2 | Premonition

512 101 1
                                    

Keesokan harinya aku datang ke sekolah lebih awal dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya aku datang ke sekolah lebih awal dari biasanya.

Saat memasuki ruang kelas, sebagian besar anak-anak sudah hadir di sana. Dan tentu saja, Karina juga ada diantara mereka.

Sambil berjalan ke arah tempat dudukku, diam-diam aku melirik gadis itu. Dia sedang menata barang-barangnya di atas meja. Bagi orang lain, itu mungkin kelihatan normal.

But, not for me.

"Pagi, Rin" aku menyapanya seperti biasa.

Karina berhenti mengintip lacinya, dan menoleh ke arahku sambil menyisir rambut panjangnya itu dengan jari kelingkingnya, "Pagi juga, Gi" balas Karina dengan tersenyum.

Biasanya, obrolan kami akan berakhir begitu saja. Sekedar bertukar salam memang sudah hal yang biasa kami lakukan.

"Lagi nyari sesuatu?"

Tapi pagi itu, gak akan aku biarkan obrolan kami berakhir singkat. Rasa ingin tahuku ini terlalu mengusik. Aku curiga dia sedang mencari 'kertas' miliknya itu.

Aku menatapnya fokus, gak ingin melewatkan momen apapun.

"Enggak kok, cuma natain barang-barang ini aja"

Sayangnya, senyum manisnya itu tetap gak berubah.

Aku pun bilang, "Oh, gitu..." dan lanjut menuju tempat dudukku di barisan belakang.

"Ekspekstasi emang jauh dari kenyataan" batinku sedikit kecewa.

"Bentar..." tiba-tiba dia memangilku dari belakang, "Kok kamu ngiranya aku lagi nyari sesuatu?"

Aku berusaha gak tersenyum lebar. Seperti pemburu yang melihat mangsanya jatuh ke dalam perangkap.

"Cuman... nanya doang kok" aku berbalik ke arahnya pura-pura bodoh. "Emangnya kenapa?" aku balik bertanya, berusaha mengorek sedikit informasi sekecil apapun.

"Aku juga nanya doang sih"

"I see..."

Aku harap senyum itu berubah walau sedikit saja, tapi aku putuskan untuk gak menggali lebih dalam dulu.

Aku pikir yang terbaik saat ini adalah menyimpan 'kartu truf" untuk saat-saat terakhir.

"Tapi kalo..." aku melanjutkan, "...kalo kamu emang lagi ada masalah, gak usah ragu minta tolong aku"

"Kenapa emangnya? Aku gak inget kamu seperhatian ini?"

"Aku lebih baik dari yang kamu kira, Rin"

"Oke deh, bakal aku inget"

"Harus dong, kapan lagi cewek populer kayak kamu punya hutang budi ke aku?"

Karina hanya terkekeh, "Makasih. Aku janji bakal bilang ke kamu kalo ada apa-apa"

Karina tersenyum dengan mata yang hampir tertutup.

Sepertinya, dia memang gak sedang merencanakan sesuatu.

At least for now...

Percakapan kami pun berakhir karena guru Bahasa Inggris, bu Retno, memasuki ruang kelas.

Mood-ku cukup baik hari itu. Farhan dan anak-anak lain seperti biasa masih cukup menjengkelkan saat datang dan menanyakan obrolanku dengan Karina tadi pagi.

Tapi aku anggap obrolan kami tadi sebagai good harvest, karena aku baru tahu betapa mendebarkannya berbicara dengan gadis itu.

Meskipun itu mungkin karena efek dari fantasi yang aku pikirkan sendiri, sih.

🌒🌓🌔🌕🌖🌗🌘

Tanpa adanya kemajuan dan informasi yang baru, aku melanjutkan rutinitas harianku seperti biasa.

Dan sebelum aku sadari, dua minggu sudah berlalu sejak aku memiliki 'Step of Murder'.

Karena gak ada progress apapun, aku hampir lupa keberadaan 'kertas' itu. Keputusanku untuk menyimpan 'kartu truf' disaat terakhir rupanya malah membuat 'permainan'nya berhenti.

Tapi gak disangka, angin perubahan mulai bertiup kencang.

Perhaps, the game hadn't even started, yet.

Hari itu aku pergi ke sekolah, dan suasana kelaspun berisik seperti biasanya. Yang berbeda, Karina gak terlihat di bangkunya.

Aku sedikit heran, tapi jawabannya gak lama datang dengan sendirinya.

"Eh, Gi, lo udah denger?" tanya Farhan, lalu duduk di kursi depanku yang sedang kosong.

"Ya enggaklah, apaan?" tentu saja aku gak tahu yang dia maksud karena pertanyaannya gak mempunyai objek.

"Keluarganya Karina ada yang meninggal tadi malem"

DEGGGG

Aku rasakan detak jantungku mulai berdetak lebih cepat, "Innalillahi, siapa?!" aku tanya Farhan sambil berusaha gak tersenyum.

"Ayahnya... kabarnya sih karna kecelakaan. Gue turut berbelasungkawa" jawab Chelsea dengan ekspresi murung.

"Iya kasihan banget. Kehilangan ayah di usia muda kayak gini, tuh..."

Gak seperti biasanya, Farhan yang jamet itu bahkan bisa menunjukkan ekspresi sedih.

Itu memang reaksi yang normal sih kalau melihat situasinya saat ini.

Tapi, aku menahan reaksi yang berbeda dari yang lainnya.

Karina Ratulangi, kecelakaan, mati— kata-kata kunci itu membawaku kembali pada 'Step of Murder'

Lagi, aku berusaha gak tersenyum lebar.

"It's getting interesting"

🌘🌗🌖🌕🌔🌓🌒

Moonlight 🌙 | Yoshi ft. KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang