5. Menunggu Giliran

555 155 15
                                    

DUG! DUG! DUG!

"D-dap! D-dap!"

Suara tongkat kayu yang diketukkan ke atas lantai sebanyak tiga kali, disusul teriakan memanggil namanya, mengalihkan perhatian Dafa dari layar laptop. Kegiatan mengetik laprak Alpro (laporan praktikum algoritma pemrograman) langsung terhenti seketika. Dengan satu gerakan singkat, Dafa tergopoh-gopoh menghampiri bilik yang menjadi kamar tidur engkongnya. Diiringi suara ketukan tongkat kayu ke atas lantai yang bertubi-tubi tanpa henti.

DUG! DUG! DUG!

DUG! DUG! DUG!

"Iya, Kong." Dafa menghela napas mendapati ketidaksabaran engkong. Konsentrasi penuhnya mengebut pengerjaan laprak otomatis buyar tak bersisa. "Apa, Kong?"

"D-du d-duk!" seru engkong dengan nada membentak. "L-le l-let!"

Dafa mengembuskan napas seraya menggeleng. Lebih memilih untuk buru-buru menyelipkan lengan kanan ke bawah punggung engkong, sementara tangan kirinya merengkuh bahu dan membantu engkong bangkit dari tidur secara perlahan.

Begitu duduk, kedua tangan engkong mulai menggapai-gapai sesuatu. Dengan sigap pula, Dafa mendekatkan walker (alat bantu jalan bagi penderita stroke) sekaligus memosisikannya tepat di hadapan engkong. Kemudian membiarkan engkong melakukan semuanya sendiri. Namun sambil tetap berjaga-jaga mengantisipasi kejadian tak terduga. Seperti, terpeleset lalu terjatuh misalnya. Karena entah sudah berapa kali engkong terjatuh saat hendak memakai walker. Kesemuanya disebabkan kekeraskepalaan engkong yang selalu menolak bantuan.

"G-gua b-bi s-sa s-sen d-di r-ri!" teriak engkong sambil marah-marah tiap kali orang serumah berinisiatif untuk membantu. Mereka akhirnya mengalah, membiarkan engkong melakukan semua yang diinginkannya sendiri. Namun selalu dalam mode awas seperti yang dilakukan Dafa sekarang ini.

SREK! SREK! SREK!

Suara roda depan walker yang beradu dengan lantai semen disusul langkah pendek-pendek engkong membuat Dafa harus kembali sigap membuka gorden kamar. "Kemana, Kong?"

Engkong tak menjawab. Terus saja mengarahkan walker melintasi ruang tamu. Membuat Dafa kembali harus bergerak cepat membereskan kertas HVS yang berserakan di lantai dan mengamankan laptop dengan menyimpannya ke atas meja.

"P-pu A-ah?" Engkong berteriak sebelum mencapai pintu keluar. "P-pu A-ah!"

"Enyak belom pulang," jawab Dafa cepat sebelum engkong mulai tantrum. Sebab tiap kali memanggil dan enyak tak kunjung muncul, engkong akan mengomel lalu mengumpat tanpa ampun.

"Ke la ya pan ke ma ne lu, Pu ah? Jam se gi ni be lom pu lang!" gerutu engkong dengan kalimat terpatah dan suara yang gemetaran.

Dafa mengembuskan napas berat. "Enyak kerja di rumah bu Tatiek, Kong. Gantiin mpok Murni yang lagi nyunatin anaknya."

Namun engkong tak menggubris penjelasan Dafa, tetap saja mengomel sekaligus menyebut jika Puah anak tak berbakti. Karena membiarkan orang tua spertinya sendirian di rumah, tak merawatnya dengan baik, dan tak memberinya makanan.

"Engkong mo makan?" tanya Dafa sedatar mungkin, meski telinganya memanas mendengar makian engkong untuk enyak. Padahal Dafa paham betul jika selama ini, enyaklah yang telaten merawat engkong. Tetap sabar walau setiap hari dimarahi, disalah-salahkan, dijelek-jelekkan.

All Of The StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang