Teguran

919 72 15
                                    

"Mas Pierre, boleh Mimin bertanya sesuatu?" Tanya Rukmini saat ia dan Pierre memutuskan untuk beristirahat di pinggiran alun alun Deli meniknati hari menjelang petang. Pierre yang barusaja meminum es sirupnya itupun menoley.

"Boleh, Min. Tanya apa?" ucap Pierre sembari menoleh menatap Rukmini.

"Mas Pierre kan tampan, sudah tentu banyak gadis yang memuja Mas Pierre, meminta ingin berkenalan, tapi kenapa Mas Pierre memilih Mimin?" tanya Rukmini seraya menundukkan kepalanya, malus sekali rasanya. Mendengar pertanyaan itu, Pierre terkekeh geli seraya menatap Rukmini.

"Apakah penting untuk dijawab?"

Rukmini mengangguk sembari menggigit sedotan yang masuk kedalam mulutnya.

"Sejak SMA banyak gadis yang meminta berkenalan, bahkan sampai sudah jadi tentara pun ada yang terang-terangan meminta saya jadi kekasihnya, terang-terangan mengadakan taruhan dengan beberapa rekan sekolahnya hanya untuk memenangkan hati saya, tapi semua saya tolak. Semua itu, saya tolak-tolakin. Tidak peduli dia cantik, tinggi, berkulit putih, anak dokter, semua saya tolak. Saya masih sekolah waktu itu, saya ingin berkonsentrasi dengan pendidikan saya. Saya ingin fokus dengan cita-cita saya. Banyak juga rekan saya yang mengenalkan saya pada gadis-gadis kenalan mereka, terlebih dulu Atekad terletak tak jauh dari Kampus IKIP.  Banyak mahasiswi Ikip yang datang ke Atekad hanya untuk bertemu dengan saya. Ya saya jawab hanya berteman saja, tidak lebih." ucap Pierre seraya tersenyum mengenang semua perjalanan hidup sebelumnya. "Saya pikir sekarang sudah saatnya saya mencari jodoh, saya percaya, Tuhan sudah memberikan jodoh yang tepat untuk setiap orang, termasuk saya dan saya yakin jodoh pemberian Tuhan itu tidak akan salah," ucap Pierre seraya menatap lekat ke arah manik mata Rukmini. Mendengar jawaban Pierre itu, Rukmini pun tertawa kecil sembari kembali meminum es sirupnya yang tinggal sedikit itu.

"Saya tahu kamu juga jadi idola di kalangan teman temanmu. Yang lebih nyata kamu adalah gadis idola perwira Yonzipur dan saya akhirnya tahu alasan mereka mengidolakanmu, Min." ucap Pierre seraya tersenyum kecil. Rukmini mendongak, manik mata mereka kembali beradu beberapa detik sebelum akhirnya gadis manis itu kembali menundukkan kepalanya.

"Memang mengapa?"

"Karena kamu adalah sosok yang kuat, memegang prinsip, sederhana, dan tegas. Saya rasa akan sulit mendapatkan dirimu karena posisi Pak Chamim," ucap Pierre seraya menundukkan kepalanya. "Tapi saya punya tekad, ingin menjadikanmu jodoh pertama dan terakhir saya, Min," ucap Pierre seraya tersenyum. Pemuda blesteran itu menatap gadis manis disampingnya dengan tatapan teduh dan penuh arti sebelum akhirnya Pierre mengajak Rukmini untuk kembali pulang. 

"Mas Soeseno kemana, Mas?" tanya Rukmini kala menyadari jika kini mereka hanya berdua saja di alun-alun itu, tidak ada Soeseno dan Laras disana. Pierre tersenyum lalu mempersilahkan RUkmini untuk naik kembali ke boncengan sepeda onthelnya.

"Sepertinya kita terlalu asyik berbincang berdua, hingga Soeseno dan Laras hilang saja tidak sadar," ucap Pierre seraya terkekeh di tempatnya. Rukmini duduk menyamping dan menyematkan tangan kanannya ke pinggang kekar Pierre. Tangan mungil yang sempat membuat Pierre berjengit kaget, namun tak lama pemuda itu mengulum senyum manisnya.Pierre segera mengayuh sepeda onthelnya dengan kecepatan sedang, tak ingin rasanya terlalu cepat mengembalikan Rukmini ke rumah kediaman Raden Chamim. 

"Waktunya pulang, Min," ucap Pierre saat ia dan Rukmini berjalan beriringan di halaman rumah Raden Chamim.

"Terimakasih sudah mengajak Mimin, Mas," ujar Pierre seraya menundukkan kepalanya dan tersenyum dengan sesekali melirikkan manik matanya kearah Pierre. Pierre mengangguk dan akhirnya meminta untuk berpamitan dengan kedua orang tua Rukmini sebelum akhirnya kembali ke asrama Yonzipur tempatnya bertugas.

PATRIOT DARI BUMI PANORAMA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang