1. Kupu-Kupu Ungu

348 52 8
                                    

Hari Sabtu, kantor pusat Hardja Makmur Utama Grup libur. Namun hanya berlaku bagi pegawai selain tim Sekretaris Direksi. Tak terkecuali Nilam yang baru tiga bulan bergabung. Sebelumnya, ia merupakan staf administrasi. Lima kali berturut-turut meraih predikat employee of the month, membuahkan SK promosi dan memindahkan unit kerjanya dari Divisi Administrasi Keuangan ke ring 1 Dewan Direksi.

“Nil, gimana snack meeting?”

Khabibah, satu-satunya rekan dalam tim yang hari ini masuk kantor, tiba-tiba muncul dari balik partisi. Dua lainnya tidak hadir karena sedang cuti. Fika menengok orang tua yang sakit, sedangkan Maureen mengambil jatah cuti haid. Tiga bulan berturut-turut bekerja selama enam hingga tujuh hari dalam sepekan memang cukup melelahkan. Tak heran beberapa staf tim Sekdir mulai mencari-cari alasan untuk mangkir.

Berbeda dengan Nilam. Ia tak berkeberatan harus bekerja di akhir pekan. Selain bayaran uang lembur yang lumayan, bisa untuk membantu tambahan modal warung Cuanki Pangestune milik Gusti, sang kekasih. Juga karena masuk kantor di hari Sabtu Minggu tak akan berlangsung selamanya. Hanya hingga peralihan tahta dari Aswin Rausan ke Alsaki Rumail selesai, jelang deklarasi pencalonan wali kota.

“Sebentar lagi, Bu. Kurirnya sedang on the way.”

“Oke.” Khabibah mengangguk. “Begitu nyampai, langsung drop ke ruang meeting. Khusus Pak Aswin sajikan di piring, minumnya pakai gelas kaca tinggi diisi Evian. Yang lain cukup snack box sama Pristine. Untuk enam orang.”

“Baik, Bu.”

“Sekalian ketikin PKS[1] terbaru. Progressnya saya update lewat iMess. iPad di meja kamu on, kan? Karena ada beberapa klausul yang masih dibicarakan. Proaktif ya, kalau ada yang nggak ngerti, langsung tanyakan!”

“Ee … ini, Bu, sekarang saya masih menyelesaikan Addendum Magna.” Nilam menunjuk ke sudut ruangan di mana seorang pria sedang duduk menunggu. “Sudah ditungguin dari tadi sama Kang Adam.”

“Siang, Teh Bibah,” sapa pria di sudut ruangan yang kini telah bangkit dan berjalan menghampiri. “Sibuk banget nih, kayaknya?”

“Heh, ya ampun, Dam.” Khabibah mengibaskan tangan sambil tertawa sumbang. “Nggak kelihatan kalau ada orang. Aduh, eike lagi rieut nih, Dam. Bulan-bulan terakhir Obos besar free, semua proyek digeber abis. Mana Bu Ros belum balik dari Mekkah lagi. Aing nu katempuhan.”

“Oiya, Bu Ros lagi pergi haji ya?” Adam manggut-manggut. “Ibu suri perginya pas suksesi kepemimpinan, sih. Mana jelang Kang Aswin maju Pilwalkot lagi. Pasukan kocar-kacir, deh.”

Khabibah menyetujui sebutan ‘ibu suri’ untuk Rosana. Pegawai paling senior yang telah menjadi Sekretaris Direksi semenjak Hardja Utama dipimpin Himawan Hardjasoemantri. Lalu turun tahta pada Aswin Rausan. Hingga kini dilanjutkan Alsaki Rumail. Ibarat separuh nyawa Tim Sekdir. Belum ada satu pegawai pun yang mampu menyamai level kinerja Rosana.

“Ya, udah, beresin dulu Addendum Magna,” ujar Khabibah kemudian. “Baru kerjakan PKS. Begitu meeting beres, siapkan print outnya untuk Pak Aswin.”

“Baik, Bu.” 

“Dam, tinggal dulu, ya.” Khabibah melambaikan tangan pada Adam yang sedang menopang dagu di depan partisi kubikel Nilam. 

“Siap, Teh Bibah!” Adam balas melambai. 

“Aduh lupa, satu lagi.” Wanita yang mengenakan setelan warna khaki dan telah melangkah menuju ruang meeting itu tiba-tiba berbalik sambil menunjuk bocah perempuan di taman samping. “Sekalian lihatin Ava. Dia bosan nunggu di ruangan Pak Aswin. Mau main di luar katanya.”

“Baik, Bu.” Nilam mengangguk dengan mata berkonsentrasi menatap layar flat panel dan jemari menari di atas keyboard. Ia ingin segera menyelesaikan draft Addendum agar bisa mengerjakan tugas dari Khabibah. Sesekali, ia melirik taman samping. Memastikan bocah perempuan cantik yang mengenakan dress polkadot tak melakukan hal berbahaya.

All Of The StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang