun bersemangat berlari melewati kompleks asrama ikip tersebut dan serempak berteriak dengan suara paling keras bermaksud mengganggu dan membangunkan para mahasiswi ikip tersebut.

"Bangun pagi.. Bangun pagi.
Banguuuuun pagiiii.. " teriaknya. Jelas saja para mahasiswi yang masih terlelap tidur itu merasa terusik dengan teriakan kencang dari para taruna hingga mereka bergegas bangkit dari ranjang masing masing, membuka pintu dan jendela kamar guna melihat siapakah yang berteriak kencang pagi pagi buta. Banyak dari mahasiswi itu pun mencak mencak karena merasa waktu istirahatnya terganggu.

Seminggu berselang, para taruna Atekad itupun kembali melakukan lari pagi mengelilingi rute yang sama seperti minggu sebelumnya melewati asrama mahasiswi Ikip. Para taruna itu kembali berteriak kencang saat melewati kompleks asrama ikip tersebut.

"Bangun pagi.. Bangun pagi!"

Byuuurrr!

Tanpa mereka sangka, rupanya para mahasiswi tersebut sudah mempersiapkan pembalasan bagi para taruna dengan menyediakan ember berisi air disetiap balkon asrama dan dengan sigap menyiramkannya ke jalan tempat para taruna itu berlari. Alhasil, tubuh para taruna itupun basah kuyup, termasuk Pierre.

"Wah aku tidak mau lagi lah lari pagi lewat ikip, " ujar Pardan yang di benarkan oleh Pierre dan beberapa rekan yang lain.

"Kapoklah," ujar Suono. Para taruna itu saling menatap masing-masing dan terbahak kemudian melihat diri dan rekan rekan mereka sama basahnya.

"Besok, kalau kita sudah lulus ujian dan sudah resmi jadi tentara sepertinya perlu diadakan sayembara, kita harus menggondol pulang mahasiwi-mahasiswi ikip itu untuk dijadikan istri. Tidak peduli mereka sudah lulus ujian atau belum yang penting bawa pulang!" ujar Pierre seraya terkekeh dihadapan temannya.

"Tapi sepertinya, kamu ini yang akan memenangkan sayembara ini, Pierre. Dari kita-kita disini, sepertinya kamu yang hampir setiap minggu dapat kunjungan dari mahasiswi mahasiswi itu, " ujar Efendi. Pierre terkekeh geli, sembari mengusap kepala pelontosnya yang basah terkena air ia menatap rekan rekannya itu. Sejak kemunculan Pierre saat acara kirab di Stadion Siliwangi beberapa waktu yang lalu, Pierre sudah sangat menarik perhatian. Selain wajahnya yang tampan, Pierre juga sangat sopan saat menemui mahasiswi mahasiswi yang mengajaknya berkenalan itu.

"Mereka itu menemuiku hanya ingin belajar Bahasa Indonesia jurusan Ledeng, kalau naik bus dimana kita bisa turun? Terminal Ledeng!" ucap Pierre seraya terbahak. Ledeng adalah sebuah terminal dimana pintu keluarnya tepat berada di depan gerbang kampus Ikip.

"Ada ada saja. Lagi pula, kamu ini katanya keponakannya De Gaulle perdana menteri Perancis tapi kenapa malah ngakunya kembarannya Pardan? Ketiban untung dia!" ujar Soeseno seraya melirik ke arah Pardan. Beberapa rekan Pierre terbahak mendengarkan ucapan Soeseno tersebut. Pasalnya, Pierre selalu saja mengatakan jika dirinya itu adalah kembaran rekannya Soepardan. Karena ucapan Pierre itulah, Pardan menjadi sasaran gadis-gadis Bandung termasuk mahasiswi Ikip yang ingin mengenal Pierre lebih dekat.

PATRIOT DARI BUMI PANORAMA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang