Tika memandang jarum jam dinding yang menunjukkan pukul setengah 11 malam dengan gelisah. Berkali-kali disibakannya gorden ruang tamu lalu mengintip keluar. Tak bosan bolak balik mengawasi dan memperhatikan gang temaram yang memanjang di depan rumah dengan kening berkerut berkali lipat. Berharap Rudi muncul sambil menuntun motor. Membawa martabak yang dipesannya sejak Isya tadi.
Namun apa yang diharapkan tak kunjung menjadi kenyataan. Karena hingga jarum panjang berhenti di angka 9, sosok suami yang dinikahinya dua tahun silam itu tak juga kelihatan batang hidungnya. Dengan muka masam dan hati kesal bukan kepalang, Tika pun pergi tidur sembari memeluk Rudra, putra semata wayang mereka. Membiarkan pintu rumah terkunci dari dalam tanpa melepas anak kuncinya.
DAR! DAR! DAR!
Di tengah kenyamanan tertidur lelap, Tika harus terbangun akibat kaca jendela kamar digedor dengan cukup keras dari arah luar.
DAR! DAR! DAR!
"Yang, buka pintunya, dong! Abang pulang, nih!"
Tika langsung menggerutu dan hanya mengubah posisi tidur. Sama sekali tak menghiraukan teriakan Rudi apalagi berminat untuk membukakan pintu.
DAR! DAR! DAR!
"Ayang Tika, bangun, Yang. Ini Abang bawain martabak pesenan Ayang."
Tika mendecih sampai liurnya menetes keluar saking menjiwai luapan emosi.
DAR! DAR! DAR!
"Ayang, besok Abang shift pagi. Masa harus tidur di luar? Bisa abis dikerubungin nyamuk ntar. Yang?"
"GA PEDULI!" jerit Tika kesal sambil kembali mengubah posisi tidur dan menutup kepala dengan bantal. Tak mau lagi mendengar rengekan Rudi. "TIDUR SONO DI LUAR!"
Sebab ini bukanlah kali pertama Rudi bertingkah menyebalkan. Pamit pergi membeli martabak di ujung jalan, tapi baru pulang ke rumah berjam-jam kemudian, di tengah malam, saat keinginan menyantap martabak punah tak bersisa. Tanpa menelepon, apalagi mengirim pesan mengapa Rudi sampai membutuhkan waktu selama itu untuk membeli sekotak martabak.
Kejadian paling parah tentu saja beberapa bulan silam. Ketika ibu dan bapak datang berkunjung ke Jakarta, ceritanya ingin menengok cucu pertama. Di hari ketiga, Rudra yang paginya baru divaksin campak tiba-tiba rewel dan demam. Tika yang tak sempat memasak, kemudian meminta Rudi mengambil pesanan lauk di keude mak Agam. Bukannya buru-buru kembali ke rumah agar bisa bersantap bersama mertua, Rudi justru nongkrong di cafe kekinian sampai petang. Melupakan pesanan lauk dari keude mak Agam, membiarkan mereka bertiga kelaparan di rumah tanpa kabar, dan baru pulang jelang Isya dengan wajah cengengesan tanpa dosa.
Tika muntab. Terlebih setelah mengetahui jika sikap seenak udel Rudi disebabkan ajakan nongkrong dari teman-teman komunitas pecinta RY King. Tika bahkan hampir mengumpat, "Gila lo, yang bener aja?"
Tika bukanlah istri posesif yang gampang cemburu karena hal remeh tak masuk akal. Tapi circle pertemanan Rudi di komunitas RY King sudah sangat mengganggu kenyamanannya. Karena selain latar belakang ekonomi sejumlah anggota komunitas yang jauh lebih mapan, hingga Rudi harus megap-megap menyesuaikan gaya hidup sampai rela berhutang sana sini. Komunitas RY King Rudi juga problematik. Di antara mereka ada yang selingkuh sampai istri sah dan selingkuhan jambak jambakan di muka umum. Terang-terangan dan bangga memiliki dua istri. Bahkan ada yang tertangkap polisi karena narkoba.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Of The Stories
General FictionTempat untuk menayangkan bab-bab awal novel yang rilis di platform berbayar atau novel dalam proses penerbitan. 1. Jika Dan Hanya Jika (Bab 1-7) 2. Istana Pasir (Bab 1-5) 3. Selagi Cinta Masih Ada (5 Bagian)