Pelonco dan Pendidikan Dasar Tentara

1.3K 120 36
                                    

Pelonco dan Pelatihan Dasar Tentara

Setelah mendapatkan persetujuan dan mengurus persyaratan serta surat-surat yang dibutuhkan, akhirnya Pierre pun mengikuti tes seleksi masuk menjadi tentara di Semarang. Untuk tes awal ini, Pierre lolos yang pada akhirnya membawanya pada tes selanjutnya di Cimahi. Disini, masing-masing orang yang lolos dikelompokkan berdasarkan daerah masing-masing. Mereka semua, termasuk Pierre tidur di dalam tenda-tenda yang sudah di sediakan.

Beberapa waktu setelah sampai di Cimahi, Pierre segera mengirimkan surat pada kedua orangtuanya, mengabarkan jika dirinya sampai dengan selamat di kota tersebut. Pierre pun berkenalan dengan beberapa temannya yang sama sama berasal dari Jawa Tengah. Saat ia hendak tidur, salah satu rekannya menyapanya. Rekan itu terus saja memperhatikan nama yang tertempel di dada kanan Pierre.

"Kamu asalnya darimana? Kenapa namanya Pir begitu?" tanyanya heran. Pierre mendongak, menatap rekannya dan teraenyum.

"Bukan Pir tapi Pi-yer. Aku dari Semarang, " jawab Pierre setelah berkenalan dengan rekannya itu yang ternyata bernama Drajat.

Tes terakhir pun usai dan Pierre dinyatakan lolos seleksi sebagai calon taruna Zeni yang nantinya akan menempuh pendidikan di ATEKAD. Setelah menempuh serangkaian panjang tes penyaringan dan tahapan seleksi pun akhirnya usai. Menurut tim seleksi, Pierre dinyatakan lolos dan memiliki nilai yang sangat sesuai untuk menjadi perwira Zeni. Ia bersama dengan 155 orang lainnya yang dinyatakan lolos dan akhirnya di terima sebagai calon taruna G-1. Pelantikan sebagai taruna ini dilaksanakan di Stadion Siliwangi, Bandung.

Setelah pelantikan tersebut, maka Pierre dan rekan rekannya segera masuk masa perpeloncoan. Pierre dan rekan rekannya yang lain akan di gembleng oleh senior senior mereka untuk melatih ketahanan fisik dan juga mental dari calon taruna.

Kabar lolosnya Pierre menjadi calon taruna itupun segera ia sampaikan pada keluarganya melalui surat singkat yang ia kirimkan ke Semarang.

Masa perpeloncoan ini berlangsung selama sepuluh hari. Pierre dan teman teman yang sudah menyatakan janji pelonco itupun harus senantiasa menuruti semua perkataan dan perintah dari senior mereka tanpa terkecuali. Perpeloncoan pun berjalan sangat berat, pasalnya perpeloncoan ini merupakan latihan atau simulasi pada saat mereka nantinya akan mendapatkan misi atau operasi penting.

"Batona! Cepat masuk kelumpur!" ucap salah seorang senior. Pierre mendongak dan berkata siap. Batona adalah panggilan Pierre yang diberikan asal oleh kakak seniornya, yang dalam bahasa manado artinya pacaran. Dalam perpeloncoan ini memerlukan ketahanan fisik dan mental yang prima, karena senior akan menguji ketahanan mental calon taruna.

Seperti saat ini, Pierre dan rekan rekannya diminta bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek saja.

"Jadi tentara itu harus kuat fisik, mental, jasmani dan rohaninya. Di medan perang, jika kalian tertangkap oleh musuh, tidak ada seorangpun yang akan menolong, mengasihani, atau bahkan membebaskan kalian. Sekarang, kalian berjalan dengan tiarap diatas balok balok es besar ini sampai ke ujung sana! Karena tentara harus bisa bertahan di segala medan. Termasuk udara dingin! Merayap dimulai!"

Pierre dan teman teman lainnya merayap dengan tubuh yang mulai kaku dan mati rasa diatas balok es yang sengaja diatur berjajar sepanjang tiga puluh meter. Masa perpeloncoan ini terasa begitu panjang, namun juga tidak menyurutkan niatan Pierre untuk meneruskan langkahnya menjadi tentara.

"Seorang perwira itu harus dapat hidup di lumpur paling menjijikan dan di hotel paling mewah. Untuk itu kalian harus belajar bertahan hidup di tengah hutan. Tapi dilain sisi kalian juga harus belajar bagaimana cara hidup mewah." ucap salah satu instruktur latihan.

Acara perpeloncoan pun usai ditandai dengan membakar perlengkapan perpeloncoan di api unggun yang telah dipersiapkan dalam acara inagurasi.

Dalam malam inagurasi ini, Maria dan Mitzi datang untuk menyambangi dan melihat keadaan Pierre. "Pierre, itu bukannya ibu dan kakak perempuanmu? Mereka berkunjung?" tanya Suono salah satu rekannya saat melihat dua orang wanita sedang memperhatikan kegiatan mereka dari balik pagar dengan saputangan yang menyapu lembut wajah mereka. Pierre menoleh, ia melihat Maria dan Mitzi yang sedang berdiri diluar pagar sambil menangis. Pierre diam dan menundukkan kepalanya.

PATRIOT DARI BUMI PANORAMA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang