BAB II

723 49 1
                                    

Jakarta, April 2020.

Siang itu Xabiru dan Nakula sedang duduk bersama di taman sekolah. Keduanya tengah menikmati semilir angin yang berhembus untuk mengistirahatkan diri sejenak setelah mengikuti kelas olahraga.

Awalnya dua bocah itu hanya membicarakan tentang mainan robot edisi terbaru yang mereka lihat di papan iklan kemarin---- hingga tiba-tiba saja Xabiru memberi pertanyaan yang membuat Nakula mendadak mulas.

"Na, punya papa itu— gimana sih rasanya?". Xabiru bertanya tanpa melihat Nakula. Fokusnya hanya teralih pada sekumpulan anak-anak seusia mereka yang sepertinya hendak menuju kantin.

"Uhm--- yaa, gitu....". Nakula menggaruk tengkuknya. Jujur, dia bingung harus berkata apa. Ini pertanyaan yang mengejutkan, kalau saja Xabiru memberi aba-aba mungkin dia akan mempersiapkan jawaban yang matang dan tepat.

"Gituuu— gimana??". Kerutan di dahi bocah manis itu nampak jelas begitu mendengar jawaban sang sahabat yang terdengar rumpang.

"Yaa, enak". Nakula berdehem pelan, sebelum merangkai kata apa yang kira-kira pas untuk didengar oleh sahabat manisnya itu.

"Papa selalu beliin Nana mainan baru. Sama kayak om Winan yang selalu beliin mainan buat Biru".

"Kalau lagi weekend papa suka ajak Nana jalan-jalan. Sama kayak om Ken yang suka ajak Biru jalan-jalan".

"Terus papa juga selalu dengerin cerita-cerita Nana. Sama kayak om Dio yang selalu dengerin Biru".

"Oh! Satu lagi, papa juga selalu jemput Nana tiap pulang sekolah. Sama kayak om Jul yang selalu jemput Biru".

"Rasanya sama aja Biru, kalau Nana punya papa yang selalu ada buat Nana. Biru kan juga punya om Winan, om Ken, om Dio, sama om Jul yang selalu ada buat Biru".

Xabiru menunduk. Menatap kaki mungilnya. "Iya sih, tapi mereka kan bukan papanya Biru".

"Om Winan sama om Ken itu sahabatnya mama. Terus om Dio itu kakaknya mama, dan om Jul sepupunya mama".

Nakula menghela nafas, menepuk pundak sahabatnya pelan. Sebenarnya pembahasan ini terlalu berat untuk anak seumuran mereka.

"Biru sebelumnya gak pernah kepikiran soal ini, Biru selalu ngerasa baik-baik aja selama ada mama. Tapi, akhir-akhir ini Biru selalu ngerasa kesepian, nungguin mama pulang kerja ternyata ngebosenin".

"Coba aja kalau ada papa, mama kan gak perlu repot-repot buat kerja biar bisa nemenin Biru terus".

Tahun lalu— saat ulang tahun ketujuh Xabiru meminta kepada Tuhan untuk memberikan kebahagiaan kepadanya dan mama.

Lalu kali ini jika Xabiru meminta kepada Tuhan untuk memberikan nya keluarga yang lengkap, meminta papa untuk bisa bersama dirinya dan mama— apakah Tuhan akan mengabulkannya?

"Biru kesepian banget yaa?".

Pertanyaan dari Nakula membuat Xabiru menoleh, menatap sahabatnya. "Iya, Biru kesepian". Jawabnya lirih.

"Gimana kalau malam ini Nana nginep di rumah Biru?". Usul Nakula semangat.

Lihatlah wajah Xabiru yang nampak mendung, terlihat tak cocok sama sekali dengan tingkah ajaib yang selalu sang kawan tunjukkan.

"Emangnya dibolehin sama papanya Nana?".

"Gatau. Tapi kan belum dicoba, nanti Nana izin dulu sama papa".

"Kalau nggak dibolehin?".

"Gini deh, gimana kalau Biru aja yang nginep di rumah Nana".

"Gak bisaaa... Nanti kalau Biru nginep dirumah Nana, mamanya Biru jadi sendirian"

Hello, PAPA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang