Tabu

1K 76 12
                                    

"Sudah semuakah barang belanjaanmu, Nona?" tanya Pierre saat ia membantu Rukmini membawa semua barang bawaannya. Gadis itu mengangguk sebelum akhirnya membayar seluruh barang belanjaannya tersebut.

"Siapa itu, Min? Kekasih ya? Tampan betul, orang mana?" tanya Ci Mei, istri dari Ko Ahong yang saat ini sedang menjaga toko. Rupanya sejak kedatangan Rukmini dan Pierre tadi banyak dari pengunjung toko yang memperhatikan dua orang tersebut termasuk Ci Mei. Rukmini tersenyum dan sesaat menatap Pierre yang tengah berkacak pinggang menunggu dirinya tepat didepan toko kelontong tersebut. Rukmini menggelengkan kepalanya. "Bukan, Ci. Kenalan saja. Perwira Yonzipur," jawab Rukmini malu-malu. Ci Mei menatap Rukmini dan mengusap lembut wajah ayu gadis itu. 

"Jika jodoh tidak akan kemana, Cici rasa kalian cocok," ucap Ci Mei sebelum akhirnya memberikan uang kembalian pada Rukmini.

"Mari, Tuan, kita pulang,"ajak Rukmini. Pierre menoleh, namun tatapannya kali ini tertuju pada sebuah gerobak yang terparkir tak jauh dari toko kelontong itu. 

"Ada apa, Tuan?" tanya Rukmini heran saat melihat Pierre justru memandang kearah lain.

"Ayo kita minum es sirup, Nona," ajak Pierre seraya berjalan menuju penjual gerobak keliling itu.

"Minumlah, kali ini saya yang bayar," ucap Pierre seraya menyerahkan satu gelas berisi es sirup markisa pada Rukmini. Rukmini tersenyum dan menerima pemberian Pierre tersebut sebelum akhirnya meminum es itu sembari menatap lurus lalu lalang orang di jalanan.

"Jika minum ini, saya jadi ingat saat Taruna dulu." Rukmini menoleh dan menatap Pierre yang nampak tersenyum sembari beberapa kali melihat gelas dan mengaduknya. 

"Ada hubungan apa antara es sirup dengan masa taruna, Tuan?" tanya Rukmini. Mendengar itu, Pierre tergelak lalu kembali menatap Rukmini.

"Ini adalah minuman kegemaran saya sewaktu saya diperbantukan di Sumatera Barat selama tiga bulan. Kami ditugaskan berjaga dan membenarkan jalanan, rel yang dirusak oleh pemberontak PRRI/Permesta saat itu dan penjual es ini agaknya jadi penyelamat saya saat bertugas. Udara yang begitu terik dengan perbekalan yang terbatas membuat kami mudah lelah. Saya biasa membeli es sirup ini untuk menghilangkan dahaga. Hingga penjualnya memberi nama Es Taruna pada gerobaknya, karena yang membeli es hanyalah kami kami ini para taruna," ujar Pierre seraya kembali terkekeh mengingat kejadiannya semasa Taruna dulu.

"Apa menjadi tentara adalah cita-cita anda sejak kecil, Tuan?" tanya Rukmini. Pierre menoleh dan menatap Rukmini sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya.

"Untuk dapat sampai pada titik dimana saya berada sekarang, butuh banyak sekali perjuangan karena kedua orang tua saya tidak memberikan restunya pada saya jika saya menjadi seorang tentara."

"Tapi anda terlalu nekat, Tuan. Tanpa restu anda tetap maju?"

Pierre terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali tersenyum.

"Bagi seorang laki-laki, hidup adalah pilihan, Nona. Waktu itu pilihan saya ada dua, mengikuti saran dan keinginan kedua orang tua saya tapi melawan keinginan hati saya atau saya mengikuti pilihan saya tetapi menentang keinginan kedua orang tua saya."

"Dan anda memilih yang kedua?"

Pierre kembali tertawa ditempatnya.

"Bagi saya, menjadi tentara adalah sebuah keharusan. Saya tidak ingin menjadi apapun selain tentara, Nona. Saya punya pemikiran, keluarga saya sudah mendapatkan banyak dari negara tapi dari keluarga saya tidak ada seorangpun yang membalas kebaikan negara dengan mengabdikan diri secara penuh dan total. Sebagai anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga, saya merasa sangat bertanggungjawab dengan hal ini. Saya hanya ingin mengabdikan diri saya pada negara seutuhnya walaupun pada awalnya saya menentang kedua orang tua saya tapi saya yakin pada akhirnya, kedua orang tua saya akan bangga pada saya. Ibarat kata, saya gugur dan menjadi pahlawan pun saya rela, Nona, asalkan saya dapat mengabdikan hidup saya pada negara ini." 

PATRIOT DARI BUMI PANORAMA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang