Bertemu Kawan Lama

803 67 15
                                    

Brak!

Suara memekakkan itu begitu nyaring terdengar dari depan rumah, Pierre yang kala itu barusaja selesai mendampingi Pak Nas dalam kegiatannya pun segera berlari ke depan rumah tempat suara itu berasal. Ia sudah bersiap menenteng senapan Garand yang ada dikamarnya dan dengan gesit berlari keluar. Ia menautkan alisnya saat melihat mobil jeep milik Pak Nas sudah menabrak pagar bagian depan rumah tersebut. Pierre segera menyimpan dan mengamankan senjatanya lalu berlari kearah mobil yang ternyata dikemudikan oleh Yanti, anak sulung Pak Nas.

"Kamu mengapa bawa mobil Papa?" tanya Pierre dengan netra yang menyorot tajam. Yanti yang merasa bersalah itu pun hanya menunduk dan sesekali menatap Pierre. "Yanti kan pengen belajar naik mobil juga, Om Pierre," ujarnya. Pierre semakin menautkan alisnya.

"Kalau mau belajar mobil ada waktunya dan ada tempatnya! Tidak disini dan tidak sekarang! Umurmu masih terlalu kecil!" tegasnya.

"Teman-teman Yanti banyak yang sudah bawa mobil sendiri ke sekolah," ucapnya menggerutu. Pierre menghembuskan nafas kasar. "Itu biar jadi urusan temanmu! Kamu tidak usah ikut-ikutan! Sekarang masuk!" titah Pierre. Yanti menatap tidak suka pada Pierre karena sikap Pierre padanya dan pada Ade berbeda. Jika dengan Yanti Pierre bersikap lebih keras, lebih tegas dan juga super galak. Yanti berjalan cepat masuk kedalam rumahnya, namun baru melangkahkan kaki dua langkah kedepan, Pierre sudah kembali memanggilnya.

"Yanti.."

Gadis remaja tanggung itu menoleh dengan bibir yang cemberut. "Saya dengar kemarin kamu menginap dirumah teman? Untuk apa?" tanya Pierre. Yanti membulatkan manik matanya, memang kemarin malam ia tidak pulang kerumah karena bermain ke rumah rekan sekolahnya, karena merasa sudah terlalu malam, ia memutuskan untuk menginap saja dirumah rekannya itu dan memutuskan pulang keesokan harinya. "Kemarin main kerumah teman, tapi ternyata tidak terasa sudah terlalu malam dan memutuskan menginap saja. Lagipula Yanti sudah minta ijin Mama dan Papa lewat telepon, Om," jawab Yanti. Pierre menatap gadis itu dengan seksama lalu melangkahkan kaki agar posisinya lebih dekat dengan Yanti.

"Lain kali, tidak perlu menginap dirumah teman, tugas kamu itu belajar, jangan hanya bermain dan bersenang-senang. Jika tidak mau merepotkan om yang lain, kamu bisa telepon Om Pierre, biar Om Pierre yang jemput, Paham?" ucap Pierre sedikit melunak namun tetap dengan nada tegas. Yanti menatap Om Pierre sebelum kemudian menganggukkan kepalanya. Pierre meletakkan senapan Garand yang ia bawa itu dibawah jok mobilnya, lalu ia berpamitan dengan Ibu Sunarti hendak bertemu dengan kawan lama sekalian membenarkan bagian body mobil yang rusak karena menabrak pagar.

"Wah, sedang tidak mengawal Pak Nas?" tanya Soeseno yang kala itu sedang mengurus slip gajinya yang sudah hampir tiga bulan ini tidak cair juga.Soeseno berusaha menghubungi rekan rekannya semasa di Atekad dulu untuk sekedar menginap dan menumpang makan selama ia berada di Jakarta. Pierre yang kala itu mendengar kabar Soeseno sedang berada di Jakarta dan dalam keadaan lontang lantung itupun segera menghubungi Drajad agar memberitahukan pada Soeseno jika Pierre ingin bertemu.

"Sedang kosong, bukan jadwalku ngawal Pak Nas, kamu bagaimana kabarnya? Gajimu sudah beres, Sen?" tanya Pierre kala menjemput Soeseno di asrama Zeni.  Soeseno nampak menghembuskan nafas panjang. "Pasrah, Pierre. Ini masih diurus, uangku sudah mepet, tabungan juga sudah mepet, belum lagi kan aku sudah merencanakan untuk melamar calonku dan bertunangan, butuh uang untuk beli cincin, Pierre.. ee tapi apes gaji belum turun," keluh Soeseno. Pierre tersenyum miris menatap sahabatnya itu. Ia tidak menyangka hubungannya dengan kekasihnya dapat berjalan sedemikian lancar dan menuju ke jenjang yang serius. 

"Sepertinya yang menikah bisa duluan kamu, Sen," ujar Pierre seraya tersenyum. Soeseno mendengus tertawa, lalu menatap Pierre. "Kalau jadi tunangan dan ada uang untuk menikah, yaa aku akan menikah, kalau tidak ya mundur. Semoga saja calonku mau menunggu, kalau tidak ya wislah, pasrah aku," ujarnya lemas. Pierre menatap sejenak Soeseno yang nampak gundah disampingnya, ia lalu membuang nafas dan beranjak dari tempatnya.

PATRIOT DARI BUMI PANORAMA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang